![]() |
Sedang membaca "Sastrawan Salah Pergaulan" |
Saya selalu kagum dengan penulis idola saya, Puthut EA.
Saking piawainya menulis, apa pun yang akan dikisahkannya selalu menarik.
Buku teranyarnya "Sastrawan Salah
Pergaulan" menjadi salah satu bukti, kisah remeh-temeh dengan beberapa
kenalannya bisa menjadi hal yang istimewa.
Sebagian besar cerita yang termut dalam buku
itu, pernah ditayangkan di halaman FB-nya. Meski hanya pindah bentuk jadi buku,
tetap saja laris. Nama penulis, sudah menjadi jaminan mutu.
Isi cerita dalam buku SSP ini, tidak jauh
beda dengan novel "Para Bajingan yang Menyenangkan." Sama-sama
mengisahkan hubungan dengan para sahabat yang kental dengan guyonan,
kekonyolan, dan kesetiakawanan.
Buku SSP ini mengisahkan beberapa nama,
seperti Unggun alias Katolik, Andy Eswe, dan Kromoleo. Seperti biasa, setiap
tokoh, digambarkan sangat menarik. Keanehan para tokoh itu membuat pembaca,
khususnya saya, ingin terus mengetahui nasib sial apa lagi yang akam terjadi
padanya. Etah kenapa, membaca kisah kesialan orang lain itu begitu nikmat...
Saya sebenarnya agak sangsi, apakah kisah
itu kejadian nyata atau rekaan belaka? Sulit dipastikan. Saya pernah bertanya
langsung sama Mas Puthut saat acara diskusi di Surabaya, tidak ada jawaban yang
terang.
Khusus cerita tentang Andy Eswe, sampai
sekarang kadang masih berlangsung di dinding medsos mereka. Saya perhatikan,
respons Andy Eswe nampaknya biasa-biasa saja. Dalam artian tidak tersinggung
berat, padahal isinya lumayan merendahkan dirinya.
Belajar dari kisah-kisah tersebut, sore ini
saya juga ingin berbagi cerita tentang sahabat saya, Jenn Warat. Suatu waktu, dia
berkunjung ke rumah saya di Kupang. Malam itu, kami sama-sama membaca novel
PByM. Dia yang membaca, lalu kami terbahak bersama-sama. Menurut kami,
kenakalan yang dikisahkan dalam novel itu, tidak beda jauh dengan yang kami
lakukan dulu. Itulah makanya saya berani menulis tentang Jenn, sebab saya
yakin, dia tidak mungkin tersinggung. Dia sudah paham latar belakangnya.
***
Saya bertemu pertama kali dengan Jenn, sudah
lebih dari 15 tahun yang lalu.
Sore itu, saya bersama teman-teman hendak
mandi di saluran Wae Sesap; di depan SMAK Sta. Familia Wae Nakeng.
Belum sempat buka celana dan mencebur ke
selokan, seorang teman mengajak, "Bro, itu di sana ada Jenn Wanggu. Kita
pergi minta rokok."
Sebelumnya saya sudah mendengar cerita
tentang Jenn di asrama maupun di sekolah. Namanya dibicarakan banyak orang.
Padahal, saat saya masuk sebagai mahasiswa
baru di sana, Jenn sudah pindah sekolah ke Ruteng. Meski dia sudah keluar
sebelum waktunya, namanya begitu abadi di mulut banyak orang. Khususnya teman
seangkatan.
"Dulu kami sering panggil dia: Jenn
Tepo," cerita seorang yang mengaku teman dekatnya.
Saya penasaran, sebab "tepo" dalam
bahasa Manggarak artinya patah. Temannya itu menjelaskan sangat detail.
Menurut temannya itu, Jenn dulu termasuk
anak yang senang tidur (bahasa halus untuk tidak mengatakan malas ke sekolah).
Ajiabnya, meski hawa di Lembor sangat panas,
dia tetap mengenakan jaket dan selimut tebal saat tidur. Dia tidak merasa gerah
sama sekali. Padahal, sebagian besar orang mengeluh susah tidur karena sering
keringatan.
Entah kenapa, mungkin karena keseringan
tidur, dia merasa oleng dan jatuh dari tempat tidur bertingkat. Jaraknya
sekitar 1,5 meter, mulut lebih dahulu menyetuh lantai.
Bukk!!! Begitu dicek, rangkaian gigi depan
hancur tidak beraturan. Giginya patah. Dan sejak saat itulah, nama Jenn Tepo
sangat berkibar di seputar area Wae Sesap, Wae Sele, dan wilayah lainnya.
Sore itu, saat kami bersalaman, dia meyambut
dengan senyuman ramah. Ketika itulah, saya membuktikan sendiri, memang gigi
serinya patah tidak beraturan.
Saya mau ketawa, tapi ditahan kuat-kuat.
Saat itu dia memang bungkusan Marlboro merah, kalau sampai dia tersinggung,
bisa-bisa tidak dapat rokok gratis sore itu. Sekadar informasi, saat itu saya
masih berstatus perokok berat.
