Berawal dari Semolowaru


Berawal dari Semolowaru
Alumni Kos Semolowaru Praja, Kav.8 Surabaya (Ki-ka: Benny, Saver, Rusni, Israfil, Louis)

Setelah lumayan lama berpisah dan sibuk dengan urusan masing-masing, kemarin hari Minggu (12/7) akhirnya bisa berkumpul lagi di rumahnya Kaka Louis Wogeratu; di bilangan Ukitau, Liliba, Kupang.

Dulu, kami berlima pernah tinggal serumah saat mengenyam Pendidikan Ners di FKp Unair, Surabaya. Alamat rumahnya di Jl. Semolowaru Praja, Kavling 8, Kel. Menur Pumpungan, Kec. Sukolilo, Surabaya. Selanjutnya, nama tempat itu akan disingkat Kos Semolo saja.

Kos Semolo ini milik Ibu Dwi Maryuni, seorang perawat di RS Dr. Soetomo, Surabaya.

Kebetulan saat itu Bu Yuni, --begitu sapaannya-- sedang melanjutkan Pendidikan Ners juga, bertemulah dengan rekan seangkatannya dari NTT, di antaranya ada Kak Louis, Benny, Israfil, Rusni, dll.

Saya sendiri baru bergabung setahun kemudian. Mereka angkatan B15, sedangkan saya B16 di jalur aling jenjang FKp Unair.

Israfil pernah bercerita ke saya, saat awal kuliah mereka tinggal di daerah Karang Menjangan. Kos mereka saat itu berlokasi dekat kali. 

Kak Louis menambahkan, di kali yang berwarna cokelat pekat itu lumayan banyak orang yang gemar menangkap ikan, khususnya lele. Kegiatan mereka itu membuat bau dari kali itu menguar sampai dalam kamar kos mereka yang sempit, sumuk, dan berisik. Semenjak tahu dari mana asalnya, Kak Louis berjanji tidak akan pernah makan ikan lele lagi.

Suasana kos yang kurang nyaman itu membuat mereka, kalau tidak salah Israfil, bercurhat dengan teman-teman di kampus. Mereka berharap segera mendapatkan rumah kontrakan yang lebih nyaman.

Keluhan itu akhirnya didengar oleh Bu Yuni. Beliau langsung mengabarkan kalau di rumahnya masih tersedia beberapa kamar kosong yang lumayan lama tidak ditempati orang.

Kos Semolo itu merupakan rumah 2 lantai. Paling atas, dihuni anak kos putri. Sedangkan lantai bawah, tidak ditempati orang, mungkin karena bangunan sudah tua; tampak kurang terawat.

Hanya dengan sedikit pembersihan dan pembenahan sana-sini, akhirnya ada 3 kamar yang lebih layak ditempati. Ketiga kamar itu masing-masing untuk Kak Louis, Kak Benny, dan Israfil. Mereka bertigalah anak kos laki-laki pertama yang diberi kesempatan tinggal di sana.

Kos Semolo ini berada di salah satu gang buntu. Jumlah rumah di gang tersebut tidak banyak; tidak lebih dari 15 rumah.

Ada satu-dua rumah lain di sekitarnya yang dijadikan kos-kosan juga, tapi dikhususkan buat perempuan saja. Bahkan ada yang hanya menerima dengan ketentuan memeluk salah satu agama.

Kos milik Bu Yuni sepertinya lebih fleksibel, tidak membedakan jenis kelamin, agama, suku, ras dan perbedaan lainnya. Inilah salah satu kos multikultural terbaik di Surabaya.

Tahun 2013, saya menyusul ke Surabaya untuk melanjutkan Pendidikan Ners di FKp Unair.

Dari Kupang, saya mengontak Kak Louis dan Kak Benny. Mereka mengarahkan saya untuk datang ke Kos Semolo.

Saya mulai menyewa salah satu kamar di sana sejak masa tes masuk. Saat itu juga, saya merasa tuan kos dan kakak-kakak pendahulu itu menerima saya dengan baik.

Suasananya menyenangkan. Karena berlokasi di gang buntu, kos itu lebih tenang suasananya. Paling tidak, bunyi kendaraan dari jalan utama agar tersamarkan. Tuan kos juga sangat ramah dan baik hati. Singkatnya, saya merasa nyaman tinggal di sana; seperti di rumah sendiri saja.


Setelah lulus tes awal, saya memperpanjang masa sewa kamar. 

Di lantai satu, kamar-kamarnya saling berhadapan; dipisahkan oleh sebuah lorong yang lumayan lebar. Di ruang tengah antar kamar itu ada sebuah meja panjang, tempat untuk makan, diskusi, dan belajar bersama.

