Pak Deni Yasmara
sedang berbagi pengalaman penanganan COVID-19 di Taiwan
|
Pemerintah Indonesia sudah mewacanakan dan
mempersiapkan berbagai skenario untuk penerapan kenormalan baru atau yang labih
dikenal dengan sebutan New Normal.
Hidup dengan kenormalan baru ini harus segera dijalankan sebelum dampak lain
dari pandemi COVID-19 seperti masalah ekonomi makin memburuk. Kenormalan baru
pada dasarnya hanya meneruskan pola hidup yang sudah dipelajari dan diterapkan
selama masa kewaspadaan sebaran SARS-CoV-2. Masyarakat diharapkan kembali
beraktivitas normal dengan tetap memperhatikan protokol pencegahan COVID-19. Apakah
kita siap menuju new normal?
Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga (FKp Unair)
merespons isu tersebut dengan menggelar seminar secara daring (Webinar) pada hari Selasa (02/06/2020)
kemarin. Webinar yang memanfaatkan platform video
conference ZOOM dan disiarkan secara langsung lewat akun Youtube FKp Unair
itu mengusung tema “Penanganan dan Adaptasi COVID-19 ditinjau dari Ilmu
Keperawatan.”
Seminar daring pertama dari FKp Unair selama masa
pagebluk COVID-19 ini membicarakan empat topik yang berbeda. Terdapat dua topik
yang secara khusus membahas tentang adaptasi gaya hidup baru selama masa
pandemi ini belum berakhir, yaitu belajar dari pengalaman kaum milenial di
Taiwan dan gambaran kehidupan ibu dan anak di Australia.
Sebagai salah satu penyimak seminar tersebut, saya merasa perlu menuliskan intisarinya di sini. Kalau pun tidak berguna untuk banyak orang, setidaknya bisa menjadi pengingat diri sendiri dan orang di sekitar dalam ruang lingkup yang kecil saja. Berikut ini ringkasan yang mungkin menjadi inspirasi buat kita dalam menjalankan hidup new normal.
Belajar dari Anak Muda Taiwan
Bapak Deni Yasmara, M.Kep, Sp.Kep.MB, dosen FKp Unair
yang saat ini sedang melanjutkan pendidikan doktoral di Taiwan, berbagi cerita
tentang bagaimana warga negara tersebut berhasil mengontrol penyebaran infeksi
virus yang mengkibatkan seseorang menderita COVID-19.
Pada bagian awal, dosen muda yang biasa disapa Pak Deni
itu menjelaskan kenapa sebaiknya belajar dari pengalaman negara Taiwan dalam
menghadapi pandemi COVID-19. Menurutnya, bila ditinjau dari letak geografis,
posisi Taiwan terbilang dekat dengan Wuhan-China yang menjadi pusat munculnya
virus corona baru pada akhir bulan Desember 2019. Jaraknya hanya 82 miles atau setara dengan 131.966 Km.
Tidak heran bila negara tersebut diprediksi menjadi negara kedua yang mengalami
dampak terbesar dari pagebluk tersebut. Apalagi saat itu bertepatan dengan masa
liburan Lunar New Year (Imlek), di
mana banyak warga Taiwan yang tersebar di berbagai negara termasuk China
melakukan mudik ke kampung masing-masing.
Bila menganalisis beberapa faktor risiko tersebut,
mestinya memang Taiwan mengalami dampak yang besar. Tapi kenyataan berkata
lain, mereka diakui sebagai salah satu negara yang mampu mengendalikan
persebaran virus tanpa ada kepanikan dan tanpa memberlakukan kebijakan lockdown. Selain berhasil mengendalikan
persebaran virus, mereka juga turut membantu negara lain dengan menyumbangkan
masker dan peralatan lain.
“Hingga kemarin (01/06/2020),” kata Pak Deni,
“terhitung sudah 49 hari berturut-turut tidak ada lagi kasus baru.” Selama ini,
di Taiwan hanya terdapat 443 kasus positif COVID-19, itu pun sebagian besarnya
(352) merupakan kasus impor atau dibawa orang dari luar negara tersebut.
Tentunya kita bertanya, kenapa mereka bisa berhasil seperti itu?
Pak Deni menjelaskan, kunci keberhasilan mereka
terletak pada respons cepat pada awal munculkan kasus. “Mereka sangat serius
pada tahap awal dan setiap orang melakukan tugas sesuai perannya,” jelas dosen
keperawatan medikal bedah tersebut. Taiwan menerapkan pengalaman mereka saat
mengadapi wabah SARS pada tahun 2003 dan flu babi (H1N1) pada tahun 2009.
Bila dibandingkan dengan Indonesia, masih menurut
perawat ahli muskuloskeletal tersebut, pada dasarnya tidak ada perbedaan yang terlalu
signifikan dengan Taiwan, khususnya dari aspek respons pemerintah dan setiap
regulasi yang diberlakukan untuk warganya. Baik Taiwan dan Indonesia, sama-sama
mengeluarkan kebijakan tentang pemeriksaan ketat di bandara dan pelabuhan;
membentuk gugus tugas; memberlakukan aturan isolasi mandiri selama 14 hari bagi
yang baru saja melakukan perjalanan ke daerah yang dianggap zona merah; dan
kegiatan pencegahan atau antisipasi lainnya.
