Bila Anda mengikuti cerita jalan siang (1), berarti bisa memahami
apa yang dimaksudkan jalan siang. Saya tidak berjalan yang sesungguhnya. Jalan siang
yang saya lakukan berupa perjalan virtual. Saya mengakses blog/website/youtube
atau media online apa saja yang berisi informasi yang bermanfaat dan
inspiratif. Sampai di sini, Anda sudah paham maksud jalan siang ini, kan ?
Sebenarnya saya sering melakukan #JalanSiang ini, tapi
jarang sekali menuliskan di catatan ini. Kali ini, ada sesuatu yang ingin saya
bagikan dari perjalanan itu. Saya kurang yakin ini bermanfaat atu tidak. Saya bagikan
saja, sila Anda menilai dan memutuskan sendiri.
Hari ini saya jalan siang ke saluran Youtube milik “TEDx
Talks”, khususnya yang menampilkan pembicara yang bernama Jon Jandai. Dia orang
Thailand yang memiliki pemikiran serta cara hidup yang unik. Baginya, hidup itu
sangat mudah dan menyenangkan. Sangat mudah mendapatkan makanan, rumah, pakaian
dan obat-obatan. Bagaimana caranya ? Saya sudah berusaha menerjemahkan
pembicaraanya. Tapi, mohon maaf bila hasilnya sangat buruk. Berikut ini
pemikiran lengkap dari Jon Jandai. Selamat membaca.
***
Ada satu frasa yang ingin selalu saya sampaikan ke setiap
orang dalam hidup. Frasa itu adalah: “Hidup itu mudah”. Sangat mudah dan
menyenangkan.
Saya tidak pernah berpikir seperti sebelumnya. Saat saya
tinggal di Bangkok, saya merasa hidup sangat sulit, banyak masalah.
Saya lahir di kampung miskin, di wilayah utara Thailand.
Saat kanak-kanak saya merasa semuanya menyenangkan dan mudah. Tapi, saat TV
masuk ke daerah kami, lalu banyak orang datang dan mengatakan, “Kalian hidup
miskin, kamu harus hidup sukses. Kamu harus ke Bangkok untuk mengejar
kesuksesan dalam hidup”. Jadi, saat itu saya merasa diri buruk, saya merasa
diri miskin. Saya harus segera ke Bangkok.
Saat saya ke Bangkok, ternyata tidak menyenangkan. Kau
harus belajar, belajar yang banyak dan kerja keras, supaya kemudian bisa hidup
sukses. Saya bekerja sangat keras, 8 jam sehari paling kurang. Tapi, saya hanya
bisa makan mie atau nasi goreng atau
makanan sejenisnya. Dan saya tinggal di tempat yang buruk, ruangannya sangat
sempit tapi ditiduri banyak orang. Sangat gerah.
Sejak itu saya mulai banyak bertanya, “Saat saya bekerja
keras, kenapa hidup terasa makin susah saja ?” Pasti ada yang salah. Saya
melakukan banyak hal, tapi saya tidak bisa mendapatkan hasil yang banyak.
Saya coba belajar (kuliah) di universitas. Belajar di univeritas sangat susah, karena
sangat membosankan. Saat saya melihat mata kuliah di universitas, hampir di
semua fakultas, memberikan ilmu yang destruktif. Bagi saya, tidak ada ilmu yang
produktif di universitas. Jika Anda ingin menjadi arsitek atau insinyur, itu
artinya Anda menjadi penghancur. Pekerjaan mereka banyak menghancurkan gunung.
Dan sebuah area yang bagus di Chao Praya Basin mejadi contoh nyata, dan masih
banyak lagi. Kita menghancurkan banyak hal.
Jika kita melihat ke fakultas pertanian atau sejenisnya,
itu artinya kita belajar bagaimana meracuni. Meracuni tanah, air, dan belajar
menghancurkan banyak hal. Saya merasa apa yang kita lakukan sangat rumit,
sangat susah. Kitalah yang membuatnya susah. Hidup terasa sangat susah dan saya
merasa sangat kecewa. Sejak itu saya mulai berpikir, kenapa saya harus berada
di Bangkok ?
Saya mengingat lagi kenangan semasa kecil, tidak ada yang
bekerja 8 jam per hari. Setiap orang bekerja 2 jam per hati; dua bulan setahun.
Menanam padi selama bulan pertama, lalu panen pada bulan berikutnya. Waktu
tersisa selama 10 bulan untuk istirahat. Itulah mengapa orang Thailand memilik
banyak festival. Setiap bulan ada festival. Karena sangat banyak waktu
luangnya.
