![]() |
Sufmuti (Gambar diambil dari blog Felix Nesi) |
(*Tulisan ini diambil dari catatan facebook tanggal 11 November 2017)
Siapa yang suka #JalanSiang di Kota Kupang ? Kalau tidak terlalu penting, saya tidak suka melakukannya. Cuacanya panas. Badan kita akan berpeluh-peluh, menyisakan gambar pulau putih bila berbaju hitam. Bila tidak memiliki perlindungan yang baik (pakaian/payung/lotion), kulit bisa terbakar derajat I. Pokoknya tidak mengasyikan.
Itulah mengapa selama ini saya jarang #JalanSiang. Baru kali ini ada catatan tentang jalan yang paling sering dihindari itu.
Tapi, apa yang saya lakukan bukanlah jalan yang sebenarnya. Saya tidak melangkah keluar ruang atau berpergian dengan kendaraan. Saya tetap duduk di ruang kerja, karena hanya melakukan perjalanan virtual. Saya hanya "jalan" ke blog orang untuk membaca atau biasa disebut "blogwalking".
Perjalanan kali ini, entah bagaimana, saya tiba-tiba berada di Blog Sufmuti (https://sufmuti.wordpress.com/) milik Kaka Felix Nesi. Tidak, tentu saja ada kisah perjalanannya.
Pemilik blognya sudah saya kenal lumayan lama. Berawal dari berkegiatan di Komunitas Secangkir Kopi (KSK) Kupang, saya bertemu dengannya. Kami pun berkenalan. Teman yang sudah lama mengenalnya, menambah informasi kalau dia seorang penulis dan telah menerbitkan buku. Saya tentu saja senang berkenalan dengan penulis buku, meski saat itu belum tertarik untuk membeli.
Setelah berkenalan langsung, kami melanjutkan pertemanan itu lewat facebook. Awalnya berjalan biasa saja. Saya makin tertarik mencari tahu tentang riwayat kepenulisannya setelah tahu kalau cerpennya muat di Koran Tempo.
Saya membaca Cerpen itu lewat sebuah blog yang mengoleksi secara rutin tiap cerpen yang terbit di berbagai surat kabar. Cerpen yang ia tulis, sangat menarik dan mudah dipahami. Intinya, cerpen itu mengisahkan tentang budaya Sifon yang biasa dilakukan orang Timor.
Saya jujur saja, agak bingung menilai cerpen. Saya sendiri belum bisa menulis cerpen. Bagaimana bisa menilai cerpen orang ? Saya hanya bisa katakan itu bagus. Tapi saya sulit jelaskan, apa-apa yang disebut bagus itu. Apakah tokohnya, alurnya, konfliknya, atau apanya ? Saya benar-benar belum begitu paham.
Setelah membaca cerpen "Mayat-mayat hilang" itu, saya bertemu lagi dengannya dalam diskusi sastra yang diselenggarakan Komunitas Leko Kupang. Dia bertugas sebagai moderator. Suasananya lumayan riuh saat dia melontarkan joke-joke yang berbeda. Kesannya serius, tapi semua orang tertawa. Saat orang tertawa, dia tidak marah, juga tidak tertawa. Ekspresinya datar saja. Dan bagi saya, itulah yang menarik dari dia.
Saat acara itu, dia juga mengabarkan kalau sebentar lagi akan menerbitkan buku cerpen kedua. Dia meyakinkan kami kalau cerpennya itu bagus-bagus dan layak dibaca.
Setelah pertemuan itu, saya makin penasaran dengan tulisan-tulisannya yang lain. Sejak kemarin dan hari ini, saya #JalanSiang ke blognya (blogwalking).
Sebelum ke Blog Sufmuti, saya membaca berbagai informasi tentang lewat blog-blog lain. Cuka-minyak, ternyata dia begitu terkenal sebagai penulis/sastrawan. Bukan hanya di NTT, malah dia sudah terkenal di dunia kepenulisan atau sastra nasional.
Puisi dan cepennya bertebaran di berbagai media nasional, baik cetak maupun online. Banyak orang (penulis/sastrawan) lain yang mengulas atau mengisahkan tentang kehebatan karya-karya. Dan saya benar-benar baru tahu semuanya itu.
