Benci Tapi Rindu Jadi Anggota DPR*

Benci Tapi Rindu Jadi Anggota DPR
Salah satu foto yang viral beredar saat demo DPR


Saya memang pernah ikutan jengkel dengan oknum anggota DPR, khususnya yang sudah terbukti korupsi. Tapi kemudian saya berusaha untuk tidak memikirkannya terlalu jauh.

Sependek yang saya pantau, selama ini hampir tidak pernah membaca atau mendengar hal positif tentang DPR.

Lebih-lebih seminggu terakhir, saat aksi demonstrasi mahasiswa yang menolak revisi UU KPK dan beberapa RUU yang masih dianggap bermasalah tapi mau disahkan.

DPR menjadi sasaran empuk. Mereka dimaki-maki, dicemoohkan, direndahkan, hidup dan kehidupan mereka seperti tidak becus seluruhnya.

Lama-kelamaan, saya menaruh simpati pada mereka di DPR. Sebegitu benci kah rakyat Indonesia pada wakilnya sendiri?

Kalau pun mereka keliru, apakah tidak bisa diberi kesempatan untuk memperbaiki diri? Bukankah mereka juga manusia, sebagaimana kita, sangat mungkin berbuat kesalahan.

Benarkah kita benci dengan lembaga DPR?

Bagaimana misalnya Anda terpilih sebagai anggota DPR, relakah Anda untuk tidak menerimanya? Bukankah aneh rasanya kalau kita sudah membenci, tapi masih mau tergabung di dalamnya? Benci, tapi rindu...

Coba kita perhatikan saat musim pemilu, orang-orang yang membangun narasi negatif terhadap DPR, justeru sangat antusias mendaftar. Hanya sialnya saja, mereka tidak terpilih. Kalau misalnya terpilih, pasti melangkah dengan gagah. Meski nantinya dianggap tidak becus juga oleh kelompok tertentu.

Saya perhatikan beberapa netizen yang membangun narasi negatif kepada DPR, di lini masa di sosial medianya, pernah menjadi caleh juga. Hanya memang tidak terpilih saja.

Anehnya, orang seperti itu paling kencang membicarakan kebusukan DPR. Meski pun dia sadar, hanya beberapa oknum saja yang berbuat salah. Tetap saja, DPR dianggap semuanya busuk.

Nanti kita lihat pemilu berikutnya, pasti dia ingin menjadi bagian yang busuk itu juga. Narasinya diubah, "Saya terpanggil untuk mengubah sistem yang sudah rusak."

Dari golongan mahasiswa juga tidak kalah kencang mengecam DPR. Kalimat yang dilontarkan tidak kalah kejamnya, sangat merendahkan martabat sebagai manusia.

Mari kita sama-sama lihat perkembangan ke depan, saya yakin, beberapa orator itu akan mendaftarkan diri jadi caleg juga. Mereka akan membangun narasi, "DPR saat ini tidak becus, maka sebaiknya diganti dengan yang muda-muda saja."

Percaya atau tidak, anggota DPR yang baru itu juga dianggap tidak becus oleh generasi di bawahnya. Begitu seterusnya....

Sebagai contoh saja, anggota DPR yang sekarang, saat perjuangan reformasi dulu, mereka paling kencang melakukan demonstrasi. Narasinya masih sama, pemerintahan yang sedang berjalan tidak becus, maka perlu dibenahi.

Waktu berjalan, merekalah yang kini menduduki posisi strategis. Generasi di bawahnya, -yang saat ini lagi semangat berdemonstrasi, menggagap mereka tidak becus juga.

Siklus ini rasanya akan berjalan terus seperti itu. Tiap generasi saling mengatai, mencibir, dst. Sementara masalah yang seharusnya diselesaikan, tetap menumpuk dan tidak ke mana-mana.

Orang bisa salah, kita juga demikian. Kita saat ini kencang memaki orang lain, pada saatnya nanti, ada juga orang lain yang memaki dengan lantang, langsung di cuping telinga.

(Foto di atas sengaja tersimpan di memori hp karena masuk dalam salah satu grup WA. Saya juga lupa siapa pengirimnya).

  (*Tulisan ini sebelumnya tayang di Facebook tanggal 28 September 2019)




Posting Komentar

0 Komentar