Sesaat Setelah Mengantar Seorang Badjingan*

Sesaat Setelah Mengantar Seorang Badjingan
Para Bajingan Yang Menyenangkan
(*Tulisan ini diambil dati catatan facebook tanggal 17 September 2017)

Sehabis mengatar badjingan teganteng se-Lembor Selatan yang satu ini di pintu keberangkatan, saya kembali ke tempat parkir. Saya memperbaiki posisi kacamata, helm, lalu menghidupkan mesin sepeda motor. Baru jalan sesaat, rasanya oleng. Saya berhenti dan periksa, ban belakanģ kempes.
Saya hanya bisa menyerngit sendiri. Angin kencang hanya menerpakan ejekan. Sinar mentari semakin membakar amarah. Kenapa terjadi di tempat yang salah ?
Bayangan wajah seorang badjingan lain muncul. Jenn Warat pernah berpetuah, hidup ini memang rumit dan sulit ditebak. Satu saja kunci mengahadapinya, kita harus banyak sabar. Yah, sabar saja. Tapi, sabar itu hanya sebatas menahan amarah. Aksi nyata tetap dijalankan, tidak boleh sabar.
Saya mulai menimbang, kalau saya paksakan duduk di sadel, sudah pasti ban dalam akan robek. Lebih buruk lagi, velk bisa ikut penyok. Maka, hal paling bijak dilakukan adalah mendorongnya dengan sabar menuju tempat tambal ban.
Saya tetap hidupkan mesin motor, dan menarik tuas gas perlahan, sehingga sesuai dengan kecepatan saya berjalan. Tiba di pintu parkir, saya mengarahkan pandangan ke jendela ruang pemeriksaan tiket parkir sekaligus kasir atau tempat pembayaran parkin. Seorang perempuan. Wangi parfum menyerbak ke luar. Dia tersenyum. Lumayan.
Seraya menyerahkan karcis dan uang, saya membalas senyumannya, "Kaka, di sini ada tempat tambal ban ko ?"
"Di sini ban pesawat jarang kempes na kaka, jadi sonde perlu ada tambal ban", jawabnya sambil menyerahkan uang kembali.
Saya hendak balas mengejek, tapi bingung apa yang bisa saya jawab, lebih cepat bunyi klakson sepeta motor lain yang sejak tadi mengekor. Sialan. Saya buru-buru mendorong motor keluar.
Saya matikan mesin setelah menepi tidak jauh dari pintu parkir. Saya menoleh ke ruang tempat wanita petugas parkir tadi, terhalang oleh kaca gelap. Saya berencana kembali berdebat dengan wanita itu, tapi segera urung, malu sama pengendara lain. Persoalannya terlalu sepele.
Saya putuskan terus berjalan. Kali ini, mesin saya matikan. Saya berupaya melihat sisi positif dari setiap peristiwa. Mendorong dengan tenaga sendiri, secara tidak langsung saya juga berolahraga. Peristiwa yang awalnya dianggap sebagai musibah, sudah berubah menjadi berkah.
Setengah jalan, sebentar lagi tiba di tempat tambal ban. Dua orang pemuda yang menggunakan sepeda motor juga, menawarkan bantuan, "Kaka, biar kami topang dengan kaki dari belakang".
"Terima kasih kaka, ini ban kempes, sengaja saya dorong". Mereka berlalu. Saya tersenyum sendiri. Kota Kupang, Kota Kasih. Masih banyak stok orang baik di sini. Puji Tuhan.
Tiba di tempat tambal ban, napas saya tersengal-sengal. "Kaka, tolong tambal ban", lalu saya duduk sambil melihat gawai. Ada pemberitahuan facebook. Seorang badjingan baru saja memuat beberapa foto yang diambil sesaat sebelum berangkat ke ruang tunggu bandara tadi, dengan tulisan: Para badjingan yang menyenangkan. Saya tahu, tulisan itu terinspirasi dari novel yang kami baca semalam.
Saya tersenyum geli. Saya gembira. Saya tidak merasa baru selesai mendorong motor dengan jarak yang jauh. Dasar badjingan. Apapun selalu menyenangkan. Hati-hati badjingan...

Posting Komentar

0 Komentar