Tujuh Hukum Mengajar Menurut Hendricks

Ekspresi saat penulis sedang mengajar
Hai pembaca Blog Sejuta Mimpi. Kali ini saya coba menulis hal yang baru. Kalau biasanya bercerita tentang aktivitas harian, kali ini saya ingin menceritakan isi buku yang telah saya baca. Tujuannya agar saya semakin paham dengan apa yang telah saya baca. Kalau Anda merasa tulisan ini bermanfaat, berarti itu merupakan rahmat yang tidak terpikirkan sebelumnya. Syukuri saja, ya !?

***
Saat ini, saya bekerja sebagai pengajar. Awalnya, saya berpikir pekerjaan ini cukup gampang. Sebab, sejauh yang saya perhatikan saat guru atau dosen mengajar, hanya menyampaikan materi yang telah disiapkan sebelumnya. Intinya, kita tahu apa yang akan kita ajarkan, siapkan media dan metodenya, lalu action pada saat yang ditentukan.

Pemikiran saya berubah setelah membaca buku karangan Dr. Howard G. Hendricks, yang berjudul: "Mengajar untuk Mengubah Hidup". Saya pun merasa, apa yang saya lakukan selama kurang lebih satu tahun, jauh dari yang diharapkan. Saya hanya menyampaikan materi ajar, bukan mengajar.

Buku yang ditulis Hendricks itu sebetulnya diperuntukkan buat pengajar sekolah minggu. Namun, menurut saya, isinya bisa digunakan bagi pengajar pada semua level, dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. Toh, kegiatannya sama saja, yaitu MENGAJAR.

Selain buat pengajar, buku ini sangat direkomendasikan buat pelajar. Kenapa begitu ? 

Proses pembelajaran sering kita sebut Proses Belajar-Menagajar (PBM). Kalau diperhatikan urutannya, belajar diletakkan pertama setelah kata proses. Siapa yang belajar ? Belajar tentu saja kegiatan utama dan wajib dari seorang pelajar. Memang, pengajar juga tetap harus belajar. Tapi, pada konteks ini, kita lebih tekankan buat pelajar dulu (Siswa/mahasiswa). Itu artinya, sejak awal pelajar sudah harus belajar sebelum pengajar melakukan tugas mengajar.

Jika pelajar sudah belajar, langkah berikutnya adalah pengajar yang mengajar. Kegiatan ini semakin mudah kalau pelajar sudah mengetahui informasinya terlebih dahulu. Suasana mengajar akan semakin menarik karena terjadi interaksi yang intens antara pelajar dan pengajar. Pelajar bisa menanyakan materi pelajaran yang belum dipahami setelah belajar sebelumnya. Terjadilah diskusi yang pedagogis. Konsep seperti inilah yang diterapkan dalam proses pembelajaran di perguruan tinggi yang disebut Student Centered Learning (SCL), dimana mahasiswa merupakan pusat proses belajar dalam menemukan teori atau pengalaman baru.

Itulah sebabnya pelajar juga perlu membaca buku ini. Jika pelajar memahami proses mengajar yang baik, mereka dapat membantu pengajar dengan bersikap kooperatif selama proses berlangsung. Selain itu, pelajar juga bisa memberi masukan kepada pengajar agar metode yang digunakan cukup efektif.
Buku "Mengajar untuk Mengubah Hidup"
***
Baiklah, saatnya saya menyaripatikan isi buku tadi. Secara umum, isinya berupa hukum-hukum yang harus dilakukan pengajar agar proses mengajar yang dilakukan dapat mengubah hidup pelajar. Bukan sekedar menyampaikan materi yang terdengar garing, dan tidak memberi dampak apa-apa bagi pelajar. Karena dinamakan sebagai "hukum", itu berarti saran-saran berikut ini harus atau wajib dilakukan oleh siapapun yang mengaku sebagai pengajar.

#Pertama, Hukum Pengajar. Hukum pertama ini mewajibkan setiap pengajar itu cakap, tahu banyak hal tentang apa yang diajarkannya. Karenanya, dalam mengajar, Anda hanya mengajar sesuai keahlian yang dimiliki. Kalau paksakan mengajar topik yang bukan keahlian Anda, bisa dipastikan cara penyampaiannya gagap dan sulit dipahami oleh pelajar.

Bukan hanya itu, pengajar juga mesti terus belajar khusus hasil temuan atau riset terbaru yang terkait dengan bidang keahliannya. Terdapat quote yang menarik dari Hendricks mengenai hal ini: "Jika Anda berhenti bertumbuh hari ini, Anda akan berhenti mengajar di kemudian hari" (Hal.19). Kata 'bertumbuh' yang dimaksudkan dalam kalimat tersebut adalah, pengajar selalu meningkatkan kemampuannya lewat berbagai cara, misalnya membaca buku, ikut seminar atau pelatihan, melanjutkan pendidikan, dan sebagainya.

#Kedua, Hukum Pendidikan. Hukum ini sebenarnya sudah disinggung sebelumnya tadi, yang intinya setiap pelajar atau pembelajar mampu dan mau belajar mandiri. Supaya hal itu bisa terjadi, pengajar menciptakan metode atau sistem yang cukup sesuai dengan karakteritik pelajar. Pengajar harus memahami kondisi pelajar, lalu merancang metode pengajaran yang memungkinkan mereka mau dan mampu belajar secara mandiri. Biarkan pelajar menemukan sendiri ilmu atau pengalaman terbarunya. Sebabkan, ilmu dan pengalaman tidak bisa ditransfer, melainkan ditemukan atau dialami secara mandiri.