Sambil menikmati rokok gratisan itu, kami
mulai bercerita. Saya lebih banyak mendengarkan, ada berapa teman saya yang
sudah sangar akrab dengannya. Dari caranya bercerita yang membangkitkan tawa,
saya langsung memasukkannya dalam daftar orang yang layak didekati.
Hari makin malam, saat itu Jenn rupanya
sedang berbaik hati. Dia mengajak kami berpindah ke sebuah kios di Wae Nakeng.
Di sana kami bisa memesan makan apa saja, termasuk minum sopi dan rokok
sepuasnya. Berkali-kali Jenn membuka dompet untuk menebus semuanya. Waktu itu
kami adalah anak asrama yang sangat kere, begitu melihat Jenn yang
menghamburkan uangnya, kami melihat dia seperti penyelamat.
Malam itu kami mabuk, kenyang, puas. Setelah
itu berpisah, dan saya selalu mengingat Jenn sebagai orang yang sangat baik.
Karena kami sekolah di kota yang berbeda,
hampir jarang ketemu lagi dengannya. Meski begitu, namanya tetap dikenang
banyak orang. Saya termasuk menganggapnya sebagai orang yang baik hati.
Waktu berlalu, tahun 2009 saya sudah
berkuliah di Kupang. Waktu itu, tanpa sengaja saya ketemu lagi dengan dia yang
berencana kuliah di Kupang juga.
Kami sempat sama-sama mencarikan kampus dan
jurusan yang cocok buatnya. Awalnya mau belajar teknik informatika, eh, begitu
saya cek lagi setelahnya, dia sudah mendaftar di jurusan teknik arsitektur.
Saat itu, dia mengubah nama profilnya
menjadi Jenn Warat. Saya merasa aneh, "Warat" itu muncul dari mana
lagi? Dia tidak pernah menjelaskan dengan jujur. Besar kemungkinan terinapirasi
dari lagu: Usang Warat.
Kami tinggal berjauhan, sesekali saja baru
bertemu. Ini memang agak aneh, seorang Jenn yang tiap bulan mendapat kiriman
uang dari orang tua dalam jumlah yang lumayan banyak untuk ukuran mahasiswa di
Kupang saat itu, kok bisa-bisanya tidak membuka rekening bank.
Dia memohon ke saya, biar uangnya bisa
dikirim lewat rekening saya. Awalnya saya agak jual mahal, tapi begitu ada
kepastian jatah makan dan rokok tiap pengambilan uang, saya akhirnya lulus.
Tiap bulan, ketika tanggal yang
dinanti-nantikan itu tiba, dia biasanya sms: "Bro, uang sudah kirim tadi
e..."
Saya langsung paham maksdunya. Malam itu
saya akan ke kosnya, menjemput dia, lalu ke ATM, kemudian singgah di warung
makan terbaik.
Saat itu, menu ayam bakar lalapan itu terasa
istimewa. Sebagai orang kampung, makan ayam lalapan itu seperti kaya mendadak.
Minumnya pun tidak salah-salah, es Extra
Joss Susu. Menurut kami, itu minuman paling mewah sudah. Tidak lupa rokoknya.
Dia Marlboro merah. Saya mendapat jatah Surya 12. Istimewa sekali.
Hal seperti itu berlangsung setiap bulan,
sampai dia memutuskan pindah ke Malang. Saya sedih sekali, bukan karena tidak
sering berjumpa dengannya lagi, tapi jatah nasi ayam lalapan, es Extra Joss
Susu dan rokok Surya sudah jarang ditemukan lagi.
***
Waktu berlari begitu cepat. Kami sama-sama
selesai kuliah, lalu kerja dan tidak lupa menikah. Dia berkarya di L. Bajo, ibu
kota Kabupaten Manggarai Barat.
Meski hanya lewat FB, saya senang masih bisa
berguyon dengannya. Keluwesannya bergaul dan kemampuannya untuk bergurau
lumayan baik. Tersurat dan tersirat dengan jelas dalam setiap unggahannya di
FB.
Saya mulai khawatir ketika dia masuk ke
salah satu partai politik. Dalam bayangan saya, dia akan berubah menjadi
politisi yang menyebalkan.
Tahu sendirilah, politisi di negeri ini
kebanyakan galak-galak. Serius sekali kalau menanggapi persoalan. Hampir tiap
hari mau berantem dengan orang.
Sejak dia memamerkan foto partai berlambang
matahari itu, saya mulai menjaga jarak. Takutnya dia tidak sudi menerima
goyonan remeh-temeh lagi.
Ternyata anggapan saya keliru. Dia malah
makin lucu saja. Saya tambah senang, sebab bagi saya, kehilangan satu orang
lucu itu adalah musibah besar.
Saat ini, dia acap kali melontarkan protes
ke pemda bila ada yang kurang beres. Dia juga rajin hadir di
pertemuan-pertemuan tokoh penting di daerahnya.
Meski kelihatan gagah begitu, saat istinya
menulis di dinding FB, "Jenn..., kole ga," dia begitu patuh, langsung
pulang ke rumah. Sosok teladan betul e...
0 Komentar