Beri Makan Ribuan Orang, Masih Sisa 12 Bakul, Mengapa ???

Minggu kemarin (3/8), saya mengikuti misa/ibadat ekaristi di Gereja St. Arnoldus Bekasi. Jika Anda beragama Katolik, saya bisa pastikan, Anda juga mengetahui bacaan Injil yang dibacakan kemarin. Tapi, apabila tidak menyempatkan diri ke gereja, saya perlu sampaikan point bacaan Injilnya. 
 
Bacaan Injil hari minggu kemarin menceritakan mengenai mujizat yang dilakukan Yesus, dimana memberi makan 5 ribu orang hanya dengan bermodalkan 5 roti dan 2 ikan. Hebatnya lagi, makanan tersebut tidak bisa dihabiskan, dan setelah dikumpul sisanya ada 12 bakul.

Mengapa Ada Sisa 12 Bakul ?

Pertanyaan "mengapa sisa 12 bakul ?" ini menjadi sangat menarik untuk dibahas. Banyak cerita yang bermunculan dari cerita Injil tadi. Entalah, apakah itu cerita betulan atau hanya karangan fiktif. Yang jelas, banyak kesimpulan atau asumsi menurut masing-masing orang.

Misalnya saja, pengalaman saya selama kuliah di Kota Kupang-NTT. Entah mengapa, teman-teman kuliah mempunyai asumsi bahwa orang Manggarai -Manggarai itu nama tempat saya berasal-, memiliki kebiasaan makan dengan porsi yang banyak, porsi jumbo, serta jarang menyisakan makanannya. Teman-teman pun, khususnya yang bernama Epy Sedeh, selalu mengejek saya atau orang Manggarai pada umumnya tentang kebiasaan makan yang dihubungkan cerita Injil tadi. Mereka bilang, kenapa saat itu masih sisa 12 bakul ? Jawabannya, karena orang Manggarai tidak hadir saat Yesus mengadakan mujizat tersebut.

Tidak ada (orang Manggarai) yang marah dengan cerita tadi. Malahan ikut tertawa. Teman-teman dari daerah lain lebih puas lagi menertawakan kami. Memang, joke-joke seperti itu sudah dianggap biasa. Kami semua memahami, semuanya itu hanya untuk hiburan, menjalin keakraban antar sesama. Lagi pula, ada juga cerita lucu lain khas masing-masing daerah di NTT.

Asumsi orang Manggarai makan banyak, tentunya belum tentu benar. Namanya juga asumsi, semua orang bisa saja menyimpulkan tidak benar. Faktanya, menurut saya cukup variatif. Saya tidak menutupi kebiasaan kami makan dengan porsi jumbo, seringkali tanpa ada sisa.

Tapi, hal tersebut hanya pada kondisi tertentu saja, dan tidak berlaku bagi semua orang Manggarai. Justru, teman-teman saya tadi yang sering mengolok kebiasaan makan orang Manggarai, bukan main gilanya saat makan. Seringkali saya mengikuti mereka saat menghadiri undangan pesta. Biasanya, nasi menggunung bagaikan gunung Mutis (gunung tertinggi di pulau timor), dipenuhi tumbukan daging dan sayuran di lerengnya. Pokoknya full, kadang-kadang masih bisa tambah lagi jika tuan pesta menawarkan. Jarang sekali mereka menolak untuk menambah. Makanya saya tidak begitu peduli kalau mereka mulai mengejek dengan cerita di atas tadi, toh mereka juga faktanya lebih parah.

Ternyata bukan hanya orang Manggarai

Cerita tentang mengapa ada sisa 12 bakul tadi, ternyata bukan hanya ada di NTT. Banyak versi lain di berbagai daerah. Misalnya saja, saat kemarin saya mengikuti misa, Pastor yang memimpin ibadat ekaristi memiliki cerita versi lain.

Pastor tadi, tidak bertugas di Paroki St. Arnoldus-Bekasi. Beliau hanya sebagai Pastor tamu yang diminta memimpin ibadat ekaristi hari minggu. Dia bertugas di salah satu paroki wilayah Nunukan-Kalimantan Utara. Selain bertamu, beliau bersama tim memiliki tujuan khusus hadir di Bekasi. Katanya, di wilayah mereka melayani umat, kondisi gereja sudah tidak memungkinkan lagi menampung umat yang semakin banyak. Maka dari itu, mereka mencoba meminta sesama umat katolik di berbagai wilayah, termasuk Bekasi, agar bisa menyumbangkan seiklasnya untuk biaya pembangunan gereja di sana. Oh ia, nama Pastor tadi adalah Lukas.

Kembali lagi cerita Injil tadi. Saat Pastor Lukas berkhotbah, beliau juga menyelipkan cerita yang mirip dengan kisah orang Manggarai tadi. Kali ini beliau mengangkat cerita dari wilayah Toba, Sumatera Utara. Menurut penuturan beliau, seringkali melakukan pelayanan ke wilayah tersebut. Pastor Lukas tahu betul kebiasaan masyarakat di sana.

Pastor Lukas berujar, tidak mungkin Yesus bisa buat mujizat tadi di wilayah Toba. Pasalnya, jika dilakukan di sana, maka tidak akan ada kisah adanya sisa 12 bakul. Mengapa itu bisa terjadi ? 

Ternyata, masyarakat di sana memiliki kebiasaan membukus makanan sisa untuk dibawa pulang. Setiap ada hajatan apapun, mereka sering kali menyediakan kantong plastik guna membungkus makanan sisa. Sehingga, bisa dipastikan tidak mungkin ada yang tersisa.

Pembaca, itulah beberapa cerita yang pernah saya dengar berkaitan cerita Injil tersebut. Saya percaya masih banyak versi lain dari berbagai daerah. Jika Anda memiki versi lain, mungkin bisa menceritakannya pada kolom komentar.

Apa pun cerita yang muncul mengenai makan, saya tetap tegaskan, makan itu sangat penting. Kalo tidak makan, mana mungkin kita memiliki tenaga untuk beraktivitas. Tapi, dalam makan-memakan, cobalah makan secara bijak. Maksudnya, masukan nutrisi tidak boleh berlebih atau kurang dari kebutuhan. Usahakan seimbang sesuai kebutuhan tubuh.

Sekali lagi saya tegaskan, makan itu sangat penting. Apalagi makan bersama. Masih ingatkan ? Bagaimana Bapak Jokowi Widodo mampu melakukan negosiasi dengan PKL di Solo, sehingga mereka secara sukarela mau pindah berjualan di lokasi yang ditentukan. Pak Jokowi melakukan pendekatan dengan makan bersama. Jadi, tidak bisa dipungkiri makan itu sungguh penting.
Sekian saja, salam Sejuta Mimpi....!!!
Mari, silahkan makan....

Posting Komentar

1 Komentar