Sesuai janji
saya pada tulisan sebelumnya, -belum baca ? Sila klik di sini kalau begitu-,
pada kesempatan ini akan diceritakan pengalaman melakukan roleplay PPB & SO
saat praktik manajemen keperawatan kemarin.
Dalam praktik
manajemen keperawatan, penanggung jawab kegiatan PPB & SO sejatinya terpisah.
Namun, karena dua aktivitas tersebut saling berkaitan, kegiatannya dilakukan
bersamaan. Dalam PPB, selalu ada atau wajib dilakukan SO..
Apa PPB & SO itu ?
PPB itu
singkatan dari Penerimaan Pasien Baru. Merupakan metode yang digunakan perawat
dalam menerima/menyambut pasien baru yang akan dirawat di ruang perawatan
(rawat inap).
Menerima pasien
baru ini tugas perawat. Jelas sekali kalau profesi perawat itu tuan rumah di
ruang rawat inap (RS). Sebagai tuan rumah yang baik, maka pasien disambut
dengan baik dan ramah, agar merasa nyaman selama dirawat. Pasien dikenalkan
mengenai lingkungan, ketenagaan (perawat, dokter, nutrisian, dll), tata tertib,
dan penyakit yang diderita (Nursalam, 2015). Pasien dan keluarga mesti merasa
kerasan selama di RS. Tapi, bukan berarti kita berharap pasien dirawat
lama-lama. Kalau segera sembuh dan dibolehkan pulang, tetap menjadi harapan utama.
Secara teoritis,
tujuan dari kegiatan PPB adalah agar pasien dan keluarga bisa diterima dan
disambut dengan hangat dan terapeutik; terjalin komunikasi yang baik antara
perawat dan pasien beserta keluarganya; pasien dan keluarganya bisa mengetahui
kondisi kesehatan secara umum; dan menurun perasaan cemas pasien beserta
keluarga saat berada di tempat baru (Nursalam, 2015).
Selain penganalan
tadi, saat PPB juga dilakukan SO, yakni sentralisasi obat. Sesuai namanya,
semua obat yang akan diberikan pada pasien mestinya dipusatkan dan dikelola
oleh perawat bersama tim kesehatan lain. Perawat tidak bisa memaksakan kehendak
saat melakukan SO. Tetap menanyakan persetujuan dari pasien dan keluarganya. Harus
dijelaskan apa itu sistem SO, tujuan dan manfaatnya. Jika pasien dan keluarga
setuju, barulah bisa dilakukan SO. Sebagai bukti, pasien atau keluarga harus
menandatangani surat persetujuan SO.
Harapannya,
pasien dan keluarga setuju dengan SO. Selama pengalaman praktik, belum ada yang
pernah menolak sistem ini. Memang sudah terbukti efektif, dan aman bagi pasien
khususnya dari kesalahan, ketidaktepatan waktu dan dosis, pendobelan, dan
masalah lain dalam pemberian obat.
Roleplay PPB & SO
Demikian tadi
penjelasan singkat mengenai PPB & SO. Kalau yang baca tulisan ini perawat
(atau calon), saya yakin sudah bosan dengan info di atas. Tapi, kalau ada yang
belum tau dan ingin tau lebih jelas, saya rekomendasikan untuk membaca buku: “Menajemen
Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profesional” edisi 5 (terbaru),
yang ditulis oleh Prof. Nursalam, M.Nurs (Hons). Isinya sangat lengkap, mudah
dipahami, dan aplikatif.
Ok, saya
lanjut bercerita tentang jalannya roleplay PPB & SO. Mungkin ada
pertanyaan, kenapa harus ada roleplay ? Ia, kita tahu roleplay atau bermain
peran merupakan salah satu metode pembelajaran. Hasil penelitian menunjukkan
metode ini sangat efektif dalam memahami langkah demi langkah suatu proses
tertentu. Mungkin itulah alasan dari penyelenggara pendidikan untuk mewajibkan
kami mahasiswa melakukannya.
Harus diakui,
dengan metode ini kami (terpaksa) harus mengetahui dan menguasai alur dari PPB
dan SO. Kami juga harus paham soal peran dan tanggung jawab dari masing-masing tugas
yang diberikn dan juga profesi kesehatan lain. Mesti meluangkan waktu yang
cukup untuk belajar dan latihan.
PPB dimulai saat ners IGD (Ns. Cecil) menanyakan kamar kosong di ruang rawat inap |
Serasa Pemain Film
Metode belajar
bermain peran, membuat kami seperti aktor dan aktris. Kami dibagi peran, sesuai
kebutuhan dalam PPB & SO. Saya (Saverinus Suhardin), saat itu berperan
sebagai kepala ruangan ( selanjutnya akan ditulis NUM); Diana Pebrianti
berperan sebagai perawat primer (PP); Noviani Nastiti berperan sebagai perawat
asosiet; Cecilia Indri berperan sebagai perawat IGD, Elfani Febria R sebagai
pasien; dan Moriana Sembiring sebagai keluarga pasien.
