DANAU BUANG GALAU

 
Pemandangan di danau Kampus C Unair Surabaya saat malam hari
Entah angin apa yang membawa saya ke danau kampus malam itu. Semua terjadi begitu saja. Selepas jam dinas berakhir, saya berkemas dan langsung menuju tempat parkir. Belum sempat menyalakan mesin motor yang sudah uzur itu, hati saya tergerak untuk mendekat ke pinggir danau.

Pemandangan di sekitar danau kampus C Unair malam itu sangat menakjubkan. Ada cahaya lampu dari jembatan yang membelah di tengah danau. Lebih jauh, lampu-lampu dari jalanan depan kampus membentuk siluet yang indah. Belum lagi bulan yang malam itu masih nampak 1/2 bagian, turut memancarkan cahaya indah.

Saya perhatikan air di danau. Banyak riak gelombang kecil di sana-sini. Riak itu menandakan ada sesuai di bawahnya. Pasti banyak ikan yang mondar-mandir di bawah sana. Mungkin sedang mencari plankton, bermain dengan kawanannya, atau mencarin pasangan hidupnya. Ada juga angsa yang tidak pernah bosan bermain di kolam hingga larut malam. 

Mengenai angsa tersebut, ada yang pernah menggunakannya sebagai analogi tentang rasa khawatir. Dikatakan, setiap kita pasti mengalami rasa khawatir. Hanya, kekhawatiran itu bisa nampak atau tidak, bergantung cara kita memperlakukannya. Apa hubungannya dengan angsa ? Begini, kalau kita perhatikan angsa yang berenang di kolam, tampaknya tenang sekali. Tapi, pernahkan kita membayangkan atau melihat, seperti apa gerakan kakinya di bawah permukaan air ? Angsa tampak tenang saat berenang, padahal kakinya terus bergerak, yang tidak kita lihat langsung di bawah permukaan air. Jadi, khawatir itu pasti ada. Yang penting, bagaimana berupaya agar tetap tampak tenang.

Sehabis berpikir tentang rasa khawatir dari pola hidup angsa tersebut, kembali saya menikmati satu per satu bagian yang ada di sekitar danau. Oh iya, kebetulan malam itu juga, ada sekelompok mahasiswa yang mengadakan konser sekaligus pameran di sudut danau. Dari jauh, saya mendengar jelas lagu-lagu yang mereka nyanyikan. Dentuman musik reggae membuat saya ikut menghentakkan kaki. Saya semakin betah berlama-lama di sana.

Saya menoleh ke arah kiri, tampak banyangan dua orang duduk berdua di bawah pohon. Lalu, ku toleh ke kanan, ada juga beberapa pasangan orang yang sama menikmati suasana kolam. Menoleh ke belakang, saya pastikan kalau memang lagi sendiri. Kulihat layar hp sebentar, tidak ada pemberitahuan dari semua lini kumunikasi online. Di sudut layar kanan atas, jam menunjukkan pukul 23.00, lalu saya non-aktifkan biar tidak mengganggu.

Kesendirian itu membuat saya lebih banyak mengingat kenangan. Adegan masa kecil, saat sekolah menengah, hingga kuliah. Secara random, banyangan kenangan itu muncul. Tidak semua saya nikmati, bayang sebentar, lalu berpindah pada adegan lain. Mirip saat menyetel CD di perangkat audio yang kita miliki. Bisa kita klik "next" atau "preview" untuk menemukan lagu favorit. Begitulah, saya pun berhenti pada kenangan saat pertama kali berjumpa dirinya di sudut kampus, pada awal kegiatan orientasi mahasiswa baru.

Saya tidak ingat bagaimana awalnya. Sejuah saya berusaha, hanya mengingat saat berpapasan di samping WC kampus, itulah pertemuan pertama dan saya langsung terkesan dengan dirinya. Wajahnya mungil, berkulit putih bersih. Bertubuh ramping dengan potongan rambut sebahu. Saat ternyum, barisan gigi putih dan rapi sungguh menawan bagi siapa yang melihat. Dan saya suka.

Meski begitu, tidak serta merta saya langsung berani menyatakan padanya. Masih ragu dan malu. Selama masa observasi dan pendekatan yang terselubung, saya hanya mampu membuat cerita dalam khayalan. Sebelum tidur, saya melakukan visualisasi. Saya membawa dirinya dalam alam bawah sadar. Membayangkan, tapi seolah nyata, kalau dirinya juga terpesona dengan diriku. Lalu, saling suka dan berpacaran.

Saban hari, saya melakukan visualisasi seperti itu. Sama juga saat saya menginginkan sesuatu atau mencapai tujuan tertentu, teknik visualisasi ini saya gunakan. Sebagaian besar, selalu berhasil, sesuai dengan harapan yang saya inginkan.

Dan pada akhir tahun pertama masa kuliah, secara alamiah saya pun berhasil berpacaran dengan dirinya. Tidak ada kesulitan yang berarti. Begitulah kalau pikiran kita sudah selaras dengan alam semesta, apapun yang diinginkan, bisa kita dapatkan.

