Semua Mau Jadi Pemimpin, Terus Siapa yang Jadi Pengikut?*

Semua Mau Jadi Pemimpin, Terus Siapa yang Jadi Pengikut?
Sup Mie dan Bunga Pepaya

Sambil menahan lapar, saya menyalakan tv, menyetel volume suara paling keras, lalu ke dapur menyiapkan makan malam.

Tidak banyak pilihan yang ada di dapur. Saya coba membuat sup bunga pepaya dipadu dengan mie instant. Sebuah perpaduan yang tidak biasa. Pahit pepaya yang biasanya tidak disukai dan gurihnya mie instant yang paling banyak disukai, kini menyatu dalam wajan bersama air. Bagaikan pasangan kekasih yang baku marah, tapi tidak saling bicara.

Dari ruang tengah, tv tidak henti berpidato. Saya mendengar suara perempuan yang melaporkan sebuah lembaga negara yang dinilai kurang bermanfaat. Lembaga itu ada, tapi fungsinya tidak jelas. Kalau lembaga itu tidak ada, bangsa kita akan baik-baik saja.


Sup bunga pepaya dan mie tampaknya sudah matang. Saya cecap sedikit, pahit tapi tetap menimbulkan kesan nikmat. Inilah komposisi masakan yang jarang dibuat orang selama ini.

Sambil menikmati rasa pahit, saya terus bertanya kenapa lembaga negara yang disinggung dalam tv tadi dibentuk, padahal tidak ada manfaatnya.

Saya teringat pada masa awal berkuliah dulu. Di kampus maupun lingkungan tinggal mahasiswa, ada begitu banyak organisasi. Bentuk dan besarnya sangat bervariasi. Dengan bangga saya ikuti beberapa memang.

Sejak awal, kami diberi keyakinan bahwa setiap orang sejatinya merupakan pemimpin.

"Masa depan bangsa ada di pundak kalian!"

"Kalian adalah pemimpin masa depan!"

Masih banyak kalimat indah lainnya yang terlontar, pada intinya setiap orang bisa jadi pemimpin.

Luar biasa! Kami berpacu mengikuti banyak organisasi dan berharap menjadi pemimpin di sana. Minimal masuk dalam susunan badan pengurus. Bila tidak diberi kesempatan, bentuk organisasi baru. Belum juga jadi pengurus, bentuk ikatan lain.

Begitu hampir selesai kuliah, curiculum vitae yang ditulis sangat panjang. Lihat pengalaman organisasinya. Pernah jadi ketua di Badan A; sekretaris di lembaga B; bendara di Ikatan C; sie konsumsi di perkumpulan D; seksi repot di aliansi E; serta masih panjang daftarnya.

Terkesan hebat. Tapi, bila kita cek kegiatan di berbagai organisasi itu, hampir nihil. Kegiatannya cuma pembentukan atau pemilihan pengurus yang disertai pelantikan, lalu melempem tanpa ada kegiatan yang bermanfaat.

Anak muda dengan CV yang panjang-lebar itu pun sangat percaya diri untuk mengejar posisi pemimpin pada level yang lebih tinggi. Begitu seterusnya, tapi tidak menyadari apa sebenarnya yang bisa dilakukan buat orang lain atau bangsa ini.

Kenapa tidak ada yang mengajak kita menjadi anggota saja atau orang yang dipimpin? Menjadi pemimpin itu baik, tapi pemimpin tanpa orang yang dipimpin itu pemimpi.

Sudahlah! Posisi jadi pemimpin itu terbatas. Kalau kita tidak sempat, jadilah pengikut yang baik. Dukung pemimpin yang ada agar tujuan bersama bisa dicapai. Kalau kita malah berupaya membentuk organisasi baru agar sempat jadi pemimpin, risikonya semua jadi mubazir.

Sup pepaya dan mie instan sudah habis. Hanya menyisakan sedikit rasa pahit di langit-langit belakang rongga mulut. Nikmati saja. Rasa pahit yang terus diakrabi, lama-lama terasa gurih juga...

(*Tulisan ini sebelumnya tayang di Facebook tanggal 24 Juli 2018)


Posting Komentar

0 Komentar