Jalan Pagi (8)*

Jalan Pagi (8)
Santai setelah jogging
(*Tulisan ini diambil dari catatan facebook tanggal 14 September 2017)

Anjuran 'Germas' untuk melakukan aktivitas fisik (jogging) minimal 30 menit per hari, saya patuhi dengan tepat. Jika mulainya pukul 05.33, maka saya akan berhenti pukul 06.03. Waktunya tidak lebih dan tidak kurang dari 30 menit. Hp menjadi alat bantu penghitung waktu, selain sebagai media hiburan juga.
Kenapa 30 menit ? Saya pikir, itulah waktu ideal berolahraga sesuai hasil penelitian. Tidak mungkin pemerintah (Kemenkes RI) memberikan sebuah anjuran bagi masyarakat tanpa riset praktik terbaik. Bila waktunya kurang, tujuan atau manfaat yang ingin dicapai sulit dicapai. Sebaliknya, bila waktunya berlebihan, justru memberatkan tubuh. Apapun alasannya, yang jelas saya lebih percaya anjuran pemerintah.
***
Jalan pagi hari ini, saya coba mengambil track atau jalan yanh berbeda dari biasanya. Saya mengikuti saran, "Kita tidak akan mendapatkan hasil yang berbeda bila masih melakukan dengan cara yang sama". Nasehat itu saya terapkan dalam berlari. Pengalaman yang berbeda, tidak didapatkan dari track atau alur jogging yang sama. Bosan juga melalui jalan yang sama.
Apa saja yang saya temukan di jalan yang berbeda itu ?
Pertama, saya berpapasan dengan seorang anak perempuan, dari bentuk fisiknya diperkirakan seumuran dengan anak SMP. Dia menggunakan pakaian lusuh, sebuah karung diselempang pada bahunya, sambil menenteng kantong plastik berwarna merah. Saat berpapasan, saya tersenyum sebagai bentuk sapaan. Dia membalasnya dengan menunjukkan muka datar, tanpa ekspresi. Pertemuan yang lempeng. Dan saya agak menyesal dia tidak bisa tersenyum sedikitpun. Saya terus perhatikan meski kami sudah berjarak, dia belok ke tempat sampah umum. Ah, akankan dia selalu murung ?
Kedua, saya berpapasan dengan seorang ibu bersama anak perempuan yang ditaksir berumur sekitar 3 tahun. Keduanya juga sedang melakukan aktivitas jalan pagi. Bagaikan pengobat rasa yang mengganjal sebelumnya, mereka berdua tersenyum, sesaat setelah saya mengumpan senyum sapaan. Bahkan, si anak kecil melambai-lambaikan tangannya. Lucu sekali. Momen yang menggembirakan.
Ketiga, saya perhatikan rumah-rumah. Dulu, rumah di perumahan ini berbentuk dan berukuran sama. Pemiliknya kemudian mengubah sesuai keinginan, ada yang ditamah ke samping, depan, belakang dan ke atas. Hasilnya, tidak ada lagi yang sama persis, baik bentuk mapun ukurannya. Meski begitu, semuanya tampak baik.
Setiap orang itu unik. Pilihan mereka berbeda-beda. Sulit rasanya menilai yang satu paling benar atau bagus, sedangkan yang lainnya tidak benar atau jelek. Jika dipaksakan untuk tetap menilai seperti itu, selain tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan, juga tidak menentramkan jiwa. Perbedaan ini, baiknya bila kita nikmati saja, tanpa harus bertanya kenapa begini dan begitu.

Posting Komentar

0 Komentar