Dia terlalu lemah soal narsis kalau dirinya penulis hebat. Kalau saya jadi dia, mungkin lini masa FB akan dipenuhi postingan tentang karya-karya yang telah terbit.
Singkat cerita, tibalah saya di Sufmuti. Saya suka gayanya menulis. Kelimatnya pedek-pendek dengan diksi yang tidak klise. Sekali lagi, saya sulit menjelaskannya secara detil, intinya dia menulis dengan baik.
Saya baru saja selesai membaca semua tulisan di rubrik kuliah. Lewat tulisannya di sana, saya akhirnya tahu, dulu dia kuliah di mana dan seperti apa saat menjadi mahasiswa.
Lewat rubrik kuliah itu, kita bisa mengetahui seperti apa kuliah di Unmer Malang, khususnya Fak. Psikologi. Dia menceritakan bagaimana dosennya mengajar, memberi tugas, memberi nilai dan sebagainya. Dia juga kerap mengkritisi kebijakan rektor atau peraturan yang ada di Unmer.
Dia menuliskan semuanya itu dengan gaya bercerita dan diselipi humor segar (antimainstream). Ketika membacanya, kita akan tersenyum atau tertawa sendiri. Dia piawai memaikan kata, sehingga emosi pembaca ikut terbawa dalam ceritanya. Meski kesannya banyak guyon, tetap ada makna yang kita peroleh. Semacam tiap hari kita kerjannya hanya ketawa-ketiwi saja, tetapi tetap dapat uang.
Lewat rubrik kuliah itu juga, kita bisa tahu sedikit tentang ilmu atau teori-teori psikologi. Mau tahu manajemen stress ? Ada di sana. Salah satu yang paling menarik bagi saya adalah, dia mengkritisi Abraham Maslow sekalian dengan pengikut-pengikutnya (orang yang percaya dengan teori itu). Sebagai perawat, saya juga sering menggunakan dan meyakini teori Maslow tersebut. Bagi Felix, teori Maslow itu sangat gablok. Dia membantah dengan penjelasan-penjelasan yang masuk akan, lucu, dan akhirnya saya pun setuju dengannya.
Dia juga mengkritisi perilaku mahasiswa atau teman-teman kuliahnya. Anak-anak kuliah yang biasa menyetel musik dengan volume keras di kos-kosan, dia anggap sebagai pribadi yang tidak melewati toilet training dengan baik, atau tidak dapat ASI semasa bayi.
Dia juga sering menyebut nama Tiara di sana. Dari kisah-kisah itu, saya menduga Tiara adalah pujaannya. Setelah saya cek lebih lanjut, kini tiara sudah menikah dengan laki-laki lain. Aduh Tiara eh, kau terlalu betul...
***
Saya hanya selesai membaca tulisan di rubrik kuliah, sedangkan "Love" dan "Lepas" belum. Saya akan pelan-pelan membacanya nanti.
Satu hal yang ingin saya tekankan, kebiasaan dia menulis aktivitas kuliah itu sangat baik. Saya pernah melakukannya juga sewaktu kuliah di Unair Surabaya. Setiap aktivitas praktik atau kejadian apa saja, saya tuliskan dalam blog http://saverinussuhardin.blogspot.co.id/ (memang tulisan saya kualitasnya jauh di bawah tulisannya)
Cara itu memungkinkan saya semakin paham dengan topik kuliah atau praktik. Bila lupa, saya tinggal cari ulang lewat bantuan google, lalu membacanya kembali. Mudah dan menyenangkan.
Maksud saya, alangkah baiknya kebiasaan Kaka Felix di atas, perlu ditiru oleh semua mahasiswa/i, khususnya di NTT. Percaya saja, manfaatnya sangat banyak. Kalian bisa menuliskan ide-ide cemerlang kalian sehingga berdampak lebih luas.
Saya kira, sudah saatnya Kaka Felix masuk ke kampus-kampus untuk berbagi cerita tentang membuat blog serta manfaat yang bisa diperoleh.
Fasilitas internet di kampus tidak hanya untuk mengupload foto ekspresi manja di facebook dengan tulisan singkat: "Kak, Dedek semakin lemah..".
Itu maksudnya apa ? #KodeKeras ko ?
0 Komentar