Pendidikan Anti Korupsi (PAK) II*


Pendidikan Anti Korupsi (PAK) II
Mahasiswa Akper Maranatha Groups sedang menjelaskan hasil karya mereka di depan kelas


Ini tulisan kedua mengenai PAK, sebaiknya baca dulu tulisan pertamanya dengan klik di sini.


Saat masuk ke ruangan kelas, mahasiswa/i telah duduk berdasarkan kelompok yang telah ditentukan. Mereka mengambil posisi di setiap sudut ruangan, membentuk sebuah lingkaran. Saya masuk dan duduk di tengah-tengah mereka.

Saya awali dengan salam pembuka dan penjelasan teknis pelaksanaan ujian. Setelah semua paham dan sepakat, saya langsung persilakan kelompok pertama.

Mereka menyoroti masalah yang sering tejadi di institusi pendidikan, yaitu kasus plagiat atau budaya copy-paste.

Saya langsung tertarik mendengar penjelasan mereka, sebab persoalan plagiat memang sedang booming. Baru-baru ini seorang rektor sebuah universitas kedapatan melakukan plagiat. Sebelumnya lagi banyak kasus-kasus lain.

Mengenai kebiasaan plagiat atau copy-paste tugas, saya harus akui juga, saat mahasiswa dulu sering melakukannya. Saat itu saya menganggap hal itu biasa saja, bukan suatu persoalan serius.

Lama-kelamaan saya mulai paham. Kesadaran itu mulai tumbuh seiring saya membiasakan baca buku. Semakin banyak membaca, saya jadi tahu banyak hal, termasuk persoalan plagiarisme.

Saya makin banyak belajar tentang plagiat sejak kuliah di Unair. Di sana saya belajar cara menghindari kasus plagiat dengan teknik parafrase. Awalnya terasa sulit, tapi lama-lama bisa juga meski belum bagus-bagus amat.

Selain itu, saat itu saya juga mulai rutin berlatih menulis di blog Kompasiana. Saya senang dengan komunitas ini, para kompasianer selalu mengampanyekan "Anti copy-paste". Saya pelan-pelan belajar, menulis apa saja asal bukan hasil copy-paste. Hasilnya saya rasakan saat ini. Saya bisa menulis dengan mudah tanpa harus copy-paste seperti dulu lagi.

Kembali pada presentasi mahasiwa tadi. Menurut mereka, perilaku mahasiswa atau siapa saja yang melakukan copy-paste sangat menyimpang dari nilai-nilai anti korupsi (JUPE MANDI TANGKER KEBEDIL).

Menurut mereka, pelaku plagiat telah melanggar nilai-nilai anti korupsi, sbb:
  1. Nilai Kejujuran. Pelaku plagiat sudah pasti tidak jujur. Mereka mengakui karya orang lain sebagai karyanya sendiri.
  2. Nilai Tanggung Jawab. Pelaku plagiat jelas tidak bertanggungjawab dengan tugas yang dipercayakan padanya. Mestinya dia mengerjakan tugas sendiri, bukan mencopot karya orang lain seenaknya.
  3. Nilai Disiplin. Pelaku plagiat biasanya diawali sikap tidak disiplin. Sering menunda kerjakan tugas, sehingga saat pengumpulan, dia mencari jalan pintas dengan copy-paste.
  4. Nilai Mandiri. Jelas pelaku plagiat tidak mandiri. Dia mengharapkan atau bergantung hasil tugas yang telah dikerjakan orang lain.
  5. Nilai Kerja Keras. Pelaku plagiat bermental enak, tidak mau bekerja keras. Mau mendapatkan hasil dengan cara yang instan lewat copy-paste.
  6. Nilai keberanian. Jelas pelaku plagiat itu pengecut, tidak berani mengakui karya orang lain.

Itulah beberapa poin yang mereka jelaskan. Bila ada oknum yang melakukan plagiasi, itu artinya dia telah melanggar nilai-nilai anti korupsi. Kalau melanggar nilai-nilai anti korupsi, berarti disebut koruptor dong?

Yah, kadang kita sering mengolok-olok pejabat yang terbukti korupsi. Tapi, bila kita juga melakukan tindakan yang melanggar nilai-nilai anti korupsi, apa bedanya coba?

Selamat merenungkan dan nantikan catatan selanjutnya. 

(*Tulisan ini sebelumnya tayang di Facebook tanggal 5 Februari 2018)

Posting Komentar

0 Komentar