Sepanjang waktu orang bisa tidur sesukanya. Saat ini di
Laos, -silakan ke sana kalau Anda bisa- orang tidur sejenak setelah makan
siang. Dan setelah bangun tidur mereka akan bergosip ria (bercerita) “Bagaimana
sepupumu ?”; “Bagaimana istrimu ?”, dsb.
Orang-orang
memiliki banyak waktu luang sehingga ada kesempatan atau waktu untuk
memperhatikan diri mereka sendiri. Hal itu membuat mereka makin memahami diri
mereka sendiri, sehingga bisa tahu apa yang mereka inginkan dalam hidup. Mereka
ingin bahagia; mereka ingin mencintai-dicinitai; mereka ingin menikmati
hidupnya.
Orang melihat mereka hidupnya begitu indah. Keindahan itu
diekspresikan dalam berbagai bentuk. Ada yang membuat ukiran sangat indah
dengan pisaunya; orang menenun atau menganyam keranjang sangat baik. Tapi
sekarang, tidak ada lagi yang melakukannya. Tidak ada lagi yang bisa melakukan
hal seperti itu. Orang-orang menggunakan kantong plastik di mana-mana.
Saya merasa ada sesuatu yang salah di sana. Saya tidak
bisa hidup dengan cara seperti itu. Saya pun memutuskan untuk keluar dari
universitas, lalu kembali ke kampung. Saat di kampung saya memulai hidup
seperti dulu, seperti yang dialami semasa kecil.
Saya mulai bekerja 2 bulan dalam setahun. Saya mendapatkan
hasil 10 ton beras. Semua anggota keluarga yang berjumlah 6 orang, hanya
menghabiskan beras tidak lebih dari setengah ton per tahun. Kami bisa menjual
sebagian beras tersebut. Saya membuat 2 kolam ikan. Kami bisa makan ikan setiap
tahunnya. Saya juga membuka kebun kecil, kurang dari 1 hektar. Saya meluangkan
waktu sekitar 15 menit per hari untuk merawat kebun itu. Saya memiliki lebih
dari 30 jenis sayuran di sana. Kami yang berjumlah 6 orang tidak bisa memakan
itu semua. Kami mempunyai kelebihan banyak yang bisa dijual ke pasar. Kami dapat
penghasilan dari sana juga.
Jadi, saya merasa ini sangat mudah. Kenapa dulu saya
hidup di Bangkok (kota) selama 7 tahun ?
Bekerja keras, tapi tidak mendapatkan hasil yang banyak untuk dimakan. Tapi di
sini (kampung/desa), hanya 2 bulan dalam setahun dan 15 menit per hari, saya
bisa memberi makan 6 orang. Itu sangat mudah.
Setelah itu, saya berpikir orang bodoh seperti saya yang
tidak pernah mendapat peringkat di sekolah, tidak bisa memiliki rumah. Karena orang
yang lebih pintar dari saya, -yang juara kelas tiap tahunnya, memiliki
pekerjaan bagus-, tapi mereka harus bekerja lebih dari 30 tahun untuk
mendapatkan sebuah rumah. Tapi bagi saya, orang yang tidak tamat dari
universitas, bagaimana mungkin bisa memiliki rumah ? Tidak ada harapan bagi
orang yang berpendidikan rendah seperti saya.
Tapi, saat saya mulai membangun rumah, ternyata sangat
mudah. Saya menggunakan waktu 2 jam per hari mulai pukul 05.00 hingga pukul
07.00 setiap pagi. Tiga bulan kemudian, saya memiliki sebuah rumah. Teman saya
yang dulu sangat pintar di kelas, dia juga membangun rumah dalam waktu 3 bulan.
Tapi, rumah itu dibangun dengan meninggalkan hutang yang harus dibayar selama
jangka waktu 30 tahun. Bila dibandingkan dengan dia, saya memiliki waktu yang luang
selama 29 tahun dan 9 bulan.
Jadi, saya merasa hidup itu sangat gampang. Saya tidak
pernah membanyangkan bisa bangun rumah semudah itu. Karenanya, saya tetap membangun
rumah terus tiap tahun, paling tidak ada satu rumah per tahun. Sekarang saya
memang tidak memiliki banyak uang, tapi ada begitu banyak rumah. Masalah saya
sekarang adalah, bingung menentukan mau tidur di rumah yang mana.