Kamar paling Timur ditempati Kak Louis. Sebelah Kanannya ditempati oleh Kak Benny. Setelah itu ada kamar mandi dan WC, kemudian disambung lagi dengan kamarnya Israfil. Ada satu lagi kamar paling ujung, tapi sangat tidak layak ditempati lagi.

Di hadapan kamarnya Kak Louis ditempati anak laki-laki Ibu Kos. Sebelah kanannya ada kamar saya, berhadapan dengan kamar Kak Benny. Kamar lainnya masih dibiar kosong karena kondisinya agak rusak.

Selama saya bergabung, ketiga kakak pendahulu itu memperkenalkan cara hidup bersama di rantauan. Mereka masak dan makan bersama. Apalagi untuk urusan perkuliahan, mereka saling mendukung satu sama lain. Saya pun menyesuaikan cara hidup seperti itu.

Pagi hari, kami biasanya buru-buru ke kampus, sehingga tidak sempat untuk masak dan sarapan di kos. Begitu pula saat jam makan siang, kami lebih sering makan di kantin kampus. Pada malam hari, barulah kami bisa masak dan makan bersama.

Kebiasaan makan bersama itu membuat kami makin akrab, tidak hanya sebagai teman saja, tapi sudah seperti keluarga.

Berbulan-bulan telah kami jalani, datanglah Rusni Tage. Dia sebelumnya tinggal di kos lain yang katanya lebih keren. Tapi, akhirnya dia memutuskan pindah ke Kos Semolo juga.

Dia menempati kamar yang berhadapan dengan kamarnya Israfil. Sebelum ditempati, Bu Yuni harus mengeluarkan banyak biaya untuk merehabnya menjadi lebih layak. Bahkan, kamarnya Rusni itu menjadi kamar yang paling nyaman karena lantainya sudah diperbaharui dengan ubin baru.

Dari kami berlima, Kak Louis paling senior, kemudian disusul Kak Benny. Sedangkan Israfil, Rusni dan saya hanya terpaut satu-dua tahun saja dari sisi usia.

Saat diskusi di meja tengah, biasanya Rusni paling mendominasi pembicaraan. 

Cara bicara Rusni sangat khas. Suaranya tinggi, temponya cepat. Tiap kalimatnya, selalu diselipi makian khas daerah Bajawa.

"Lasu!" kata seru itu selalu keluar dari mulutnya.

Bagi orang yang baru kenal, mungkin akan kurang nyaman dengan kebiasaannya itu.

Bagi kami, itu sudah biasa. Kami anggap umpatan adalah nama akhirnya. Lagian, wataknya yang blak-blakan itu ada baiknya juga.

Kalau di antara kami ada yang melakukan hal yang keliru, dia akan langsung memberi saran, meskipun itu terdengar menyakitkan. 

Di antara kami, Rusni dan Israfil merupakan pasangan yang sering berdebat di meja tengah. Kalau tensinya mulai meninggi, biasanya Kak Louis dan Kak Benny yang akan mengendalikannya. Sedangkan saya, lebih banyak menyimak dan tertawa saja. 

***

Setelah semua lulus Pendidikan Ners. Kami kembali ke Kupang. Setiap kali mau bertemu, kami selalu disatukan kembali di rumah Kak Louis.

Selain karena beliau adalah "orangtua" bagi kamai semua, rumah beliau juga lebih luas dan nyaman buat tempat berkumpul.

Kemarin, saat kami bisa berkumpul lagi, suasananya ramai sekali. Kami bernostalgia kembali dengan masa lalu, tertawa bersama, sambil coba merangkai rencana kegiatan yang mungkin bisa dijalankan bersama nantinya.

Seperti biasa, Rusni selalu berselisih paham dengan Israfil. Kelihatanya seperti Tom dan Jerry, tapi pada akhirnya tetap baik-baik saja.

Keduanya mengaku tadi malam, saat menjadi mahasiswa baru di Poltekes Kupang dulu, Israfil terpilih sebagai Cama Terbaik, sedangkan Rusni Cama adalah Terburuk.

Barangkali rivalitas keduanya tumbuh sejak saat itu. Meski begitu, meski terlihat saling berselisih, keduanya tetap saling mendukung; saling membantu.

Apalagi selama keduanya sama-sama sudah beristri, mereka mengaku sering curhat masalah rumah tangga.

Berawal dari Semolowaru, kami merasa makin menyatu. Mungkin akan banyak kegiatan bersama yang akan kami cetus dan lakukan bersama. 

Tunggu saja kisah selanjutnya...



Posting Komentar

0 Komentar