Mengenai hukum pendidikan ini, Hendricks menasehati kita sebagai pengajar demikian: "Pengajar harus menggairahkan dan mengarahkan pembelajar untuk mandiri, dan sebagai pedomannya, jangan memberitahukan apa-apa yang diajar -dan jangan lakukan apa-apa baginya- agar ia bisa belajar atau melakukannya sendiri" (Hal. 47-48).

#Ketiga, hukum kegiatan. Pada hukum kegiatan, pengajar harus memfasilitasi pembelajar untuk terlibat maksimal dalam setiap kegiatan. Pengajar harus mampu merancang sebuah sistem yang mampu menggerakan pembelajar untuk aktif melakukan suatu tindakan tertentu.

Misalnya, supaya pelajar mampu melakukan pengukuran tekanan darah, kita sebagai pengajar harus menuntun atau mencontohkan caranya. Setelah itu, pembelajar wajib melakukan secara mandiri saat itu juga, dan pada waktu lain secara terus menerus. Itulah teknik yang membuat seseorang dapat menguasai suatu teknik apapun.

Sebuah quote milik J.M. Gregory dan dikutip Hendricks dalam bukunya, sangat cocok dengan hukum kegiatan ini, yaitu: "Pengetahuan tidak bisa dipindahkan dari pikiran yang satu ke pikiran yang lain, seperti halnya kita memindahkan barang, karena pemikiran bukanlah objek yang bisa dipegang atau ditangani. Ide-ide harus dipikirkan ulang, pengalaman harus dialami ulang" (Hal. 66).

#Keempat, hukum komunikasi. Hendricks menegaskan, "Komunikasi adalah alasan keberadaan kita sebagai pengajar"  (Hal. 86). Itu artinya, kemampuan komunikasi merupakan hal yang harus dipelajari terus menerus oleh pengajar. Komunikasi yang efektif merupakan jembatan kokoh yang mampu menghubungan ide pengajar dengan pemahaman pembelajar. Kemampuan komunikasi yang efektif, dapat menggugah semangat pembelajar untuk terus berubah menjadi lebih baik.

#Kelima, hukum hati. Hukum ini mengharuskan kita sebagai pengajar untuk mengajar dari hati. Kita mengajar dengan hati yang gembira dan tulus. Sebisa mungkin pengajar malukan berbagai upaya yang menyentuh hati pembelajar agar ikut terlibat aktif dalam proses pembelajaran. 

Jika hukum itu berhasil dilakukan, maka dipastikan akan berdampak bagi pelajar. Sebagaimana yang ditekankan Hendricks, "Mengajar yang berdampak bukanlah dari kepala ke kepala, tetapi dari hati ke hati" (Hal. 105).

#Keenam, hukum motivasi. Hal yang tidak kalah penting yang dilakukan pengajar adalah memotivasi peserta didik agar segera menyingsingkan lengan baju dan bertindak. Pengajar harus mampu menciptakan suasana agar pembelajar selalu termotivasi. 

Pelajar tidak hanya diharapkan memiliki kecapakan intelektual, spiritual, emosional dan phisycal. Kecakapan motivasi juga diperlukan agar pembelajar semakin efektif dalam mencapai tujuannya. Selain itu, motivasi yang baik juga memungkinkan setiap pembelajar mau mangaplikasi ilmu dan pengalaman yang diperoleh selama belajar dalam kehidupan bermasyarakat. Hendricks mengingatkan hukum motivasi sebagai berikut: "Mengajar cenderung menjadi sangat efektif ketika pembelajar termotivasi dengan tepat" (Hal. 123).

#Ketujuh, hukum kesiapan. Hukum ini mewajibkan kepada setiap pengajar untuk siap secara matang sebelum mengajar.  Selain pelajar atau pembelajar harus siap belajar materi yang akan diterima, tentu saja pengajar harus menyiapkan lebih baik lagi. Kalau tanpa persiapan, bisa dibayangkan pengajar tersebut akan menjadi orang yang bingung dalam kelas. Hal tersebut tentu saja berdampak kepada pelajar yang tidak mendapatkan apa-apa. Tidak mungkin mereka akan berubah pengetahuan dan pengelamannya.

Sebaiknya antara pengajar dan pelajar, sama-sama menyiapkan diri akan materi pelajaran yang akan dibahas bersama. Pengajar dituntut mengetahui lebih banyak sehingga bisa dijadikan tempat bertanya oleh pelajar. "Proses mengajar-belajar paling efektif ketika pengajar maupun yang diajar telah dipersiapkan secara memadai" demikian penegasan Hendricks mengenai hukum terakhir dalam mengajar ini (Hal.143).

***

Demikianlah tulisan kali ini. Sekali lagi saya ingatkan, tulisan ini dimaksudkan untuk mengingatkan diri sendiri supaya lebih baik lagi. Kalau Anda ikut terinspirasi, anggap saja sebagi bonus. Semoga antara pelajar dan pengajar terus bekerjsama dalam menemukan ilmu dan pengalaman baru.

Sumber: Hendricks, G. Howard. 2011. Mengajar untuk Mengubah Hidup. Jakarta: Gloria Usaha Mulia

Posting Komentar

0 Komentar