Jalan Pagi (26)*

Jalan Pagi (26)
Kambing 
(*Tulisan ini diambil dari catatan facebook tanggal 18 November 2017)

Saya sangat hati-hati saat #JalanPagi hari ini. Sebelum jalan, saya minum air yang cukup dan membasuh muka. Saya harus segar dan memastikan dengan baik apakah sudah bisa berkosentrasi. Saya tidak ingin kejadian lucu itu terjadi pada diri sendiri, menabrak tiang listrik/lampu/telepon.
Saya berhasil. Bahkan, saya jogging dengan mata terpejam pun, kaki saya masih berada dalam area jalan. Kalaupun mencong sedikit, segera saya perbaiki sehingga tetap berlari di trek yang seharusnya. Saya bisa mengendalikan diri dengan baik.
Meski terbebas dari ancaman #tiang, saya malah berpapasan dengan musuh bebuyutan: kambing-kambing itu.
Saya benci dengan kambing yang dilepas begitu saja oleh tuannya di sekitar tempat kami tinggal. Padahal ini Kota Kupang, masih saja ada yang melepas hewan ternaknya.
"Karena KOTA ini...", saya teringat akan Om Gorom.
Saya dan beberapa tetangga pernah berniat jahat, membunuh kambing-kambing itu. Buka tanpa sebab. Kambing-kambing itu makan atau merusaki tanaman yang ada.
Dulu, saya sangat rajin menanam sayur. Ada sawi, kangkung, ubi talas, tomat, cabe, pepaya dan halia. Semuanya tumbuh subur. Saya menggunakan pupuk organik cair olahan sendiri. Cara menanam dan membuat pupuk organik cair saya dapatkan lewat pelatihan yang diadakan komunitas #KupangBatanam.
Bulan pertama, semuanya berjalan dengan baik. Saya sangat senang melihat perkembangan tanaman sayur itu, sesuai dengan yang diharapkan. Saya pun sudah menghitung berapa rupiah yang bisa kami hematkan dari anggaran belanja sayur bila apa yang kami tanam sudah bisa dipanen. Bahkan, saya berharap hasilnya surplus dari kebutuhan harian kami, sehingga sebagian bisa dijual untuk meningkatkan pendapatan bulanan.
Tapi, kenyataan berkata lain. Kambing-kambing itu mulai makan daun-daun tanaman itu, khususnya tomat dan lombok. Awalnya mereka hanya makan daun. Saya tabah saja, dan tetap merawat dengan baik. Harapan masih ada, daun atau cabang baru mulai tumbuh lagi. Eh, kambing-kambing itu makan lagi pucuk yang baru. Bahkan -mungkin saking laparnya- mereka makan hingga pohonnya tercabut.
Saya marah bukan main. Setiap melihat kambing, saya ambil batu paling besar, lalu lempar ke arah mereka sambil berteriak (semacam doa juga), "Mati kau..!!!". Tapi, setiap saya lakukan hal itu, belum ada kambing yang mati. Mereka selalu lolos. Kambing itu tampaknya saja yang bego, tapi mereka sebenarnya licik dan lincah.
Bukan hanya saya yang berusaha membunuh mereka. Tetangga saya pun sama. Bahkan dia menyiapkan katapel khusus. Setiap kambing datang mendekat, dia tembak dengan rasa dendam yang membara.
Tapi sia-sia, nasibnya sama dengan saya. Tidak satupun kambing yang berhasil ditangkap atau terbunuh. Dia pernah bercerita, sekali waktu ada kambing yang hampir mati. Dia tembak dengan katapel, mengenai paha kambing. Kambing itu terjerembab. Dia berusaha menangkapnya. Tapi, belum sempat dia menyentuh bulunya, kambing itu melompat dan berlari lagi seperti biasa.
Tidak berhenti di situ. Tetangga saya itu tetap gigih menjalankan misinya menangkap kambing. Saking seriusnya dia berusaha menangkap kambing, saya pernah bercanda kalau dia itu semacam KPK: Keluarga Penangkap Kambing. Dia tertawa dan senang dengan gelar barunya itu, KPK ! Selanjutnya saya sebut dia KPK saja, biar mudah menulisnya.
Selain menggunakan katapel, KPK pernah menjerat kambing itu dengan tali. Dia bercerita pernah berhasil menangkap seekor kambing yang terkenal licik dan lincah. Kambing itu ditarik ke sudut rumah. Dia berencana membuat sate dan gule kambing.
Saat hendak mengeksekusi, kambing itu terlihat lemas. Dia terkapar di tanah. Lidahnya menjulur keluar. KPK berpikir kambing itu sakit. Tidak baik kalau dieksekusi dalam keadaan sakit, begitu pikir KPK saat itu. Akhirnya kambing itu dilepaskan lagi. Eh, begitu tahu sudah bebas, kambing itu melompat dan berlari kencang. "Dasar kambing, licik dan lincah", umpat KPK.
Mengingat cerita tetangga saya yang dijuluki KPK itu, saya jadi malas menangkap atau berusaha mengejar kambing-kambing itu lagi. Saya biarkan dia makan-makan sayur di kebun. Saya pasrah dengab keadaan. Saya tahu, kambing itu korupsi. Tuhan sudah menyediakan rumput bagi mereka di padang. Eh, dia malah datang makan lagi milik warga. Makan milik orang lain itu tindakan koruptif.
Yah, namanya juga kambing, mana mungkin ada rasa takut dan malu melakukan tindakan koruptif. Kalaupun berusaha ditangkap, mereka sangat licik dan lincah juga. Terpaksa saya hanya bisa foto kambing-kambing itu saat jalan pagi hari ini. Entah kapan mereka bisa tertangkap semuanya ???

Posting Komentar

0 Komentar