![]() |
Saudara Anselmus Wara, salah satu ODGJ yang berhasil pulih berkat pendampingan KKI |
Saat #SeminarIPkJIProvNTT kemarin, salah satu tugas saya adalah mangantar mic
kepada peserta yang hendak bertanya.
Setelah
memberikan alat bantu pengeras suara itu kepada salah satu peserta, saya
mengedarkan pandangan ke sekeliling. Siapa tahu ada yang menarik di radius
satu-dua meter.
Perhatian saya
kembali tersedot ke penanya saat dia memperkanalkan diri, "Nama saya
Anselmus Wara." Saya ingat nama ini, banyak dikisahkan oleh Pater Avent
Saur dalam bukunya yang berjudul Belum Kalah.
Benar, dia
sendiri yang memastikan keraguan dalam benak saya. Dia tegas menyampaikan,
"Saya adalah mantan pasien ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa)."
Peserta seminar
sontak bertepuk tangan. Saya perhatikan semua mata tertuju pada Kaka Ansel.
Orang yang duduk di depannya sampai-sampai menoleh. Saya juga tentu saja makin
serius menyimak apa yang dia bicarakan atau tanyakan pada narasumber.
Tangan kanannya
menggengam mic, terlihat sangat erat. Tangan kirinya memegang sebuah buku
catatan ukuran sedang dan sebuah balpoint terapit di belakang. Saya perhatikan
kedua tangannya sempat gemetar, tapi tidak berlebihan dan tidak lama. Setelah
menyampaikan 2-3 kalimat, dia semakin tenang saat berbicara.
Saya coba
perhatikan buku catatan yang dipegangnya, halaman di hadapannya dipenuhi
tulisan. Dia sudah menuliskan hal-hal penting selama seminar untuk ditanyakan
pada narasumber.
Pada sesi
pertama, dia keluhkan soal pelayanan kesehatan jiwa yang tidak terjangkau
sampai daerah-daerah terpencil. Sesuai pengalamannya, dia pernah tidak
mendapatkan obat khusus ODGJ saat berkunjung di salah satu puskesmas Ende.
Karena itu dia mengusulkan kepada pemerintah (lewat narasumber dan panitia
seminar) agar serius memperhatikan ODGJ. Setiap puskesmas hendaknya menyediakan
juga pelayanan kesehatan jiwa, sehingga pasien-pasien di pelosok tidak harus
berobat jauh hingga ke Kupang.
Setelah dia
bertanya, saya menerima kembali mic darinya dengan tangan kiri, sedangkan
tangan kanan disodorkan untuk berjabat tangan. Dia antusias menyambut tangan
saya, lalu dengan durasi waktu yang super singkat itu saya hanya bisa
mengatakan, "Saya sudah membaca kisah Kaka Ansel di bukunya Pater Avent.
Luar biasa!"
Pada seminar
sesi kedua, Kaka Ansel kembali mengancungkan tangan untuk bertanya. Saya makin
kagum dengannya. Pada kesempatan kedua inilah saya berusaha memanfaatkan
kesempatan untuk selfie diam-diam sementara dia bertanya. Hasilnya seperti yang
Anda lihat sekarang.
Kesan saya,
Saudara Ansel ini sangat tekun menyimak dan juga mencatat hal-hal penting
selama seminar. Kedua, dia berani dan percaya diri untuk bertanya. Ketiga,
-menurut saya- isi pertanyaannya sangat relevan dengan apa yang sedang
dibicarakan. Dia sangat kritis.
Dalam sebuah
seminar, orang seperti dia itu jumlahnya tidak banyak. Kadang orang hanya
datang-duduk-diam, lalu pulang. Saya jadi tidak percaya kalau dia itu mantan
ODGJ. Tidak ada tanda-tanda sedikit pun.
Padahal, bila
memperhatikan foto yang ditunjukkan Pater Avent saat seminar, kondisi Kaka
Ansel sangat parah pada awalnya. Dia hanya tidur terlentang, dengan kedua kakinya
dipasung sebuah balok besar. Dia hanya tertidur satu posisi selama
bertahun-tahun. Pergerakannya terbatas. Jarang mendapatkan makan dan minum.
Tidak heran bila otot dan lemak tubuhnya terkuras. Hanya terlihat tonjolan
tulang dibalut kulit tipis.
Bila kita
membaca lebih lengkap kisahya di "Belum Kalah," kakinya yang
dikerangkeng oleh balok besar itu sempat menimbulkan borok yang besar.
Kedalaman lukanya hampir bersentuhan dengan tulang.
Kondisi separah
itu, bila dianalisis dengan ilmu medis, bisa jadi disimpulkan: Tidak ada
harapan lagi.
Tapi, itu tidak
berlaku bagi Pater Aven bersama komunitas yang dibentuknya, Kelompok Kasih
Insanis (KKI) Peduli ODGJ. Mereka lakukan perawatan awal dengan memberi
penguatan mental, memenuhi kebutuhan dasar: makan, minum dan kebersihan tubuh.
Selanjutnya melakukan advokasi kepada tokoh masyarakat dan adat setempat,
pimpinan gereja, dan pemeritah.
Singkat cerita,
Kaka Ansel diijinkan lepas pasung. Kemudian dia dipulihkan kondisi fisik dan
jiwanya. Hal itu dilakukan dengan dengan sabar selama bertahun-tahun. Hasilnya
seperti yang kami lihat kemarin, sangat sehat. Dia hanya menyisakan sedikit
kecacatan di pergelangan kakinya. Rupanya balok pemasung yang dulu telah
merusak otot pergelangan kakinya secara permanen. Tapi, itu bukan lagi menjadi
masalah baginya. Dia terlihat menerima dirinya dengan penuh syukur.
Bila kita mau,
kita semua mampu menolong orang belum kalah ini menjadi pemenang dalam
hidupnya.
0 Komentar