Toples Kue Natal*

Toples Kue Natal
Toples Sempit
(*Tulisan ini diambil dari catatan facebook tanggal 18 Desember 2017)

Kita mestinya sama-sama bersukur. Natal yang kembali datang ini membuat kita bertemu. Kita pun bisa kembali akur. Damai Natal, damai sertamu.
Kau terlihat santai sementara saya agak kikuk. Kau masih seperti dahulu, lumayan cantik, tapi menjengkelkan. Selalu membuat aku gugup.
Bukan! Saya salah menilai. Bukan lumayan, kamu makin cantik selepas bertahun tak bertemu. Kamu banyak perubahan.
Rambut yang dulu bergelombang agak rapat, kini makin lurus, tapi kaku. Saya mencium bau hangus saat kita berdekatan; saat bersalaman.
Bibir yang agak tebal itu semakin menarik saja dengan warna merahnya. Saya yakin, merah itu bukan lagi dari sirih-pinang-kapur yang biasa kita makan.
Bulu mata yang dulu sayu, kini makin lentik seiring dengan alis yang makin menukik. Batas-batas di kelopak mata makin tegas dengan guritan hitam.
Kulit wajah itu..., aku makin takjub. Bopeng bekas jerawat sudah tersamarkan dan makin putih. Tapi, kenapa bagian leher dan seterusnya lupa kau rawat? Percuma kau banyak menjual produk kesehatan dan kecantikan.
Pakaian yang kau pilih hari ini juga agak lain. Ada dua lubang di samping, tepat pada perbatasan lengan dan bahu. Saat kau berbalik, saya agak kaget melihat ada bolong di bagian punggung, ternyata tidak tembus.
Saya kembali berkosentrasi saat kau mengantar 2 cangkir minuman. "Kaka masih suka kopi, kan?" Saya mengangguk serta membalas senyum surga darimu. Saya makin bergetar. Rasa yang dulu kau belum rasa, saya kira masih terasa di dada. Tapi rasamu, tidak bisa diterka. Saya tidak mau menduga-duga.
Telepon berdering saja kau baru saja meletakkan pantat di kursi, kita berhadap-hadapan. Saya tertunduk sebentar. Telepon yang berisik itu kau angkat, lalu memberi tanda bahwa kau meninggalkan saya beberapa saat. Kau ke belakang, bicara seperti berbisik-bisik sambil melihat saya dengan tatapan khawatir. Saya makin tidak tenang.
Semenjak telepon itu, saya perhatikan pikiranmu telah pergi. Kau ada, tapi terasa hampa. Kau sibuk membalas pesan di hp, entah dari siapa. Makin tipis harapan saya.
Kau menyilakan saya minum sambil membuka tutupan toples kue. "Silakan. Buatan sendiri. Kalau tidak enak, jangan marah e!?"
Saya memasukan tangan ke mulut toples. Kandas. Mulut toples terlalu sempit. Saat tangan ditarik, rasanya agak sulit.
Waduh, saya kira cuma pintu hatimu saja yang sempit, ternyata sama juga dengan toples kue natal yang buat tangan terjepit. Saya bahkan tidak berhasil menyentuh satupun kue darimu. Saya kembali menikmati pahitnya kopi, lalu pulang.

Posting Komentar

0 Komentar