Jalan Pagi: Gibran dan Oto Polisi


Saat #JalanPagi tadi, saya berpapasan dengan tetangga dari gang sebelah. Kami memang sudah kenal sebelumnya, tapi tidak begitu mendalam. Saya hanya tahu nama panggilannya dan pekerjaannya sebagai guru SMA.

Maka ketika bertemu, saya berbasa-basi dengan menanyakan apakah mereka sudah mulai aktif sekolah.

Dia menjelaskan kalau mereka baru aktif kembali di sekolah mulai tanggal 20 Juli nanti. Sesuai edaran gubernur, begitu katanya.

"Atau sekolah online saja?"

Dia menerangkan kalau di sekolahnya sulit menerapakan sistem pembelajaran daring.

"Kami di Naibonat ini tidak semua anak ada HP, Kaka..."

Saya baru tahu kalau kenalan saya itu mengajar di Naibonat yang lumayan jauh dari RSS Baumata; tempat domisilinya saat ini.

Kemudian dia menambahkan kalau mereka nanti mungkin sekolah pakai sistem shift saja, supaya menghindari kontak dekat dengan yang lain.

Pilihan lain, mereka sebagai guru akan melakukan kunjungan rumah untuk memberikan materi pembelajaran dan tugas yang memacu proses belajar anak-anak.

Situasi yang agak rumit tentunya. Ini salah satu bukti nyata kalau setiap kebijakan itu, apalagi memakai perpektif Jawa yang sudah sangat maju, tidak semuanya dapat diterapkan di daerah lain.

Bosan bicara sekolah, kami berpindah topik ke masalah pengembangan rumah. Ketika bercerita, kami berdiri di penggi jalan sambil melihat berbagai model pengembangan rumah di RSS Baumata yang bentuk awalnya seragam, kini banyak yang telah dimodifikasi sesuai selera masing-masing.

Kenalan saya ini juga baru saja mengembangkan rumahnya. Bentuknya sangat menarik. Dia menambah bangungan dua lantai di samping rumah lama. Di lantai atas, ada teras yang menghadap matahari pagi.

Saya punya impian yang kurang lebih sama. Jika diberi rejeki sama Tuhan nantinya, saya mengimpikan sebuah ruang kerja atau tempat bersantai di lantai atas. Posisinya menghadap ke Barat, supaya bisa menikmati matahari senja yang sungguh menawan.

Saya pun menyampaikan niat itu pada kawan guru tadi. Dia bilang, itu gampang saja.

Kami berpindah ke belakang rumah saya, dia mau melihat seberapa luas tanah kosong yang tersedia.

Ketika sampai di belakang, dia bilang kondisinya tanahnya memadai. Dia bilang membangun rumah itu tidak susah.

"Ko ini nanti kaka tinggal pasang cakar ayam di sudut, terus pasang tiang, selasai...," dia terus menyemangati saya.

Saya sadar betul, apa yang dia bilang gampang itu hanya di dalam pikiran dan keluar lewat mulut begitu saja. Kalau dikerjakan langsung, tentunya tidak mudah.

Tepat ketika kami masih membahas impian itu, Gibran baru saja bangun dari mimpinya. Dia berdiri di pintu dengan muka yang masih menyimpan rasa kantuk.

Saya memanggil anak kami yang berusia 3 tahun itu untuk bergabung #JalanPagi, tapi dia masih loyo. Saya memintanya untuk minum air dulu, supaya kembali bersemangat.

Benar saja, setelah minum air, dia langsung merengek agar diambilkan mobil barunya yang kemarin baru tiba di Kupang.

Beruntung teman guru tadi segera pamit, sehingga saya bisa fokus memenuhi keinginan Gibran.

Mobil-mobilan yang dimaksud Gibran adalah miniatur mobil polisi. Dia sangat suka hal yang berkaitan dengan polisi, selain dokter dan pemadam kebakaran.

Mainan baru ini dikirim oleh Tanta Ellyn, kakak pertama saya yang saat ini tinggal di Bekasi dan bekerja di Jakarta.

Sudah tidak terhitung, entah sudah berapa kali Tanta Ellyn memanjakan Gibran dengan mainan dan aneka macam kejutan lainnya.

Khusus mainan mobil polisi ini, Tanta Ellyn sudah mengabarkan kalau dia sudah beli dan kirim sejak berapa minggu yang lalu, tinggal tunggu barangnya sampai saja.

Dasar Gibran yang tidak sabaran saja, tiap hari dia selalu bertanya, oto polisinya di mana? 

Kalau ada teman atau siapa saja yang datang ke rumah, tanpa malu-malu Gibran akan mengabarkan kalau dirinya ada mainan polisi baru.

"Mana?"

"Ada..., Inang (tanta) yang kirim."

Begitu pula saat dia sedang jengkel dengan mamanya yang saban hari tidak absen dengan film Korea di HP.

Di rumah, Gibran hanya diizinkan menonton Youtube atau bermain HP milik mamanya saja. Sedangkan punya saya, tidak dibolehkan, dan dia patuh pada aturan tersebut.

Karena itu, dia selalu menantikan kesempatan, kapan HP mamanya itu nganggur.

Sementara itu, mamanya juga maniak dengan HP, khususnya untuk nonton drama Korea.

Kalau saya protes, mamanya Gibran akan berkelit, itu hanya untuk rileksasi selepas kerja atau sebagai pengantar tidur saja.

Ternyata Gibran juga tidak suka dengan perilaku mamanya itu, sebab memotong waktunya untuk bermain HP.

Ketika mamanya tidak mengizinkan, dia akan melapor ke saya dengan cara berbisik pelan...

"Bapa, mama nonton Korea terus..."

"Iya e...," saya meresponsnya dengan agak dramatis, "Mama bodoh e, nonton Korea terus saja..."

"Nanti ada oto pilisi Iban..."

"Terus..?"

"Kita tangkap mama, taro di penjara..."

"Iya e....," kata saya sambil memeluk anak yang kelihatannya sangat galau itu.


Posting Komentar

0 Komentar