Jalan Pagi (32)*

Jalan Pagi (32)
Gibran ikut #JalanPagi
(*Tulisan ini diambil dari catatan facebook tanggal 8 Desember 2017)

Pagi ini cuacanya lumayan cerah. Memang di beberapa bagian, masih terlihat awan mendung. Tapi, di bagian timur lumayan bersih dari awan. Matahari memancarkan hangatnya cahaya tanpa halangan. Suasana yang cocok untuk #JalanPagi.
Awalnya ingin jalan sendiri. Eh, Gibran keburu bangun pagi juga. Kalau dia tidak diikutkan, siapa yang akan menemaninya ? Mamanya yang kini mengaku dirinya sebagai 'Mbok Inem', sangat sibuk setiap pagi. Saya tidak tega menuliskan rincian kegiatannya. Terlalu banyak. Saya hanya bisa bantu dengan menjaga atau bermain dengan Gibran.
Saya siapkan kereta dorong. Gibran tampak bersemangat saat duduk di kereta. Dia bersandar, santai sekali. Saya mulai mendorong ke arah timur.
Saya tidak ada rencana khusus mengenai tujuan jalan pagi ini. Jalan saja, ke arah timur. Tidak ada hal yang istimewa yang kami lihat. Biasa, semakin banyak rumput yang tumbuh saat musim hujan seperti ini.
Kami hanya berpapasan dengan anjing, kucing dan kambing yang dibirkan liar oleh pemiliknya. Tai kambing berserakan di jalan. Saya berusaha meliuk-liukan kereta agar rodanya tidak mengenai tai kambing, tapi sulit sekali. Tai itu terpaksa digilas oleh roda. Saya tidak berhenti mengumpang kambing-kambing itu. Termasuk pemiliknya yang entah siapa.
Setelah berjalan agak jauh, kami berbalik arah, lalu belok ke arah selatan. Jalannya semakin menanjak. Kami ingin ke puncak bukit.
Gibran tetap santai di keretanya. Entah apa yang dipikirkan bocah hanpir 7 bulan itu. Semoga dia juga senang dengan jalan pagi yang kami lakukan bersama.
Tiba si puncak tertinggi, saya membalik arah kereta ke barat. Saya duduk di sampingnya, melepas lelah sambil menyaksikan pemandangan indah.
Nun jauh di sana, terlihat pulau Semau dan pulau Monyet. Makin ke sini kita bisa melihat bibir pantai laut Timor, wilayah perkotaan, kantor pemerintahan dan bandara.
Melihat pesawat terbang yang meninggalkan bandara, saya teringat kasus pilot yang tertangkap menggunakan narkoba saat berhotel di Kupang baru-baru ini. Semoga pesawat yang berangkat itu buka dipiloti pengguna narkoba.
Saya mulai melamun lebih jauh, "Kenapa ada pilot yang menggunakan narkoba ?". Apakah karena memiliki banyak uang (gaji besar), tapi bingung menggunakannya, sehingga dibelikan narkoba saja ? Atau mungkin untuk mengurangi perasaan cemas saat menerbangkan pesawat ?
Saya makin penarasan, seperti apa rasanya bila menggunakan narkoba. Apakah mabuk seperti minum sopi, atau lebih dari itu ? Apakah mabuknya bisa hilang dalam rentang waktu tertentu, atau efeknya sangat lama ?
Berbagai pertanyaan itu saya pikirkan karena saat itu, pilot melakukan tindakan tidak terpuji itu bersama semua crew atau tim se-pesawat. Artinya, semua sudah sama-sama tahu. Kalau mereka tidak ada yang khawatir soal keselamatan pesawat yang mereka gunakan bersama, itu artinya mereka telah terbiasa sebelumnya. Jangan sampai, praktik menggunakan narkoba oleh pilot atau crew pesawat terbang merupakan hal yang biasa ? Kalau kondisinya demikian, kami makin gelisah tiap kali berpergian dengan pesawat. Apalagi sistem pemeriksaan di bandara daerah seperti Kupang yang tampaknya belum begitu meyakinkan.
Lamunan saya buyar saat seorang ibu melambaikan tangan. Saya perhatikan baik-baik, ternyata Mbok Inem. Nah, itu tandanya sarapan bubur buat Gibran telah siap. Saya dan Gibran bergegas pulang ke rumah. Mbok Inem menyuapi Gibran, saya menulis di facebook. Terima kasih Mbok Inem, we love you....

Posting Komentar

0 Komentar