![]() |
Foto bersama Mas Arif, salah satu pengelola penerbit Pustaka Saga |
Tahun 2013, saya masuk kuliah di
FKp Unair. Saat ospek di fakultas, ada satu sesi acara yang menghadirkan
seorang mahasiswa berprestasi, lebih tepatnya Ketua BEM Unair pada saat itu
yang bernama: Arif Syaifurrisal.
Dia membagikan
materi yang telah saya buktikan sangat penting bagi pengembangan diri, yaitu
tentang visualisasi mimpi. Ringkasnya, apa yang dia bagikan pada saat itu sudah
saya tulis juga dalam buku: Pada Jalan Pagi yang Sehat, Terdapat Inspirasi yang
Kuat. Tulisan itu saya beri judul, "Perlukan Menulis Impian?"
Setelah acara
ospek itu, saya juga mulai menetapkan mimpi-mimpi masa depan. Setelah
diidentifikasi, ternyata impian saya ada begitu banyak. Akhirnya, ketika saya
membuat blog pribadi, saya namai saja: Sejuta Mimpi. Salah satu mimpi yang saya
tulis saat itu adalah konsisten belajar menulis dan menerbitkan buku.
Setelah acara
ospek itu, saya tidak pernah ketemu lagi dengan Mas Arif. Lima tahun
kemudian...
Tahun 2018
kemarin, saya tiba-tiba kepikiran untuk menerbitkan buku. Dari pada naskah
tulisan saya yang terbit di koran lokal NTT tercecer, kenapa tidak disatukan
jadi buku?
Ide awal itu
terus dipikirkan. Siapa yang menerbitkan tulisan saya yang masih jelek dan
isinya biasa-biasa saja itu?
Tuhan dan alam
semesta rupanya menggiring saya berkomunikasi dengan salah satu rekan Mas Arif,
kebetulan dia juga alumni FKp Unair, Mas Gading Ekapuja Aurizki.
Saya
konsultasikan sama Mas Gading. Ternyata dia bisa bantu mewujudkan ide saya
untuk menerbitkan buku.
Semenjak lulus
kuliah, mereka, -beberapa mantan pemimpin Ormawa di lingkungan unair,
mendirikan usaha penerbitan buku yang dinamai: Pustaka Saga.
Penerbitan
Pustaka Saga ini dipimpin oleh Mas Arif, mantan ketua BEM Unair yang pernah
berbagi pengalaman tentang visualisasi mimpi kepada kami.
Barangkali ini
kita anggap ini sebagai kebetulan, tapi menurut saya, inilah mimpi yang dulunya
hanya divisualisasikan dalam kepala, saat ini mulai benar-benar nyata. Bukan
mimpi lagi.
Bulan Desember
2018 lalu, saya terima terbitan pertama. Memang jumlahnya tidak banyak. Dalam
tempo kurang-lebih sebulan, semuanya laku terjual.
Minggu lalu,
saya putuskan untuk mencetak ulang lagi. Animo teman-teman terhadap buku itu
terus bertumbuh. Satu-dua orang per hari terus bertanya; terus memesan; terus
membeli.
Jujur saja,
awalnya saya ragu buku itu bisa laku. Saya sering berpikir, saya ini siapa
sehingga orang mau beli buku saya?
Ah, mungkin ini
bagian dari cara Tuhan yang tidak mudah saya pahami, intinya, Tuhan dan alam
semesta mendukung mimpi yang pernah saya tetapkan dulu.
Tadi pagi,
selagi masih ada di Surabaya, saya langsung menyambangi kediaman Mas Arif Syaifurrisal.
Saya berpura-pura ingin melunasi biaya cetak buku periode yang kedua. Padahal,
saya sebenarnya ingin bertemu langsung untuk berbagi cerita dan pengalaman.
Saya butuh banyak masukan dari teman-teman yang berpengalaman di bidang
tulis-menulis dan penerbitan.
Mas Arif sosok
yang luwes dan rendah hati. Saya tidak canggung bertanya banyak hal. Dia juga
tampaknya mau berbagi apa yang dia dan teman-temannya lakukan selama ini.
Sesaat
sebelumnya pulang, saya sempat menanyakan perihal nama penerbit. Kenapa namanya
SAGA?
Ternyata
jawabannya mencengangkan sekaligus membanggakan. Nama itu adalah singkatan dari
Satria Airlangga, sebuah julukan bagi anak-anak (mahasiswa) Unair.
Memang semua
punggawa Pustaka Saga itu alumni Unair. Itu yang membuat saya ikut bangga.
Sebagai bagian dari Satria Airlangga juga, saya bangga menerbitkan buku di
Pustaka Saga.
Terima kasih
Tuhan dan alam semesta yang telah mendukung dan mewujudkan mimpi-mimpi saya,
satu per satu....
0 Komentar