Meramal Penataan Masalah Kesehatan di NTT*

Meramal Penataan Masalah Kesehatan di NTT
Potongan koran yang memberitakan tentang hasil debat cagub NTT 2018

Saya menyesal tidak mengikuti jalannya debat terakhir Cagub-Cawagub NTT semalam. Dan rasa sesal itu baru muncul setelah membaca tulisan di media sosial dari teman-teman yang mengikuti acara debat tersebut. Dari sekian banyak catatan, semuanya membahas tentang masalah pendidikan. Ada baiknya saya juga turut beropini khusus topik kesehatannya.

Pagi ini saya berusaha mencari koran biar bisa membaca ringkasan penting tentang debat semalam. Di koran, ulasannya malah lebih banyak menyinggung tentang rancana kerja bidang kesehatan. Apakah visi-misi atau rencana kerja dari masing-masing paslon terkait masalah kesehatan sudah memuaskan? Mari kita simak beberapa poin berikut.

Pertama, ada paslon yang berjanji akan menyediakan fasilitas transportasi bagi dokter supaya bisa mengunjungi pasien sampai ke pelosok daerah. "Bukan pasien yang mengunjungi dokter, tapi dokterlah yang mendatangi rumah pasien," kira-kira begitulah inti konsep salah satu paslon.

Kemudian ada paslon lain yang berjanji akan menyekolahkan dokter sebanyak-banyaknya. Ringkasnya, bagi paslon-paslon kita, masalah kesehatan itu paling utama urusannya dengan dokter.
Mungkinkah itu bisa dilakukan?

Kedengarannya mungkin sangat baik. Masyarakat akan menganggap program ini sangat pro-rakyat. Sakit sedikit, dokter datang. Mudah sekali, ya?

Mari kita ikuti ilustrasi kasus berikut:

Misalnya di Baumata Barat dilaporkan ada sekelompok orang yang batuk berdahak lebih dari dua minggu, panas tinggi dan nafsu makan menurun sehingga mereka makin kurus.

"Kirim dokter, pakai kendaraan khusus," perintah dari atasan.

Sampai di sana, dokter mulai mengkaji masalah pasien tersebut. Ringkasnya, dokter menduga pasien terinfeksi kuman TB. Tapi, harus dipastikan dulu, apakah benar ada kuman TB pada paru pasien tersebut?

Apakah dokter bisa melakukan pemeriksaan (dahak) itu? Belum tentu. Pertama, dia tidak mempunyai alat dan bahannya. Kedua, dia tidak fasih melakukan pemeriksaan laboratorium. Jadi, untuk keperluan itu, dokter membutuhkan fasilitas laboratorium sekaligus dengan petugas atau ahlinya.

Bila hasil pemeriksaan dahak belum meyakinkan, biasanya salah satu pemeriksaan penunjang lain yang bisa dilakukan adalah foto rongent dada. Apakah dokter bisa membawa fasilitas foto rongent sekaligus dalam sekali kunjungannya?

Ilustrasi kasus di atas, mudah-mudahan menyadarkan kita agar tidak 'dokter-oriented' dalam penanganan masalah kesehatan. Dokter itu bukan segala-galanya. Mereka buka dewa. Ada banyak profesi kesehatan lain yang begitu penting dalam menunjang pekerjaan mereka. Ada banyak alat-alat teknologi kesehatan yang memudahkan pekerjaan mereka.

Kalau kita hanya kirim dokter, yakin masalahnya beres kalau tanpa profesi kesehatan lain dan alat pemeriksaan penunjang?

Tolong pikir baik-baiklah. Jangan hanya karena bernafsu jadi gubernur, Anda menjanjikan hal-hal yang muluk.

Saya sangat menyesal bila calon pemimpin kita hanya mengenal dokter. Ini bahaya. Bila itu terjadi, maka kebijakan atau peraturan mereka hanya fokus memanjakan dokter. Sedangkan profesi kesehatan lain dibiarkan merana.

Padahal, masalah kesehatan itu sangat kompleks. Tidak ada satu dokter pun yang mengetahui segalanya. Mereka butuh perawat, bidan, tenaga farmasi, laboran, nutrisionis, fisioterapis, dan masih banyak lagi.

Bila pemerintah hanya memperhatikan dokter, profesi lain tidak akan bekerja maksimal. Padahal, dalam melayani pasein, semua profesi kesehatan ini saling berkolaborasi, bekerjasama menyembuhkan pasien. Tidak ada yang lebih dominan. Semua memiliki peran sesuai wewenang masing-masing. Kalau mereka tidak berkolaborasi dengan baik, jangan harap masyarakat mendapat pelayanan kesehatan yang baik.

Pemerintah mestinya memastikan dan memfasilitasi semua profesi kesehatan itu untuk berkolaborasi dengan baik. Semalam, tidak ada satu pun paslon yang memikirkan hal ini.

Kedua, sangat sangat setuju dengan paslon yang berencana mamantapkan pelayanan di fasilitas kesehatan tingkat dasar mulai dari posyandu, pustu dan puskesmas.

Ingat, fokus pelayanan kesehatan kita adalah melakukan upaya promotif dan prefentif tanpa mengabaikan tindak kuratif dan rehabilitatif.

Kegiatan promosi dan pencegahan masalah kesehatan lebih banyak dilakukan pada faskes tingkat dasar. Masyarakat diedukasi dan dimotivasi untuk menjalankan hidup sehat. Terapkan GERMAS (gerakan masyarakat hidup sehat). Germas memungkin masyarakat selalu sehat dan produktif. Bila sakit, maka dirujuk ke pusat pelayanan yang lebih memadai, baik dari sisi tenaga kesehatan maupun alat atau fasilitas penunjang lainnya.

***

Membaca kesimpulan debat semalam, khususnya tentang kesehatan, membuat saya pesimis kita akan mendapat pelayanan kesehatan yang baik.

Saya meramalkan, kualitas pelayanan kesehatan akan berjalan di tempat, bahkan bisa mundur. Semakin jelek. Kenapa begitu?

Saya mengamati sistem perekrutan tenaga kesehatan (kontrak daerah) di beberapa rumah sakit pemerintah di NTT selama ini berlangsung misterius. Kenapa misterius?

Karena tidak ada informasi terbuka bagi masyarakat umum. Tiba-tiba saja terdengar ada beberapa orang yang dipanggil wawancara, lalu ditetapkan sebagai tenaga kontrak.

Sistem seperti itu sarat dengan nepotisme. Kalau mau fair dan mau mendapatkan tenaga kesehatan yang berkualitas, buat rekrutmen terbuka. Pasang iklannya di media massa, supaya semua putra-putri terbiak NTT bisa melamar. Dan yang terbaiklah yang diterima. Jangan diam-diam saja.

Saya yakin, model seperti ini akan terus terjadi. Sistem demokrasi kita membutuhkan biaya yang banyak. Setiap paslon butuh sokongan dana dan tenaga yang besar selama kampanye. Maka, terbentuklah tim sukses. Begitu paslon itu menang, kepentingan tim sukses itulah yang diutamakan, bukan kepentingan umum.

Termasuk dalam bidang kesehatan. Bila ada kebutuhan tenaga kesehatan baru, makan tim sukses mulai "menitipkan" anak, keponakan, serta keluarga lainnya agar bisa diterima sebagai pegawai.

Bila itu terus terjadi, masihkah kita mengharapkan pelayanan kesehatan terbaik? Preeetttt...

(*Tulisan ini sebelumnya tayang di Facebook tanggal 24 Juni 2018)



Posting Komentar

0 Komentar