“Semuanya sama, hanya mungkin beda pada tingkat
kepatuhan masyarakatnya saja,” ujar Pak Deni. Saking pentingnya, beliau sampai
berulang-ulang menyinggung tentang kepatuhan menjalani protokol pencegahan
selama menjalani aktivitas normal. Supaya masyarakat makin patuh, Pak Deni
memiliki kiat khusus dengan memaksimalkan peran generasi milenial yang ada di
Indonesia, paling tidak bisa belajar dari para milenial di Taiwan.
Selama era new
normal diberlakukan, generasi milenial diharapkan menjadi panutan dalam
prakrtik pencegahan penyebaran virus. Aktivitas dilakukan seperti biasa dengan
perhatian khusus pada kebiasaan mencuci tangan, menghindari tangan menyentuh
area wajah, menerapkan etika batuk dan bersin, menggunakan masker, menjaga
jarak aman dengan orang lain, melakukan karantina mandiri jika sakit, dan
melakukan olahraga serta memperhatikan asupan nutrisi.
Selain itu, generasi milenial di Indonesia juga
diharapkan bisa menjadi: (1)Orang yang selalu melakukan cek fakta terlebih
dahulu sebelum menyebarkan berita. Jangan sampai berita hoaks yang
mengkhawatirkan khalayak malah makin ramai beredar; (2)Melibatkan tokoh kunci
atau tokoh publik untuk memengaruhi masyarakat; (3)Menjadi influecer dengan
menginspirasi lebih banyak orang; dan (4)Membangun kerja sama tim dengan rekan
lain sehingga makin berdaya.
Pak Deni meyakini generasi muda di Indonesia mampu
melaksanakan peluang dan tantangan tersebut. “Meski jumlah milenial itu hanya
sekitar 13-15%, tapi peran mereka mampu mengubah banyak hal,” tegasnya dengan
yakin.
Pengalaman hidup berdampingan dengan ancaman virus
corona baru ini juga dibagikan Ibu Nuzul Qur’aniati, S.Kep.,Ns, M.Ng, Ph.D
(Cand), salah satu dosen FKp Unair yang saat ini menjalani masa studi di
Australia. Sebagai dosen Keperawatan Maternitas dan Anak, sekaligus sebagai ibu
bagi dua anaknya yang saat ini berdomisili di Australia Selatan, beliau
membicarakan topik tentang “Pengalaman Pandemi COVID-19 di Australia ditinjau
dari Perilaku Ibu dan Anak.”
Dosen yang biasa disapa Ibu Nuzul itu, pada bagian awal
mengisahkan situasi COVID-19 secara umum di Australia. Kasus pertama yang
teridentifikasi di negara tersebut mulai ada sejak akhir Januari 2020. Hingga
saat ini, total kasus positifnya mencapai 7.195 orang, di mana sebagain
besarnya telah sembuh (6.614 orang); meninggal dunia 103 orang; dan sisanya
masih menjalani perawatan.
Bila menilai dari angka tersebut, seperti Taiwan,
Australia juga terbilang sukses melakukan pengendalian terhadap wabah
SARS-CoV-2. Menurut Ibu Nuzul, hal itu bisa dicapai berkat kebijakan and
konsitensi implementasi program dari pemerintah, peran business, serta
kesadaran dan peran akitf masyarakat.
”Hampir 65-70% orang tua memutuskan anaknya di rumah
saja. Kemudian, orang-orang juga nggak banyak
keluar jika memang tidak penting. Mungkin karena dendanya lumayan tinggi, tapi
secara umum kesadaran masyarakat di sini cukup tinggi,” terangnya.
Kepada sesama ibu di mana saja berada, beliau
menyarankan beberapa peran keluarga (ibu) berikut ini untuk diterapkan dalam
merawat anak selama masa pandemi Covid-19, seperti: menjaga kebersihan yang
baik; menjaga asupan nutrisi keluarga adekuat; menjaga gaya hidup sehat; berada
di rumah saja kalau tidak kepentingan di luar; menghindari jam-jam padat untuk
belanja; meminimalkan pembayaran dengan ‘cash’; tetap berhubungan dengan
keluarga & teman dengan WhatsApp, Zoom, Duo, Messenger; selalu update
informasi tentang Covid 19 secara berkala dan mengikuti aturan pemerintah.
Itulah beberapa gambaran yang terjadi negara tetangga dalam menerapkan "New normal." Saat ini, kita di Indonesia juga sudah memasuki tahapan tersebut. Orang yang bisa bertahan dalam situasi sulit bukanlah orang pintar, kaya, kuat, hebat, dll.,tetapi orang yang mampu beradapatasi. Opa Charles Darwin sudah mengingatkan itu sejak lama. Mari terus beradaptasi....
0 Komentar