Gibran's Daily Activity (18)*

Gibran's Daily Activity (18)*
Gibran sedang dikompres
(*Tulisan ini diambil dari catatan facebook tanggal 19 Desember 2017)

Mamanya menempelkan punggung tangan di dahi Gibran. Tampak serius diikuti guratan wajah yang bingung. "Anak ini panas!?" serunya kemudian.
Saya belum yakin, lalu ikut meraba tubuh Gibran. "Ah, hangat sedikit, mungkin karena cuaca panas," saya berusaha berpikir positif; menenangkan suasana. Apalagi tadi selama di Gereja, dia baik-baik saja. Mana mungkin dia tiba-tiba demam. Saya perhatikan jam, hampir pukul 11.00, hari minggu (17/12).
Wajah mamanya tetap tegang. "Sedikit apa?", nada suaranya agak meninggi, "Ambil termometer, sana! Main hp terus, anak sakit tidak tanggap."
Saya bergegas ambil alat pengukur suhu tubuh itu. Gibran memang agak rewel. Tidak biasanya dia semurung seperti hari itu. Mamanya berikan ASI sambil mengukur suhu di ketiak. Kami sama-sama tegang menantikan hasilnya.
Lima menit kemudian. Suhunya 38,5 derajat celsius. Saya mulai khawatir. Mamanya juga masih berwajah tegang. Saya menunggu perintah darinya, tapi tidak kunjung diucapkan. Saya paham, bukan saat tepat bertanya jawab soal apa yang mau dilakukan.
Saya segera ke kulkas, melihat persedian obat di sana. Saya mengangkat sebuah botol sirup, ditunjukkan pada mamanya.
"Anak demam, diberi obat batuk?!" Mamanya menjawab ketus sambil terus berusaha memberi Gibran ASI.
Saya letakkan kembali botol itu itu. Bingung. Saya angkat satu strip paracetamol tablet, "Ini?"
"Kamu saja yang minum itu obat," jawaban mamanya masih bernada marah bercampur sinis.
Saya tidak bisa menahan marah. Saya lemparkan obat itu ke lantai sambil mengomel, "Kamu ini, coba beri solusi! Bikin jengkel saja."
Saya perhatikan reaksi mamanya. Dia malah menunduk, terus mendekap Gibran. Wajahnya memerah, tapi tidak menunjukkan ada niat untuk bicara.
Saya menarik napas dalam-dalam. "Ok, saya pergi beli sirup penurun panas?" Saya menunggu jawabannya. Dia tetap bergeming.
"Bagaimana sudah?"
"Kalau memang tidak bisa, biar sudah!"
Darah saya sepertinya mendidih. Jantung melonjak-lonjak mau keluar dari sarangnya. Saya keluar sambil membanting pintu. Saya ke toko obat dengan perasaan yang sangat tidak menentu.
Banyak sekali yang saya pikirkan. Saya berpikir, kenapa Gibran bisa demam? Apa kemungkinan penyebabnya? Kalau demamnya tidak teratasi, dampaknya bisa buruk. Saya takut efeknya berlanjut sampai kejang-kejang. Saya juga berpikir, kami sebagai orang tua belum memiliki kestabilan emosi yang baik. Anak sakit, semuanya panik. Akhirnya tidak bisa kendalikan emosi selama mencari solusi.
Saya segera kembali begitu dapat obat yang cocok di apotek. Tiba si rumah, saya berusaha lebih tenang; membangun suasana yang lebih kondusif.
Saya mengajak mamanya Gibran untuk melakukan manajemen deman seperti yang diajarkan dalam profesi perawat.
Pertama, kami berikan dulu sirup paracetamolnya. Lalu kami melepaskan semua pakainnya. Kami lakukan kompres hangat di ketiak, punggung, dada dan lipatan paha. Selain ASI, kami juga terus memberi air minum yang cukup, selama dia suka.
Kami bersyukur Gibran begitu semangat minum air. Bisa saja dia deman gara-gara kurang cairan. Sebelumnya dia memang kurang minum. Padahal, cuaca lumayan panas. Dia sering berkeringat.
Setengah jam kemudian, dia mulai bekeringat. Tubuhnya berangsur-angsur dingin. Kami lap tubuhnya dengan air hangat, lalu menggunakan pakaian tipis. Kemudian dia tertidur. Sejam kemudian, kami evaluasi lagi suhu tubuhnya. Hasilnya melegakan, 37,5 derajat celsius.
Sudah aman. Kami beraktivitas seperti biasa. Meski begitu, hampir tiap 30 menit kami cek lagi suhu tubuhnya. Baik-baik saja.
Begitu dia bangun dari tidurnya, kami bermain seperti biasa. Gibran ceria seperti sebelumnya. Mungkin capek, dia tertidur lagi.
Saat bangun kembali, saya meraba tubuhnya, hangat kembali. Jam menunjukkan pukul 16.00. Kami mulai gelisah lagi. Suhu tubuhnya kembali meningkat, kali ini 38,4 derajat celsius.
Kami lakukan lagi penanganan demam seperti tadi. Kami memberikan dia sirup penurun panas; kompres hangat di hampir seluruh bagian tubuhnya; dan memberi air minum yang cukup.
Hasilnya cukup memuaskan. Dia berkeringat lagi dan suhu tubuhnya berangsur-angsur turun. Kami terus mandikan dia dengan air hangat. Setelah berpakaian, kami menggendongnya di teras. Suhu dalam rumah terlalu panas.
Satu jam setelah minum obat, kami ukur kembali suhu tubuhnya. Suhunya kembali 37,5 derajat celsius. Kami kembali tenang, meski sesekali tetap was-was.
Setiap 2 jam, kami ukur ulang suhu tubuhnya. Selalu normal. Puji Tuhan. Berlanjut kemarin pagi (18/12), suhunya tetap normal. Sepanjang hari terus kami pantau, selalu normal. Hingga pagi ini, suhunya tetap normal. Kami anggap, dia sudah benar-benar bebas demam.
Gara-gara mengingat tanggal kemarin, tanggal 18, pagi ini baru kami sadari kalau sejak kemarin, Gibran genap berusia 7 bulan. Terus bertumbuh dan berkembang anak Gibran. Tapi tolonglah, jangan buat kami kagetan lagi dengan demam atau bentuk sakit-sakit yang lain. Pliss deh, ahh....

Posting Komentar

0 Komentar