Kere Aktif*

Kere Aktif
Selfi bersama pengusaha sepatu, Mas Rizki


Setelah perhatikan gambar ini, tentukan pilihan, mana yang paling genteng, sebelah kiri atau kanan?

Ah, itu tidak penting. Sebab saya tahu jawabannya, pasti Anda kompak mengatakan yang sebelah kiri. Betul, toh?

Saya juga merasakan hal yang sama. Tapi, ganteng saja tidak cukup. Dia juga sangat kreatif. Beda dengan saya yang sudah kurang ganteng, kere-aktif lagi. Saya kalah banyak pokoknya.

Baiklah, saya perkenalkan siapa dia. Sebagaimana Anda ketahui, selama ini saya sangat jarang memajang foto selfie dengan siapapun. Kalau hal itu saya lakukan, itu artinya ada hal yang tidak biasa.

Iya, dia adalah salah satu narasumber dalam acara #KombetKreatif di Kota Kupang yang diselenggarakan oleh #TempoInstitute bersama Badan Kreatif (BeKraf) Nasional. Acaranya dimulai hari ini (9/10), bertempat di Aula Rumah Jabatan Walikota Kupang.

Namanya Rizki. Asalnya dari Bandung. Dulu dia kuliah di ITB jurusan Geologi. Lalu, apa pekerjaannya sekarang?

Sekarang dia malah menekuni bisnis sepatu, khususnya sneakers. Dia mengaku kalau Geologi itu bukan passionnya. Tapi, dia tetap menyadari kalau kuliah itu penting; kuliah itu membuatnya jadi pembelajar sejati. Setelah kuliah, dia tetap terus belajar dari lingkungannya.

Setelah kuliah, dia belajar bisnis sepatu di salah satu unit usaha sepatu dengan merek terkenal di Bandung, sepatu Brodo. Pasti Anda kenal bila sering belanja, khususnya mencari koleksi sepatu terbaik buatan dalam negeri.

Setahun belajar di Sapatu Brodo, dia memutuskan membuka usaha sendiri. Dia mulai membangun jaringan dengan teman-temannya, merancang konsep usaha bersama, lalu berani mengeksekusi ide-ide tersebut.

Apa yang mereka lakukan?

Mereka fokus membuat sneakers (sepatu olahraga atau untuk acara santai) dengan merek NAH Project. Sebelum sepatunya jadi, mereka menceritakan prosesnya di medsos. Teknik bercerita itu sering dikenal story telling.

Mereka bercerita cukup terperinci, secara bertahap. Mulai dari design yang akan dibuat, bahan baku yang dipakai, bahkan termasuk harga-harga dari bahan dasar untuk membuat satu sepatu diceritakan secara lugas. Mereka berusaha konsumen paham kenapa harga yang mereka jual seperti itu. Ada alasan-alasan yang dikemukakan.

Dampaknya luar biasa. Konsumen sasaran mereka yang sering memantau medsos mereka mulai tertarik. Konsumen tertarik dengan cerita bagaimana satu sepatu bisa dibuat. Dan mereka akhirnya menunggu informasi, kapan sepatu yang diceritakan itu jadi.

Pengalaman yang menakjubkan, salah satu produk mereka yang dibuat khusus edisi Asian Games 2018 kemarin, 300 pasang sepatu ludes terpesan secara online dalam waktu 2 menit. Dua menit alias 120 detik.

Artinya apa? Penggemar sepatu mereka sudah tertarik sejak awal diumumkan rencana pembuatan sepatu. Mereka memantau terus menerus informasinya. Begitu diluncurkan, tanpa buang-buang waktu, mereka gesit memesan. Ini barang limited edition.

Sepatu NAH Project makin moncer dikenal khalayak saat produk mereka dipakai oleh Presiden Jokowi saat upacara perarakan obor Asian Games. Hingga saat ini, produk mereka terus ditunggu oleh para penggemar yang selalu menantikan informasinya di medsos.

***

Saat Mas Rizki menceritakan (story telling) tentang perjalanan bisnisnya itu, puluhan peserta yang hadir tampak takjub. Semuanya diam saat Rizki bicara. Begitu diberi kesempatan bertanya, banyak sekali peserta yang antusias.

Banyak sekali pelajaran dari pengalaman yang dikisahkan Rizki. Kami belajar tentang proses kreatif mengenalkan produk kepada konsumen; kami belajar memahami apa yang dibutuhkan konsumen; kami disadarkan kalau bisnis itu bukan tentang diri pebisnis itu sendiri, melainkan tentang perhatian pada kebutuhan konsumen.

Kami mulai menyadari, salah satu teknik marketing terbaik saat ini adalah story telling. Kami semua (peserta) bersemangat belajar teknik strory telling tersebut. Hari ini kami hanya diberi konsep umumnya saja. Esok baru narasumber paparkan lebih detil lagi tentang cara menulis story telling yang baik.

Sebagai orang yang masih kere-aktif, tentu saja saya bersemangat mengikuti workshop ini. Saya bersyukur, walaupun kere, saya tetap aktif untuk terus belajar. Ada baiknya juga status kere-aktif ini, supaya sadar kalau belajar itu tidak ada batas waktunya. Yah..., siapa tahu suatu saat nanti tertular kreatif seperti Mas Rizki, dkk.

Salam kreatif...


(*Tulisan ini sebelumnya tayang di Facebook tanggal 9 Oktober 2018)


 


Posting Komentar

0 Komentar