Suasana Santai |
(*Tulisan ini diambil dari catatan facebook tanggal 9 Desembes 2016. Saya temukan lagi tulisan ini dari fitur kenangan facebook)
Beberapa hari yang lalu, saya mengikuti ibadah syukuran wisuda. Ibadah tersebut dipimpin dengan tata cara Kristen Prostestan. Ada Bapak Pendeta, Majelis dan tim lain yang menyiapkan dan mengatur rangkaian ibadah. Tidak ada hal yang aneh. Ibadah berjalan dengan hikmat dan penuh suka cita.
Setelah ibadah berakhir, ada peristiwa yang cukup istimewa bagi saya. Sejauh yang saya alami, pengalaman seperti itu biasa terjadi di Gereja Kristen Protestan. Adapun yang saya maksudkan adalah, penyampaian kesaksian orang siapa saja yang telah merasakan pengalaman iman yang istimewa.
Seperti pada waktu itu, seorang ibu dipersilakan menceritakan kesaksian atau pengalaman imannya. Seorang Ibu yang saya taksir umurnya sudah memasuki usian 40-an, maju dan berdiri di mimbar. Dia menatap ke arah kami semua, kemudian tersenyum lebar. Saya merasa lega, karena pasti cerita gembira yang akan disampaikannya.
"Sebelumnya saya didiagnosis mengidap kanker serviks stadium 3B", Ibu tadi mulai bercerita. Saya dan semua yang mendengarkan saat itu, tidak bersuara agar bisa menyimak lebih baik.
"Siapa yang tidak takut mendengar kabar tentang sakit kanker ? Saya langsung lemah saat itu, sepertinya mau mati saja. Apalagi hasil pemeriksaan darah ternyata Hb hanya 5 saja".
Beberapa Ibu yang duduk di samping saya tampak mengelus-elus dada. Saya tidak terlalu pedulikan, lalu kembali fokus mendengar.
"Saya sangat kebingungan menghadapi situasi demikian. Beruntung keluarga dan teman-teman memberikan dukungan agar saya bisa sembuh lewat berbagai pengobatan. Serta tidak lupa, saya bersama keluarga, menyerahkan semua persoalan yang berat itu kepada Tuhan lewat doa yang tidak kunjung putus. Hingga akhirnya saya harus berobat dan dirawat di RS khusus kanker (Dharmais) Jakarta. Di sana saya menjalani beberapa tahapan pengobatan. Mulai dari operasi, lalu menjalani pengobatan kemoterapi, dan penyinaran. Selama itu, saya hanya berdoa pada Tuhan, untuk kekuatan bagi diri dan agar Dokter, Perawat serta semua petugas medis bisa bekerja dengan baik sehingga bisa sembuh. Puji Tuhan, hingga pemeriksaan terkahir, saya dinyatakan bebas kanker dan tidak ada penyebaran ke bagian tubuh yang lain. Akhirnya saya bisa berkumpul bersama dengan Anda sekalian, merasakan suka cita yang sama. Semua ini terjadi karena kehendak-Nya", senyuman kebahagiaan terpancar dari wajahnya. Kami juga ikut tersenyum lega.
Dia melanjutkan, "Buat kaum wanita, atau ibu-ibu yang hadir di sini, tidak perlu takut kalau misalnya Anda atau keluarga didiagnosis kanker. Semua bisa disembuhkan asal ditangani dengan cepat, oleh dokter yang tepat dan di tempat fasilitas kesehatan yang tepat. Pastikan berobat di tempat yang benar. Selain itu, bila perlu rutin melakukan pemeriksaan kesehatan biar bisa diketahui lebih awal jika ada sel kanker dalam tubuh kita. Jangan lupa pula untuk berdoa. Sebab, karena kasih-Nya saja yang membuat segalanya bisa terjadi", dia berhenti sejenak saat kami spontan bertepuk tangan.
"Demikian saja yang bisa saya sampaikan, semoga bermafaat untuk kita semua. Terima kasih Bapak pendeta, terima kasih jemaat se-wilayah, terima kasih buat semua", demikian dia mengakhiri ceritanya dan disambut dengan tepuk tangan pendengar.
***
Cerita ibu tadi, bagi saya merupakan hal yang mengesankan. Beliau telah menyadarkan tentang pentingnya berusaha dan berdoa atau bekerja dan berdoa. Saat dia sakit, dia tidak hanya berdoa dan menunggu mujizat. Tetapi juga berupaya mencari pengobatan terbaik.
Sebagai perawat, saya juga merasa senang saat beliau mengingatkan kepada yang lain untuk rutin periksa diri ke fasilitas kesehatan. Dia juga menambahkan, apabila diketahui mengidap kanker, tidak usah terlalu takut, asalkan ikuti program terapi di RS, Puji Tuhan bisa disembuhkan. Itulah ajakan yang baik dan masuk akal.
Dengan demikian, upaya petugas kesehatan (termasuk perawat) saat ibu tadi dirawat sangatlah berhasil. Selain bisa sehat, dia juga bisa menyebarkan informasi yang tepat, serta memotivasi sesamanya agar tetap sehat. Artinya, informasi atau pendidikan kesehatan yang diberikan selama di RS sangat besar manfaatnya, bahkan menyebar lebih luas lagi. Siapa pun petugas kesehatan yang mendengarnya, pasti merasa senang.
***
Bagi yang belum tahu, itulah gambaran kalau umat Kristen sedang beribadat. Saya kira, KKR yang dibubarkan kemarin di Bandung juga tidak beda jauh. Artinya, selama kegiatan itu berlangsung paling-paling umat berdoa, bertobat atau mengakui dosa-dosanya, mendoakan hal-hal baik, saling memotivasi agar hidup baik, aman dan damai. Itu saja.
Apakah ada penghasutan untuk membenci agama lain ? Tidak ada !
Apakah ada upaya agar umat mencari anggota baru ? Tidak ada !
Apakah ada agenda untuk merusak kehidupan berbangsa dan bernegara ? Tidak ada !
Lalu, apa yang kamu risaukan, kisanak ? Mengapa merasa tidak nyaman atau tidak senang saat yang lain menjalankan kegiatan agamanya ? Kenapa sibuk melarang kegiatan doa agama lain ? Apa sih yang kamu khwatirkan ?
"Berita yang saya baca, kelompok yang melarang KKR di Bandung itu ternyata minta uang 200 juta, tapi tidak diberikan panitia. Makanya mereka larang", Boros memberi penjelasan seadanya.
Wah, pantasan kalau begitu. Saya pusing jadinya kalau begitu. Tolong buag kopi dulu, Boros !
"Beres...serahkan sama Boros. Enaknya makan apa ya ?"
Sari Roti saja, iklannya lagi rame di media sosial. Pasti enak kalau sambil ngopi. Sippp...
0 Komentar