![]() |
| Ayam pelangi |
(*Tulisan ini diambil dari catatan Facebook tanggal 10 September 2017)
Kami berharap bisa bekerjasama dengan saudara/i sekalian. Kita sama-sama berjuang untuk mencapai impian ini. Kami melakukan apa yang kami bisa, begitu juga Anda, lakukan yang terbaik. Bila berhasil, Anda akan menjadi 'orang kami', dan diharapkan bisa bekerjasama, khususnya dalam koordinasi program-program penting dan strategis. Bila gagal, itu artinya Anda belum beruntung. Mohon tidak membocorkan kepada orang lain apa yang terjadi malam.
Itulah beberapa pernyataan yang sempat saya dengar dalam sebuah forum rapat khusus semalam. Mungkin agak berlebihan disebut sebagai rapat, lebih tepatnya disebut briefing atau pengarahan.
Selebihnya saya tidak tahu serta tidak memahami dengan apa yang terjadi. Beberapa kali saya tertidur di tempat duduk. Briefing baru dimulai pukul 00.23, sementara kami sudah berkumpul sejak pukul 21.03. Keberadaan saya di sana pun hanya sebagai pengantar salah satu peserta rapat.
Saya baru sadar lagi saat pengarahan hampir selesai, sekitat pukul 01.35 dini hari. Saya hanya mendengar kata-kata penutup, "Silakan kalian pulang, asalkan handphone selalu aktif agar mudah dihubungi. Kami akan mengabarkan informasi terkini, atau sekedar untuk koordinasi hal yang diperlukan".
Saya segera mengambil sepeda motor di parkiran, lalu pulang bersama teman tadi. Tiba di rimah pukul 02.00, langsung terkapaĆ di kasus. Capek. Mengantuk. Bagitu tersadar, jam menunjukkan pukul 7 lebih sedikit. Bagun pagi hari ini agak telat. Rutinitas pagi terasa agak berat. Saya terpaksa batalkan agenda yang biasa dilakukan pagi hari.
Meski kondisinya demikian, aktivitas jalan pagi tetap berjalan. Hari ini, saya lagi-lagi jalan pagi ke pasar. Bedanya, pasar yang saya kunjungi ini bukan pasar yang sama dikunjungi beberapa hari lalu. Saya yakin setiap tempat yang berbeda, kita bisa memperoleh pengalaman yang berbeda pula. Bahkan bisa menemukan hal-hal yang lebih mengejutkan.
Benar saja, saya bertemu dengan seorang penjual anak ayam pelangi. Nama 'pelangi' itu saya asal sebut saja, sebab bulu anak ayam itu berwarna-warni seperti pelangi. Setua ini, baru kali ini saya melihat bulu ayam yang unik seperti ini.
Saya segera bertanya sama penjual, "Ini ayam betulan ? Bisa dimakan seperti ayam biasanya ? Kenapa bisa berwarna seperti itu ?".
Penjual ayam hanya menjawab sekenanya. "Seperti ayam biasanya, bisa dimakan. Mereka sudah berwarna semenjak dikirim dari Surabaya. Saya hanya menjual, 15 ribu rupiah per ekor, 25 ribu rupiah bila ambil 2 ekor".
Anak ayam yang biasanya tampak imut, makin lucu dengan warna bulu yang tidak lazim. Mirip boneka ayam. Semua orang yang melewati penjual ayam itu, pasti singgah sebentar dan bertanya. Ada yang membeli, ada pula yang sekedar tanya sambil membelai ayam-ayam kecil itu.
Saya meninggalkan penjual serta kerumanan orang sambil terus berpikir, kenapa bulu ayam bisa berwarna seperti itu ?; Apakah terlurnya berwarna yang sama ?; Apakah induknya juga memiliki bulu yang berwarna sama ?
Saya tahu, pertanyaan seperti itu tidak segera ditemukan jawabannya. Tapi, saya terus bertanya pada diri sendiri. Berpikir. Berandai-berandai. Paling tidak, dengan cara seperti itu bisa melegakan batin untuk sementara waktu.
Saat pulang, saya melewati jalan yang sama. Penjual ayam pelangi semakin dikerumuni banyak pengunjung. Saya iseng bertanya pada seorang bapak yang sedang asik mengelus-elus anak ayam itu, "Pak, betulkah ini warna ayam aslinya seperti ini ?".
"Bukan adik, ini ayam mereka cat". Saya merasa semakin aneh, "Benar dicat ko, Pak ?"
Dia mengangkat salah seekor, "Lihat kakinya, tampak seperti percikan cat". Saya berusaha membantah, "Tapi, penjualnya bilang...". Saya segera dipotongnya, "Namanya juga pedagang dek, bisa melakukan apa saja asal laku".
Saya pergi tanpa pamit, meninggalkan kerumunan itu. Jualan ayam pelangi itu cukup laris. Banyak anak-anak yang merengek sama orangtua agar dibelikan. Perkara warna bulu itu asli atau bukan, mereka tidak begitu peduli.
Setelah saya pikir-pikir, mungkin ini salah satu inovasi penjualan ayam masa kini. Mereka (penyedian ayam pelangi), -mungkin- terinspirasi dari manusia yang seringkali mewarnai rambutnya. Seseorang akan semakin terlihat unik atau menjadi pusat perhatian bila memiliki warna rambut yang berbeda, serta mencolok dari yang biasanya. Konsep itu, diterapkan atau dipindahkan pada ayam. Sepintas, teknik itu cukup berhasil. Banyak orang yang tertarik untuk melihat, lalu membelinya.
Siap-siap, bukan tidak mungkin, besok-besok kita akan melihat babi/kambing/sapi/kuda dan binatang lainnya berwarna pelangi. Semakin berwarna, semakin dilirik, semakin diminati. Hidup kita, perlu berwarna-warni juga.

0 Komentar