***

Jantungku berdegup kencang, hampir meloncat ke danau. Saya benar-benar terkejut saat merasa ada tangan yang menyentuh bahu. Sontak saya berdiri dan sedikit berteriak.

"Ngapain sendirian malam-malam di sini, Mas ?"

"Ah, kamu bikin kaget saja". Saya sedikit membentak.

"Ehemm..., lagi janjian sama siapa neh ? Ayo ngaku..."

"Tidak ada, hanya mau duduk di sini saja".

Saya perhatikan baik-baik cewek cantik yang tiba-tiba muncul saat tengah malam. Memang wajahnya tidak asing lagi, mirip sekali teman kuliah, tapi saya merasa kurang percaya. Ku hitung diam-diam jari tangan dan kakinya, tidak kurang dan tidak lebih. Kakinya masih menyentuh bumi. Saya perhatikan punggungnya, masih utuh, tidak ada yang bolong. Syukurlah, manusia benaran.

"Saya yang seharusnya bertanya. Cewek. Seorang diri. Datang ke danau saat tengah malam. Ada apa ?"

"Memang tidak banyak yang tau, ini tempat favorit saya pada malam tertentu".

"Hah..? Mau ngapain ? Ohh..., saya tau. Kalau tidak untuk janjian dengan cowok, pasti ritual sesajen di bawah pohon", saya asal menerka.

"Ini tempat untuk menenangkan diri. Kalau ada masalah atau sedang suntuk di kost, saya biasa ke sini".

"Ngga takut ?"

"Kan banyak petugas keamanan, Mas".

"Tapi, kan bisa saja mereka buat tidak 'nyaman' juga. Kejahatan terjadi bukan karena ada niat, tapi karena ada kesempatan".

"Ahh..., itu klise banget Mas".

"Malam ini ke sini, karena apa ?"

"Sedikit ada persoalan"

Kuperhatikan mimik wajahnya baik-baik. Tampak sedikit kusut, tidak begitu ceria sebagaimana biasa. Kurang lebih 2 tahun saya berkenalan dengannya. Sudah cukup saling mengenal. Berbagi cerita atau curhat, sudah biasa kami lakukan.

Saya kembali duduk di pinggir danau. Dia ikut mengambil posisi di samping kiri. Cukup berjarak. Saya pura-pura mengusap tempat duduk dengan tangan, lalu menggeserkan bokong agar lebih dekat.

"Mas, haruskah seorang cowok yang sibuk karena pekerjaaan, lantas tidak peduli dengan ceweknya ?"

"Hmm, itu pertanyaan sulit. Saya tidak bisa menjawab secara objektif".

"Kok begitu ?"

"Ia. Sebagai cowok, saya kadang seperti itu juga".

"Tapi ngga boleh begitu juga Mas, masa cuek saja sama cewek sendiri. Wanita butuh perhatian, lho".

"Saya kira, perhatian tidak ada hubungannya dengan jenis kelamin. Siapapun membutuhkan perhatian".

"Sibuk apa sih, sampe-sampe tidak sms; tidak bbm; saya telepon tidak diangkat. Itu kan keterlaluan, Mas ?".

"Mungkin cowok kamu hanya mau fokus pada pekerjaan. Semua ada waktunya. Ada waktu untuk bekerja, ada waktu istirahat, dan ada waktu khusus menelepon kamu".

"Ngga bisa begitu Mas, biar semenit saja kan cukup. Masa tidak bisa ?"

"Ingat, hubungan cinta yang baik perlu mempersiapkan masa depan. Apa nanti makan cinta ?"

"Makan memang penting, tapi kepuasan batin dari suatu hubungan juga penting. Perhatian itu mutlak Mas".

"Saya pikir itu hanya soal waktu. Ada waktu spesial baginya memberikan perhatian yang spesial juga. Berpikir dan berharap positif saja".

"Tapi, Mas.."

Langsung saya potong, "Sudahlah mbak, jangan membuang energi dengan masalah yang tidak selesai jika diperdebatkan. Masalah itu bisa diselesaikan dengan saling memahami. Itu saja".

"Hmmm..."

Sebelum dia berargumen, saya lebih cepat melanjutkan pembicaraan. "Sudahlah mbak, kamu tampak lelah sekali. Coba lihat ke sini, tatap mata saya. Tarik napas yang dalam, tahan sebentar, lalu hembuskan perlahan dari mulut".

Dia mengikuti saran saya. "Bagus sekali. Teruskan, Mbak !. Sekarang sambil pejamkan mata, dan rasakan rileks di seluruh tubuh".

Sesi relaksasi berakhir. Kali ini, dia lebih banyak diam. Saya juga diam. Saya meresapi suasana sekitar kolam. Memberi ketenangan.

"Mas, kamu perhatian banget", bisiknya lirih.

Saya pura-pura tidak mendengar. Saya diam saja. Tidak lama kemudian, saya merasakan ada tekanan di pundak kiri. Entah bagaimana, ada kepala yang merebah di sana. Saya, tetap tidak bergeming.

***

(Catatan: Danau itu benaran ada di kampus C Unair, tapi ceritanya fiktif).

Posting Komentar

0 Komentar