Jadi, rumah bukanlah masalah. Setiap orang bisa membangun
rumah. Anak-anak berusia 13 tahun, di sekolahnya, membuat batu bata bersama,
membangun rumah. Sebulan kemudian, mereka memiliki ruang perpustakaan. Anak-anak
saja bisa bangun rumah. Seorang yang tua dan hidup sendiri pun bisa membangun
pondok untuk dirinya sendiri. Banyak orang yang bisa membangun rumah. Jadi,
sangat mudah. Jika tidak percaya, cobalah sendiri. Itu kalau anda ingin punya
rumah.
Berikutnya soal pakaian. Saya merasa sepertinya saya
sangat miskin, tidak keren (ganteng). Saya pernah coba menggunakan pakaian
layaknya bintang film supaya terlihat lebih baik (keren). Saya menggunakan
waktu sebulan untuk menabung agar bisa membeli sepotong celana jins. Saat saya
mengenakan jins itu, saya putar ke kiri, putar ke kanan di hadapan cermin. Setiap
kali memperhatikan, saya masihlah orang yang sama. Celana yang sangat mahal
tidak bisa mengubah diri saya. Saya merasa seperti sudah gila, kenapa harus
membeli pakaian mahal itu ?
Butuh usaha sebulan hanya untuk mendapatkan celana jins. Itu
tidak mengubah saya. Saya mulai berpikir lebih mendalam tentang hal tersebut. Kanapa
kita harus mengikuti perkembangan fashion ? Bila kita mengikuti fashion, kita
tidak akan pernah mencapainya. Jadi tidak perlu mengikuti tren fashion,
tetaplah seperti sekarang. Gunakan apa yang ada.
Setelah berpikir seperti itu hingga saat ini (20 tahun),
saya tidak pernah membeli pakaian lagi. Semua pakaian yang saya gunakan
merupakan pakaian bekas yang diberikan orang. Saat orang datang mengujungi
saya, begitu kembali, mereka meninggalkan pakaian buat saya. Sekarang saya
memiliki pakaian kurang lebih satu ton. Saat orang datang dan melihat saya
menggunakan baju yang lusuh, mereka memberi banyak pakaian lagi. Saat ini, saya
harus sering memberikan pakaian yang banyak itu kepada orang lain. Jadi, ini
sangat mudah.
Saat saya memutuskan berhenti membeli pakaian, saya
merasa bukan hanya pakaian saja, tapi juga segala hal dalam kehidupan saya. Hal
yang bisa saya pelajari adalah, saat membeli sesuatu itu karena butuh. Kalau saya
membeli hanya karena ingin, itu berarti saya salah. Saya merasa bebas semenjak
berpikir seperti itu.
Hal terakhir, bila saya sakit, apa yang akan dilakukan ?
Awalnya saya begitu cemas karena tidak memiliki banyak uang. Saya pun mulai
merenung lebih jauh. Pada dasarnya, sakit merupakan hal yang wajar, bukan
sesuatu yang buruk. Sakit itu mengingatkan kita bahwa, kita telah melakukan hal
yang salah dalam hidup. Itulah kenapa kita bisa sakit.
Bila kita sakit, berhentilah sejenak, kembali pada diri
sendiri dan pikirkan tentang itu, “Apa tindakan salah yang sudah dilakukan ?”
Saya belajar menggunakan air sebagai penyembuh diri sendiri; saya belajar
bagaimana menggunakan bahan alam untuk mengobati diri sendiri; saya belajar
bagaimana menggunakan ilmu dasar untuk menyembuhkan diri sendiri.
Semua kisah itu menyimpulkan, hidup itu sangat mudah. Saya
merasa sangat merdeka. Bebas. Saya merasa tidak perlu khawatir tentang apapun. Saya
tidak pernah takut. Saya bisa melakukan apa saja yang diinginkan dalam hidup.
Sebelumnya, saya begitu banyak ketakutan tentang hidup,
saya tidak bisa melakukan apa-apa. Tapi sekarang saya merasa sangat bebas. Saya
merasa diri manusia paling unik di bumi ini. Tidak ada orang seperti saya. Saya
tidak mau ikut cara atau gaya hidup orang lain. Saya adalah orang nomor satu.
Jadi, hal seperti itu sangat mudah; sangat mencerahkan. Setelah
itu saya berpikir kembali tetang kehidupan di Bangkok dulu. Saya merasa itu
bagian yang “gelap” dalam hidup. Saya juga berpikir, mungkin banyak orang berpikir
seperti saya saat ini. Itulah mengapa kami membuat sebuah tempat yang dinamai “Pun Pun” di Chiang
Mai. Tujuan utamnya untuk menyimpan benih. Karena benih merupakan makanan, dan
makanan merupakan hidup. Jika tidak ada benih, tidak ada kehidupan. Tidak ada
benih, tidak ada kehidupan. Tidak ada benih, tidak ada kebahagiaan. Hidupmu
akan bergantung pada orang lain karena kamu tidak memiliki bahan makanan. Sangat
penting kita menyimpan benih. Itulah mengapa kami fokus dalam menyimpan benih. Itulah
kegiatan utama di Pun Pun.
