Gerimis Mengundang*

Gerimis Mengundang

(*Tulisan ini diambil dari catatan facebook tanggal 11 Desembes 2014. Saya temukan lagi tulisan ini dari fitur kenangan facebook)
Bangun tidur pagi ini disambut dengan gerimis. Aplikasi cuaca dalam smartphone juga menunjukkan wilayah Sukolilo gerimis dengan suhu 26° C. Cukup adem bila dibandingkan cuaca saat hari biasanya jika tanpa hujan.
Tuan kost tempat saya tinggal (Ibu Dwi Maryuni) bilang, "biasanya kalau hujan gerimis seperti ini lama baru berhenti. Bisa seharian penuh". Saya sependapat dengan beliau. Jika kita rasionalisasikan, air yang tertampung dalam bak juga akan lama habisnya apabila keran dibuka sangat kecil. Penjelasan ini memang ngawur, tidak ilmiah. Tapi, kadang-kadang seperti itu nyatanya.
Mengenai gerimis, dari sekian banyak pikiran yang muncul, ada 2 hal yang menurut saya perlu diceritakan saat ini. Pertama, saya teringat kembali masa-masa SMA di Kota Ruteng, Manggarai-NTT. Ruteng, terkenal sebagai kota dingin. Saat tidak hujan saja tetap dingin, apalagi dikala hujan. Bisa-bisa kita kena frostbite. Nah, akibatnya saat musim penghujan tiba, saya bersama beberapa teman nekat meliburkan diri ke sekolah. Dingin, takut basah, serta pemikiran "ahh..,pasti guru-guru juga takut basah jika ke sekolah" menjadi alasan bagi kami untuk tidak perlu ke sekolah. Kami tidak mau beranjak dari tempat tidur dalam hangatnya dekapan selimut. Hanya jika lapar saja kami terpaksa bangun untuk sekedar makan mie instant, lalu berselimut lagi di tempat tidur.
Jika dikaitkan dengan kurikulum pendidikan dasar dan menengah yang ramai dibicarakan selama ini, saya punya usulan khusus. Selama kurikulum 2013 diberlakukan, saya sering membaca berbagai pendapat (keluhan) dari beberapa guru dan orang tua murid di berbagai grup diskusi facebook, maupun berita-berita di media massa cetak dan elektronik. Intinya, mereka menolak kurikulum baru tersebut karena sulit diimplementasikan, murid terlalu dibebankan, dan alasan lainnya. Setelah Pak Anis Baswedan menjadi Menteri Pendidikan, beliau melakukan evaluasi langsung, blusukan untuk mendengar pendapat para guru dan murid, dan akhirnya merubah kembali ke kurikulum 2006 (KTSP). Saat pertama kali membaca berita tentang kembali ke kurikulum 2006, saya berpikir pasti semua guru-guru akan senang. Ternyata keliru, ada juga beberapa guru yang menyesal karena kurikulum 2013 diganti. Begitu pula mantan menteri pendidikan, menganggap langkah tersebut sebagai bentuk kemunduran.
Ahh.., saya jadi bingung sendiri, mana sih kurikulum yang benar ?. Terlalu banyak pendapat yang muncul dengan argumentasi yang cukup masuk akal semuanya. Saya akhirnya lebih setuju dengan pendapat Pak Daniel M. Rosyid (penasehat dewan pendidikan Jawa Timur) dalam opininya yang dimuat di Jawa Post (8/12). Bagi beliau, kurikulum itu tidak penting, bahkan sekolah pun tidak penting. Inti dari pendidikan adalah "belajar". Belajar bisa dilakukan di mana saja, tidak harus di sekolah yang berkurikukum. Beliau mencontohkan Ibu Susi (Menteri KKP) tidak sekolah, tapi terus belajar hingga bisa sesukses sekarang. Pada bagian akhir tulisannya, beliau menyimpulkan: "Tanpa kurikulum 2013, sekolah akan baik-baik saja karena tanpa sekolah pun kita akan baik-baik saja. Kita boleh mulai khwatir kalau kita tidak mau belajar".
Atas pemikiran tersebut di atas, saya kemudian ingin memberi usulan. Terserah kurikulumnya menggunakan apa (2006 atau 2013), asalkan jika hujan (lebat maupun gerimis), siswa/inya diliburkan saja. Saya yakin, siswa yang tidak ke sekolah karena hujan tidak akan membuat mereka bodoh asalkan tetap belajar di rumah. Saya juga tidak yakin dengan siswa yang nekat menerobos hujan demi belajar di sekolah akan menjadi lebih cerdas. Jadi, selain buat kurikulum, tolong buat juga aturan libur jika hujan.
Kenapa aturan itu penting ? 
1. Semenjak kecil, kita sudah diberi pemikiran oleh orang tua untuk tidak bermain di hujan agar tidak sakit. Pemikiran seperti itu sudah tertanam di alam bawah sadar kita, sehingga responnya mengikuti apa yang dipikirkan. Akhirnya, banyak yang mengeluh demam dan flu selama musim hujan.
2. Kondisi jalanan yang licin dan becek tentunya membahayakan bagi anak sekolah. Bisa-bisa terpeleset lalu mengalami cedera.
3. Kalau kita terkena hujan, sebagain atau seluruh tubuh, tidak mungkin bisa belajar dengan baik.
4. Dan masih banyak pertimbangan lainnya.

Baiklah, kita masuk pada point kedua mengenai hujan gerimis. Kondisi gerimis, mengingatkan saya pada sebuah lagu Malaysia yang sangat hits waktu masih SD, yaitu lagu : "Gerimis Mengundang". Saya tidak tau, apa dalam bahasa Malaysia judul lagu itu memiliki makna tersendiri atau tidak. Dalam bahasa Indonesia, saya memaknainya bahwa kondisi huja gerimis mengundang kondisi-kondisi lain sebagai penyerta. Misalnya saja, gerimis mengundang kita untuk berselimut dan tidur lagi; mengundang kita untuk berkhayal; mengundang kita untuk cari makanan hangat (bakso, mie, dll); mengundang kita untuk minum kopi panas; mengundang kita mengingat/kangen dengan "someone"; dan mengundang hal-hal lainnya.
Ahh...., gerimis ini memang mengundang. Mengundang saya untuk menulis catatan yang agak ngawur ini. Maklum, ini semua gara-gara gerimis. Selamat pagi buat Anda sekalian, selamat menikmati gerimis jika mengalami juga.

Posting Komentar

0 Komentar