Tukang Ganda Obat Dalam Tiga Cerita*

Tukang Ganda Obat Dalam Tiga Cerita
Anggap saja ini ilustasi dari Tukang Ganda Obat

Sebelum memulai cerita I, kita samakan persepsi dulu dengan istilah: Tukang Ganda Obat (TGO). Nama itu dilabeli pada orang atau sekumpulan orang yang kerjanya mempropaganda suatu obat atau produk tertentu yang kadang disebut dengan nama atau istilah khusus lagi, dengan memberi janji yang muluk-muluk. Kata "Ganda" dalam bahasa Manggarai-Flores itu artinya: membual alias tipu-tipu.

Cerita I

Di kampung saya, -Manggarai - Flores, pernah beredar cerita tentang kelakuan para TGO tersebut.

Suatu ketika, datanglah orang asing yang menggendong sebuah tas besar. Dia mengaku sebagai tabib obat-obatan alternatif.

Dengan metodenya yang tidak jelas namun ajaib, tiba-tiba dia menyimpulkan seorang ibu yang baru diperiksanya, akan segera meninggal tiga hari yang akan datang. "Supaya tidak jadi mati, minum obat saya," begitu katanya.

Anak laki-laki dari ibu yang didiagnosis akan meninggal dunia 3 hari lagi itu tidak menerima dengan baik. Dia ambil parang yang baru saja diasah, lalu menuding ke leher si TGO, dia bentak-bentak, "Woe, babi! Sebelum ibu saya meninggal, lebih baik saya kasi mati kamu. Sekarang kamu akan kami tahan di sini, kalau 3 hari kemudian ibu saya tidak meninggal, kepala mu yang akan putus."

Melihat parang yang mengkilat, Si TGO mulai ketar-ketir. Mulai menangis sesenggukan, minta maaf berulang-ulang.

Saat itu, orang di kampung masih sangat sabar. Si TGO itu dibiarkan pergi. Tidak satu pun obat yang dibeli. Satu bulan kemudian, ibu yang didiagnosis akan meninggal dalam waktu 3 hari, tetap sehat walafiat.

Cerita II

Dulu, semenjak SMA, saya sering diajak teman untuk berjualan obat MLM. Katanya biar cepat kaya. Saya tolak secara halus, "Kita sekolah baik-baik saja dulu, siapa yang percaya omongan kita yang masih SMA?"

"Tapi ini untuk cepat kaya, Bro."

"Kalau kita cepat kaya, siapa yang bertugas jadi orang miskin?" Saya menjawabnya dengan bercanda. Sebenarnya saya tidak mau ikut jualan obat tidak banyak alasan-alasannya. Pokoknha tidak mau saja.

Saat kuliah, lagi-lagi ada kawan yang menawarkan bisnis. "Mau ikut bisnis ko, Bro?"

"Bisni apa?" Saya begitu antusias waktu itu. Kebetulan saat itu saya masih rakus merokok dan minum sopi, makanya butuh banyak uang. Kiriman dari orang tua dirasa selalu kurang.

Begitu dia bilang bisnis obat/suplemen kesehatan dengan iming-iming cepat kaya, saya tolak mentah-mentah. Karena teman yang ajak ini cukup akrab dengan saya, maka saya bebas memakinya, "Heh, lasu, orang datang suruh kuliah baik-baik, sampe sini lu malah jualan obat."

Dia bersungut-sungut dan menyumpahi saya hidup miskin selamanya. Saya tidak peduli. Coba kalau dia ajak memberi penyuluhan kesehatan pada masyarakat supaya hidup sehat, kalau sakit menggunakan fasilitas kesehatan terpercaya, dst., barangkali saya berada di garda depan. Saya tidak sudi jadi TGO karena mengingat cerita pertama di atas.

Cerita III

Saya ada langganan ayam bakar di Penfui. Masakannya enak sekali dan lumayan murah. Saya menjadi pelanggan setianya sejak lama.

Baru-baru ini, dia datang ke rumah. Bawah sebuah buku tebal. Dia menjelaskan saya tentang penyakit jantung koroner. Setelah itu, dia tawarkan beberapa obat yang katanya terbuat dari bahan herbal, tidak ada efek samping, bisa menyembuhkan penyakit jantung.

Saya berusaha sopan, karena orang itu lebih tua. Saya hanya katakan, "Beri waktu untuk saya pelajari. Kalau sudah ada uang, pasti saya telepon," begitu janji saya supaya dia tidak memperpanjang lagi propagandanya.

Setelah itu saya coba korek-korek infrmasi tentang dirinya. Ternyata dia lulusan ekonomi. Dia lupa menanyakan tentang pendidikan saya.

Dalam hati saya merintih, "Tuhan, kenapa yang lulusan ekonomi mengajari lagi lulusan perawat tentang kesehatan?"

Semenjak saat itu, saya tidak lagi memesan ayam bakar di warungnya. Kalau dia telepon, saya biarkan mati sendiri. Padahal, dia beberapa kali menjanjikan kekayaan bila mengikuti bisnis tersebut.

Saya tolak! Menjadi kaya dengan cara yang tidak benar; tidak sesuai dengan hati nurani, rasanya lebih tersiksa.

Sebenarnya masih ada cerita ke-IV. Kali ini saya ditawari oleh sesama tenaga kesehatan (nakes) untuk berbisnis jualan obat. Lagi-lagi menjanjikan kekayaan. Saya tetap menolak. Alasannya anda bisa baca pada tautan berikut ini: http://ww38.horizondipantara.com/horizon/literasi/ketika-nakes-jadi-tukang-ganda-obat/?fbclid=IwAR0IYZYd4IYQDR1rgaBCapdqEHNUILafnB5-sq3DlI9xVFQnc-5kaY2O7Us

 (*Tulisan ini sebelumnya tayang di Facebook tanggal 17 November 2018)


 


Posting Komentar

0 Komentar