Setelah pembagian
peran, kami harus membaca skrip yang berulang-ulang. Begitu sudah menguasai,
kami latihan tanpa skrip. Sehari sebelum dilaksanakan, kami meminta pembimbing
klinik untuk melihat kami berlatih. Anggap saja pembimbing tadi sebagai
sutradara. Jika ada hal yang menurutnya kurang tepat, langsung bilang, “cut !”.
Kamipun mengulang hingga layak tampil. Bagaimana, sudah seperti main film kan ?
Beginilah Runutan PPB & SO
Saat ada
pasien di IRD atau rawat jalan perlu dilakukan rawat inap, maka perawat dari
unit tersebut melakukan koordinasi dengan kepala ruangan yang dituju. Dalam roleplay,
Mbak Cecil (perawat IGD) menelepon saya (NUM). Perawat IGD melaporkan, kalau
ada pasien yang perlu rawat inap. Perlu diceritakan secara umum kondisi pasien,
seperti nama, umur, diagnosa medis, dokter yang merawat, mau dirawat di kelas
berapa, dan metode pembiayaannya. Jika ada kamar kosong sesuai pesanan, maka
NUM menyampaikan pada ners IGD dan akan melapor jika sudah disiapkan.
NUM kemudian memberitahu
PP, akan ada pasien baru. PP menyiapkan kebutuhan yang diperlukan. PP meminta
PA untuk menyiapkan kamar pasien beserta isinya. Sementara itu, PP sendiri akan
menyiapkan berkas dan sarana untuk menerima pasien baru, seperti lembar
pasien masuk RS, format
penerimaan pasien baru, nursing kit, Informed
consent sentralisasi obat dan tata tertib pasien dan pengunjung
ruangan. Jika persiapan
sudah beres, PP melapor kepada NUM. Selanjutnya NUM menelepon ke Ners IGD, kalau
pasien bisa segera diantar.
Saat Ners dari
IGD bersama pasien dan keluarganya tiba di lobby ruang rawat inap, langsung
disambut oleh NUM, PP, dan PA. NUM memberi salam hangat dan terapeutik, dan
melakukan perkenalan singkat. Selanjutnya, PA dan Ners IGD mengantar pasien
hingga ke ruang yang telah disiapkan. Saat pasien sudah dalam posisi yang
nyaman, ners IGD kembali ke ners station
untuk melakukan overan/melaporkan kondisi pasien secara detail kepada PP. PA
bisa langsung melakukan pengkajian pasien baru, atau menunggu bersama PP.
Setelah overan,
ners IGD kembali ke ruangan. PP melaporkan pada NUM, sekaligus mengajak untuk teruskan
kegiatan PPB & SO. Selanjutnya NUM, PP, dan PA kembali bertemu dengan
pasien baru dan keluarga di kamar pasien. NUM memberi salam terapeutik yang
dikuti oleh PP dan PA. Jika pasien dan keluarga belum menguasai nama ners, maka
NUM memperkenalkan ulang. Selanjutnya NUM memyilakan PP dan PA melanjutkan
prosedur PPB dan SO.
PP meminta PA
melakukan pengkajian keperawatan. Sementara itu, PP menjelaskan tentang “3P”,
substansi utama dalam PPB. P1 adalah perkenalan orientasi ruang, sarana lain,
dan orang). Perkenalkan pada pasien dan/atau keluarga tentang perawat yang
bertanggung jawab (NUM, PP, PA); perkenalkan dokter yang bertanggung jawab dan
tenaga lain (administrasi, ahli gisi, dll); perkenalkan ruang/lingkungan
(dapur, kamar mandi, ruang dokter, ruang perawat, depo farmasi, ruang tunggu,
Musholla, dll); dan perkenalkan pasien baru dengan pasien lain yang sekamar. P2,
berisi penjelasan tentang aturan rumah sakit, diantaranya aturan jam
berkunjung, aturan bagi penunggu pasien, waktu makan, tata cara pembayaran jasa
rumah sakit, penjelasan sistem sentralisasi obat (jika setuju, langsung tanda
tangan surat persetujuan SO), anjuran untuk tidak membawa barang berharga. Dan P3,
menjelaskan secara umum penyakit atau diagnosis pasien. Setiap menjelaskan satu
informasi, PP menanyakan kembali tentang kejelasan informasi yang diterima
pasien.
Jika pasien
dan keluarga sudah memahami semua penjelasan, PP dan PA kembali ke nurse station dan melaporkan pada NUM.
NUM memeriksa kelengkapan pengisian berkas PPB dan SO. Jika lengkap, NUM
memberi apresiasi sekaligus mengucapkan terima kasih pada PP dan PA. Sekalian juga
mengingatkan untuk tidak lupa selalu mendokumentasikan setiap aktivitas
keperawatan di rekam medis pasien. Ingat semboyan; “Do not write = do not
anything”.
Baiklah, itu
saja yang bisa saya ceritakan tentang pengalaman roleplay PPB dan SO. Semoga bermanfaat.
Nantikan cerita selanjutnya, terima kasih.
0 Komentar