Berharap Jesus Membuat Mukjizat (Lagi)*

Berharap Jesus Membuat Mukjizat (Lagi)
Gibran, salah satu fans Brazil

Dini hari tadi sekitar pukul 02.00 WITA, saya terbangun. Padahal sedang enak-enaknya bermimpi. Ada 71 bidadari mengelilingi saya, tapi serasa ada yang kurang. Mana yang seorang? Ketika saya mencari seorang bidadari itulah, saya tersandung batu dan tersadar.

Penyesalan saya agak berkurang karena pada saat itulah, sedang berlangsung pertandingan tim favorit, Brasil. Ini merupakan laga pembuka mereka dalam piala dunia 2018 dengan meladeni negera Swiss. Perkiraan saya, mereka akan menang besar.

Mata saya langsung disegarkan dengan liukan tim Samba saat memainkan si kulit bundar. Bola mengalir dari kaki ke kaki, berputar-putar sebentar, kemudian....Ahhh, ada pemain yang jatuh.

Kelincahan anak asuh Tite memang tidak diragukan lagi. Tubuh mereka memang rata-rata kecil, beda sekali dengan postur pemain Swiss yang tinggi dan besar. Itulah sebabnya mereka sering terpental saat berebutan bola. Statistik mencatat, pemain Swiss melakukan pelanggaran sebanyak 19 kali dengan 3 ganjaran kartu kuning dari hakim lapangan hijau.

Pemain dengan jersey kuning itu sudah bermain bagus, penguasaan bola cukup mendominasi dibanding lawannya. Tapi, harus diakui lini pertahanan Swiss sangat rapat dan rapi. Neymar, dkk agak kerepotan melewati pagar yang mereka dirikan.

Tapi, ini Brasil. Mereka punya banyak cara mengoyak pertahanan lawan. Saat umpan-umpan pendek sering mentah di kaki bek Swiss, Coutinho memberi kejutan lewat tendangan jarak jauhnya pada menit ke-20. Bola melesat ke kiri gawang Sommer. Gooollll...! Di lapangan ramai, saya juga ikut berteriak di hadapan televisi.

Melihat hasil yang lumayan baik itu, saya makin optimis, Brasil akan menang besar. Minimal tambah 2-3 gol lagi.

Eh, pada menit ke-50 keadaan malah berubah. Zuber melesatkan bola hasil tendangan korner dengan kepalanya. Alisson hanya bisa melongo saat sadar bola itu telah menggetarkan jalanya. Cukagaram!

Saya sangat menyesal. Bisa-bisanya Swiss menjebol pertahanan Brasil. Saya mencak-mencak sendiri. Saya lihat petunjuk waktu, oh, ternyata masih banyak waktu. Brasil masih bisa menang banyak.

Saya masih berharap semua pemain andalan Brasil bisa membuktikan keahliannya dalam mengolah kulit bundar. Lini depan ada Neymar, Willian dan Jesus. Masak tidak bisa menang?

Setelah skor imbang, saya sangat mengharapkan peran Jesus. Bukankah dia yang sering membuat mukjizat? Ayolah Jesus, tambah satu gol saja sudah lumayan.

Nama lengkapnya Gabriel Jesus. Gabriel itu nama malaikat pembawa kabar gembira pada Bunda Maria. "Bila anakmu telah lahir, hendaklah kau namai Jesus," kira-kira begitu pesan Tuhan yang disampaikannya. Kemudian nama Jesus itu, adalah seorang penyelamat dan sering membuat mukjizat.

Ayolah Jesus, tunjukkan pada kami kehebatanmu. Buatlah satu mukjizat saja.

Hingga menit ke-79, Jesus belum juga membuat tanda-tanda. Saya makin galau. Di pinggir lapangan, panitia mengangkat tanda pergantian pemain, Jesus diganti Firmino. Saat dia keluar dari lapangan, wajahnya tersorot kamera. Wajah yang lelah dan kusut. Gurat wajahnya seperti memberi pesan, "Saatku belum tiba."

Ya sudah, saya masih berharap pada pemain-pemain lainnya. Tapi, hingga peluit panjang berbunyi, hasil tetap imbang I-I.

Saya agak menyesal, dan itu membuat sulit tidur hingga pagi. Saya kembali bisa tidur saat matahari mulai memanas dan sore ini baru saja terbangun. Saya mulai menerima hasil imbang tim kesayangan tadi pagi. Padahal mestinya menang, lho. Ahhh...

Saya tetap berharap yang terbaik buat Brasil pada pertandingan selanjutnya. Saya tetap berharap Jesus bisa membuat mukjizat. Kalau bukan Jesus, ya, minimal salah satu dari sahabatnya.

(*Tulisan ini sebelumnya tayang di Facebook tanggal 18 Juni 2018)



Posting Komentar

0 Komentar