Laporan penelitian tentang COVID-19 |
Seperti kebijakan universitas
pada umumnya, kemarin Rektor Unair juga mengeluarkan surat edaran yang sama;
pada intinya mengurangi aktivitas yang menciptakan kerumunan di lingkungan
kampus.
Hari ini,
kebijakan itu makin diperjelas lagi oleh masing-masing dekan di setiap
fakultas. Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga (FKp Unair), tempat
saya belajar saaat ini, per hari ini (16/3/2020) juga telah mengeluarkan
keputusan khusus yang sejalan dengan porgram pengendalian Covid-19 dari
pemerintah.
Hal utama yang
diatur, kegiatan perkuliahan; bimbingan penelitian atau penugasan; ujian (UTS),
semuanya dilaksanakan secara daring. Selama kurang lebih 2 minggu ke depan,
sampai 1 April nanti, mahasiswa diminta untuk tidak perlu ke kampus.
Mahasiswa
disarankan untuk menetap di rumah atau kos-kosan masing-masing; tidak melakukan
aktivitas di keramaian; tidak melakukan perjalanan yang tidak perlu.
Meski tidak
tertulis secara jelas, ada juga saran agar sebaiknya mahasiswa tidak pulang
kampung dulu. Apalagi yang berasal dari luar pulau seperti saya. Lebih baik di
Surabaya saja, untuk meminimalkan risiko tertular dan/atau menularkan virus
yang mengakibatkan peradangan paru-paru tersebut.
Sepanjang hari
ini, setelah #JalanPagi, sebagian besar waktu saya gunakan untuk mengerjakan
tugas. Saran belajar atau bekerja dari rumah itu mulai diterapkan.
Selain itu, saya
juga iseng-iseng membaca berbagai penelitian yang dilakukan di China. Kebetulan
tautan hasil penelitian tersebut ditampilan pada situs web WHO, dan bisa
diakses secara gratis.
Memang tampilan
awal hasil penelitian itu menggunakan huruf China yang tidak mungkin bisa saya
baca, seperti yang terlihat di foto. Tapi tenang, Google mempunyai fitur
bantuan yang memudahkan kita untuk menerjemahkan bahasa yang rumit itu dalam
sekali klik.
Selama masa
"belajar dari kos ini" saya akan berusaha meringkas hasil penelitian
yang sekiranya relevan dengan kondisi kita di Indonesia.
Saya meyakini,
cara terbaik untuk menghadapi wabah ini adalah dengan belajar dari orang yang
berpengalaman. China dilaporkan sudah "menang" melawan virus
tersebut. Kita harusnya belajar dari mereka. Apalagi sebelumnya sudah ada
anjuran, "Belajarlah sampai ke nageri China."
Ada satu hasil
studi yang saya temukan, sangat relevan dengan anjuran untuk tidak mudik atau
pulang kampung dulu sementara waktu. Sebab kita yang berdomisili di daerah yang
sudah memiliki orang terbukti poisitif, punya kemungkinan untuk terjangkit,
meski belum menunjukkan gejala apapun (asimptomatik).
Studi ini
dilakukan Yuanying, dkk di Kota Zhengzhou. Mereka melakukan penulusaran epdemi
atau penularan Covid-19 dalam lingkup sebuah keluarga.
Hasilnya
menunjukkan kalau satu orang anggota keluarga sudah terinfeksi (meskipun belum
menunjukkan gejala apa-apa), sudah punya kemampuan untuk menularkan pada
anggota keluarga lain.
Berikut ini
ringkasan kisah kelurga yang terjangkit Covid-19 dari penelitian tersebut.
Pasangan
suami-istri (Kasus A dan B), sebelumnya berkegiatan di Wuhan (lokasi pusat
munculnya Covid-19 pertama kali).
Mereka pulang ke
Zhengzhou dalam kondisi yang sehat pada tanggal 22 Januari 2020. Setiba di
stasiun, keduanya dijemput putra mereka (kemudian terindentifikasi sebagai
kasus C) hingga sampai di rumah dalam kondisi yang baik.
Sesampai di
rumah, mereka tidak pernah melakukan perjalanan ke luar lagi sampai tanggal 1
Februari 2020.
Pada 31 Januari,
kasus A mulai menunjukkan gejala demam dan batuk. Setelah minum obat flu
sendiri, gejalanya sempat hilang. Kemudian 2 Feb, gejala demam timbul lagi.
Kasus B, mulai
timbul gejala yang sama pada tanggal 1 Februari. Sedangkan putra mereka (kasus
C) mulai muncul gejala pada 1 Februari juga.
Ketiganya
kemudian diantar ke RS untuk mendapat perawatan, isolasi dan observasi.
Ketiganya positif Covid-19.
Kisahnya belum
berakhir, mereka masih menularkan lagi kepada kasus D hingga H. Dari semua
kasus tersebut, masa inkubasi atau waktu pertama kali terpapar hingga munculnya
gejala itu bervariasi dari 8 hingga 11 hari.
Dari kasus
tersebut kita bisa belajar, orang yang terlihat sehat saat ini, bisa saja
membawa virus dan mampu menularkan kepada orang lain.
Bila kita
kaitkan dengan anjuran tidak mudik dulu, khususnya yang saat ini tinggal di
Jawa atau daerah yang terindentifikasi ada yang positif Covid-19, tentunya
sangat relevan dan sangat baik untuk diikuti.
Kita yang saat
ini terlihat sehat (tanpa ada gejala flu), bisa saja sudah tertular. Ingat,
masa inkubasi dari studi tadi antara 8-11 hari. Kita ambil waktu terlama saja,
14 hari untuk istirahat di rumah. Kalau selama 14 hari ini kita tidak mengalami
masalah apa-apa, kemungkinan besar kita bebas dari paparan virus tersebut.
Dalam situasi
yang serba tidak pasti ini, sebaiknya tidak pulang kampung dulu. Takutnya
seperti kasus A dan B dalam studi di atas tadi, tampak sehat, tapi ternyata
masih dalam masa inkubasi. Keduanya pun menularkan virus itu kepada putra
mereka, dan diteruskan kepada anggota keluarga lain.
Jadi, setelah
membaca studi di China ini, saya termasuk pendukung anjuran untuk tidak pulang
kampung dulu untuk sementara waktu.
Saya tidak bisa
bayangkan kalau virus yang penyebarannya sangat cepat ini sampai di kampung
kita yang masih terisolir. Di sana, sumber daya kesehatan sudah tentu terbatas,
bagaimana bisa menangani kasus yang banyak nantinya?
Sebagi contoh
saja, di NTT cuma ada 3 RS rujukan Covid-19 sesuai edaran Kemenkes RI; 2 di
Flores dan 1 di Timor. Sedangkan pulau lainnya belum ada. Kondisi NTT sebagai
provinsi kepulauan, akan makin sulit mencapai pusat rujukan yang memadai
tersebut.
Makanya kita
berharap wabah ini tidak sampai di lokasi terpencil, kampung kita tercinta.
Kalau di Surabaya, relatif lebih tenang. Ada begitu banyak RS yang tersedia,
tenaga profesional kesehatannya juga banyak.
Kita bisa
membantu dengan berperilaku taat. Tolong patuhi anjuran pemerintah saat ini.
Ikuti arahan pimpinan kampus atau tempat kerja. Semoga kita baik-baik saja,
Amin....
0 Komentar