Piala “Bully” Dunia

Piala “Bully” Dunia
Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik - Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, Ibu Niken Widiastuti, sedang memberikan sambutan dalam acara "Flash Blogging: Menuju Indonesia Maju" di Hotel Astol Kota Kupang-NTT.


Saya sangat bersyukur karena hari ini berkesempatan mengikuti kegiatan yang sangat baik. Kementerian Komunikasi dan Informatika RI dalam hal ini diwakili oleh Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik menyelanggarakan kegiatan yang bertajuk "Flash Blogging: Menuju Indonesia Maju." Kegiatan yang berlangsung di Hotel Aston Kupang-NTT ini bertujuan mengajak anak muda NTT, khususnya Blogger, agar menggunakan media sosial dengan bijak; membuat konten yang positif; dan hanya menyebarkan informasi yang benar.
Dalam sambutan pembukaan, Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik, -Ibu R. Niken Widiastuti mengingatkan soal akun media sosial itu seperti gambaran diri penggunanya. "Rekam jejak digital menjadi citra diri kita. Gunakan media sosial dengan konten yang positif," begitulah poin penting yang disampaikannya.
Semua sesi ceramah sangat menarik dan tentu saja penting bagi kita, khususnya untuk kemajuan bangsa Indonesia. Tim Komunikasi Presiden dari "Sudut Istana" menunjukkan kepada peserta bagaimana perkembangan bangsa Indonesia saat ini. Semua informasi dan tayangan itu membuat saya dan mungkin semua peserta optimis Indonesia akan menjadi bangsa yang maju. Selain itu, dari sekian banyak informasi itu, saya menaruh perhatian khusus pada masalah bully atau ujaran kebencian. Ibu Niken dan seorang Blogger bernama Mira Sahid cukup banyak menyinggung masalah perundungan ini.
Pak Andoko, salah satu perwakilan dari Tim Komunikasi Presiden sedang mengisahkan perkembangan kemajuan bangsa Indonesia lewat cerita, foto dan video yang enarik.
Bagi saya, salah satu langkah menuju Indonesia Maju adalah mempersiapkan relasi kita sesama bangsa dengan baik. Bila relasi kita diwarnai bully, mana mungkin bisa maju. Bila relasi kita baik, maka peluang bekerjasama semakin terbuka. Kita akan menjadi bangsa yang besar dan maju bila mau berkolaborasi. Hal itu bisa terwujud bila bully hilang dari muka bumi ini. Karena itu, kita perlu perangi bersama masalah ini. 
Bicara soal bully ini, saya teringat lagi pada kenangan piala dunia 2018 yang baru saja lewat. Selain menyajikan hiburan serta manfaat yang besar bagi planet kita, piala dunia juga memiliki sisi buruknya. Salah satu yang jamak terjadi adalah aktivitas bullying di media sosial. Saya ajak kita kembali mengenang apa yang terjadi selama piala dunia berlangsung.
Mbak Mira Sahid (Blooger) sedang membagi cerita dan motivasi tentang menulis dan berbagi informasi positif  lewat blog.