Hal kedua, di sana ada pusat pembelajaran. Kami memiliki
pusat tempat belajar. Belajar bagaimana hidup bisa mudah. Karena kita sudah
berpikir hal-hal yang rumit sepanjang waktu. Bagaimana caranya membuat itu
mudah ? Sangatlah mudah. Tapi, kadang kita tidak tahu bagaimana membuatnya
mudah.
Sekarang kita coba belajar, dan belajar hidup bersama. Selama
ini kita tidak terhubung dengan diri sendiri; dengan segala sesuatu yang
membuat kita mandiri. Kita tidak bisa hanya mengandalkan uang saja. Kita tidak
bisa mengandalkan pada orang lain. Kalau mau bahagian sekarang, kita harus
kembali, terhubung dengan diri sendiri lagi; terhubung dengan orang lain;
terhubung dengan pikiran dan tubuh kita lagi. Jadi, kita bisa bahagia. Hidup ini
sangat mudah.
Sejak awal hingga saat ini, apa yang saya pelajari
tentang 4 kebutuhan dasar: makanan, rumah, pakaian dan obat-obatan, harusnya
murah dan mudah bagi setiap orang. Tapi bila Anda membuat 4 hal tersebut
menjadi sesuatu yang sulit diperoleh, itu sungguh keterlaluan.
Bila kita melihat di sekeliling saat ini, semuanya sangat
sulit untuk didapat. Saya merasa sepertinya
sekarang merupakan era terburuk manusia di bumi. Kita memiliki banyak orang
lulusan dari universitas. Ada begitu banyak universitas di dunia ini. Ada begitu
banyak orang pintar di muka bumi ini. Tapi, hidup makin sulit dan sulit. Kita membuat
ini sulit untuk siapa ? Kita bekerja keras untuk siapa saat ini ?
Saya merasa ada yang salah, tidak normal. Jadi, saya
hanya kembali pada hidup yang normal. Jadilah manusia yang normal. Normal seperti
binatang-binatang. Burung membuat sarangnya (rumah) hanya satu atau dua hari. Tikus,
menggali lubang (rumah) hanya semalam. Tapi orang pintar seperti kita, butuh
waktu 30 tahun untuk mendapatkan sebuah rumah.
Banyak orang tidak yakin mereka bisa memiliki rumah
selama hidupnya. Itu salah. Kenapa kita hancurkan spirit yang dimiliki; kenapa
kita hancurkan kemampuan yang begitu banyak dimiliki ?
Saya merasa sudah cukup, hidup dengan cara tidak normal. Sekarang
saya mencoba hidup normal. Tapi orang menilai saya tidak normal. Orang gila. Tapi
saya tidak peduli, karena itu bukan kesalahan saya. Mereka yang salah, karena
mereka yang berpikir seperti itu.
Hidup saya mudah dan menyenangkan saat ini. Itu sudah
cukup bagi saya. Orang-orang bisa berpikir apa saja yang mereka mau. Saya tidak
bisa mengatur semua di luar hidup saya. Apa yang saya lakukan Cuma mengubah
cara berpikir, mengatur pikiran sendiri. Saat ini pikiran saya begitu cerah dan
mudah, itu sudah cukup.
Jika ada yang mau membuat suatu pilihan, Anda dapat
memilih menjadi mudah atau memilih menjadi susah. Semuanya tergantung Anda.
***
Bila Anda tidak bisa menyaksikan video di Youtube, saya
coba gambarkan sedikit rumah yang dibangun Jon Jandai buat. Kesan saya, rumah
itu terbuat dari bahan-bahan alami yang ada di sekitar kita. Batu batanya
terbuat dari tanah. Mungkin dindingnya juga berasal dari tanah liat. Atapnya menggunakan
daun jerami. Meski kesannya sangat sederhana dari “kacamata” kita, tapi tetap terlihat
indah dan menarik. Rumah itu tampak bersih.
Demikianlah kisah hidup Jon Jandai. Sebagai orang yang
telah merantau sekian tahun ke kota, saya merasa terganggu dengan pemikirannya.
Saya tidak tahu apakah akan mengikuti jejaknya suatu saat. Tapi yang pasti, pikiran
saya sangat terganggu dengan pemikirannya. Jon Jandai sungguh mengganggu saya. Ah..,
John...
0 Komentar