Piala Dunia 2018
"Selamat datang di Piala Dunia FIFA 2018, pada hari ini selama satu bulan, sepak bola akan menghibur Rusia dan dari Rusia sepak bola akan menghibur seluruh dunia,” itulah sepenggal kalimat yang disampaikan Presiden FIFA -Infantino, saat pembukaan piala dunia kali lalu (mediaindonesia.com).
Benar, seluruh dunia menikmati kegembiraan perhelatan sepak bola empat tahunan ini. Gegap gempita di Rusia juga terasa hingga daerah pelosok di seluruh dunia lewat berbagai media. Ada yang nonton bareng lewat siaran langsung di TV; mendengarkan keriuhannya lewat siaran radio; live streaming di saluran tertentu dengan bantuan koneksi internet; baca berita melakukan koran atau media online; dan mendengar cerita dari teman-teman saat makan atau minum kopi di warung. Perbincangan tentang piala dunia begitu mendominasi, baik secara online maupun dalam relasi komunikasi sehari-hari.
Dibalik kegembiraan itu, tidak bisa kita pungkiri, ada satu-dua hal yang terjadi dinilai kurang baik. Mungkin terasa sepele, tapi bila kita pikirkan baik-baik, dampaknya bisa besar dan mengganggu keharmonisan hidup kita selanjutnya. Hal yang saya maksudkan adalah aktivitas bully antar pendukung tim sepak bola dunia di media sosial.
Definisi bully sendiri cukup beragam. Dalam praktiknya, kita di Indonesia memaknai kata’bully’ sebagai mengejek, mengolok-olok, atau mengganggu. Dalam KBBI juga telah ada padanannya, yaitu: risak dan rundung. Beberapa media telah berupaya menggunakan kata itu dalam tulisan mereka, namun masyarakat kita masih lebih akrab dengan istilah bully. Oleh karena itu, dalam tulisan ini saya juga menggunakan kata tersebut.
Perhatikan media sosial kita selama piala dunia berlangsung. Selain berisi ungkapan kegembiraan, di sana juga banyak aktivitas bully. Antar pendukung saling mengejek dengan gambar/meme dan kalimat tertentu. Netizen menggunakan gambar pemain sepak bola terkenal seperti Messi, C. Ronaldo, Neymar, dll., untuk dijadikan bahan olok-olokan.
Bentuk perundungannya sangat beragam. Misalnya saat perjuangan tim Brasil kandas melawan Belgium kemarin, meme yang menjelek-jelekan Neymar sangat banyak. Salah satunya terdapat gambar editan, dimana wajah Neymar ditempel pada foto seseorang yang sedang mengangkat baskom cucian pakaian. Seolah-olah itu Neymar sungguhan. Olokan itu tentunya mengusik para penggemarnya, apalagi ditambah tulisan: “Neymar cocok angkat cucian, bukan piala dunia.” Apakah penggemar Neymar diam saja? Tentu saja tidak. Mereka balas rundungan itu dengan kalimat yang lebih pedas, hingga kata-kata makian. Terjadilah saling merisak yang masif antar pendukung.
Ada juga yang memvisualisasikan bagaimana tim sepak bola dengan pemain bintang yang tidak lolos pada babak selanjutnya dengan menyamakan kebiasaan mudik/pulang kampung di Indonesia. Ada gambar Messi memikul koper besar; ada kumpulan pemain terkenal yang berboncengan dalam satu sepeda motor; ada yang sedang menunggu angkot atau bus di terminal/halte; dan masih banyak lagi.
Apakah seperti kenyataan? Tentu saja tidak. Meskipun kalah, mereka telah berjuang mengharumkan negara masing-masing sehingga tetap layak dihargai. Mereka memang pulang lebih awal kalau sudah kalah, tapi cara pulangnya tentu saja beda jauh dengan apa yang dipikirkan oleh netizen kita. Mereka pasti mendapat fasilitas mewah, bus terbaik, pesawat khusus, gaji besar dan segala kemewahan lainnya.
Apakah mereka terganggu dengan meme di media sosial? Bisa iya, bisa tidak. Tapi, selama ini belum ada kabar pemain bola terkenal datang ke Indonesia untuk menuntut netizen nakal yang telah mengedit gambar wajah mereka. Rupanya mereka memilih fokus meningkatkan karir sepak bola dan tidak peduli dengan segala bentuk perundungan dari pihak luar. Itu artinya, kita sebagai penikmat dan penggemar sepak bola saja yang sibuk dengan risak-merisak ini.
“Ini kan hanya buat lucu-lucuan saja,” mungkin ada yang berpikir begitu, “biar piala dunia makin seru.”
Hati-hati! Kita semua sepakat dengan adagium, “Alah bisa karena biasa.” Kebiasaan mem-bully ini lama-ama akan membudaya (atau sudah membudaya?) Kekhawatiran selanjutnya, bully ini akan menghancurkan mental anak-anak kita sendiri; generasi bangsa kita banyak yang terluka batinnya hanya karena bully dan berisiko menjadi tidak percaya diri serta mengalami gangguan mental lainnya.
Perlu kita ketahui dan sadari bersama, saat ini kejadi bully di negara kita sangat banyak. Antara tahun 2011 hingga 2017 saja ada 26 ribu aduan di Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Belum lagi kalau dijumlah dengan yang tidak sempat terlapor, pasti banyak sekali. Data dari UNICEF menyebutkan, ada sekitar 18 juta anak Indonesia yang pernah mengalami bullying atau perundungan dan satu dari tiga anak bahkan mengaku pernah mengalami kekerasan di sekolah (voaindonesia.com).
Saking banyaknya perundungan yang terjadi di Indonesia, UNICEF mengutus mantan pesepak bola dunia David Beckham sebagai Duta Besar Persahabatan untuk berkampanye tentang anti bullying. Beckham menemui Sripun dan kawan-kawan aktivis anti perundungan di Semarang pada 27 Maret 2018 lalu. Kehadirannya tentu saja menyemangati para akivis anti perundungan di Indonesia.
Masyarakat dunia prihatin dengan kebiasaan bully yang kita lakukan. Mereka mengorbankan tenaga, ide, uang dan sebagainya untuk membantu kita kurangi bully. Kita sendiri kelihatannya cuek dan malah sibuk mengembangkannya. Hal itu terlihat dari beragam jenis bully yang terjadi selama piala dunia. Saya takut, saking seringnya kita melakukan perundungan, lama-lama dunia akan membalasnya. Bisa saja mereka mengejek kita seperti ini: “Indonesia tidak pernah lolos piala dunia, tapi sibuk mengejak pemain dunia. Indonesia tidak akan mendapatkan piala dunia. Mereka hanya bisa mendapat Piala ‘Bully’ Dunia.”
Sebelum hal itu terjadi; sebelum banyak generasi kita yang mengalam luka batin; sebelum hal-hal buruk lain terjadi, tidak ada salahnya kita meredam diri untuk melakukannya. Bila perlu kita berdiri bersama David Beckham, dkk., untuk mengkampanyekan kegiatan anti bullying di sekolah-sekolah maupun tempat umum lainnya. Inilah salah satu cara mudah yang bisa kita lakukan untuk mendukung gerakan atau impaian kita bersama...,"Menuju Indonesia maju."
Bahan Bacaan:

“Kolaborasi Williams dan Garifullina Meriahkan Pembukaan Piala Dunia 2018.” Media Indonesia online, diakses dari: http://mediaindonesia.com/read/detail/166469-kolaborasi-williams-dan-garifullina-meriahkan-pembukaan-piala-dunia-2018
“Risak & Rundung: Kata Indonesia untuk Bully.” Romeltea Media online, diakses dari: http://www.romelteamedia.com/2017/01/risak-rundung-kata-indonesia-untuk-bully.html
“Beckham dan Tendangan Anti Bully di Semarang.” VOA Indonesia online, diakses dari: https://www.voaindonesia.com/a/beckham-dan-tendangan-anti-bully-di-semarang-/4322438.html
“UNICEF envoy David Beckham sets sights on new goal: ending bullying in Indonesia’s schools.” Diakses dari: https://news.un.org/en/story/2018/03/1006141




Posting Komentar

0 Komentar