![]() |
Istri saya (Yani) sedang mengulek sambal |
(*Tulisan ini diambil dari catatan facebook tanggal 10 Oktober 2017)
Pada malam yang sengaja tidak saya ingat hari dan tanggalnya, saya bangunkan istri yang sudah terlelap. Ada hal penting yang ingin saya bicarakan. Semacam wasiat, tapi isinya tidak begitu penting, serta tidak juga genting.
Dia agak enggan bangun. Tapi, begitu saya katakan ini terkait masalah hidup, dia akhirnya beranjak juga dari kasur dan mengikuti saja ke ruang tamu. Saya sengaja tidak membicarakannya di kamar tidur. Takut membangunkan Gibran yang sedang terlelap.
Saya mencuri pandangan lewat jendela ruang tamu. Langit sudah terlelap. Cuma bulan malam itu masih saja mengumbar senyuman. Saya berbalik dan tersenyum pada istri yang sudah siap mendengarkan, meski dengan sikap yang malas.
"Omong sudah, saya mau tidur" pintanya dengan nada memohon.
"Begini sayang, saya sudah membaca cukup banyak buku cerita. Setiap tokoh dalam cerita tersebut, mempunyai makanan kesukaan. Biasanya itu disiapkan oleh ibunya atau istrinya".
"He'emmm ?"
"Nah, saya kira perlu saya sampaikan juga kepada kamu sebagai istri".
"Bukannya selama ini semua makanan adalah favorit buat kamu, buktinya selalu ludes".
"Ah, jangan meledek dulu. Ini serius. Meskipun saya suka pada semua makanan, tapi harus ada dong makanan kesukaan. Supaya sama dengan tokoh-tokoh dalam cerita tadi".
"Ya sudah, apa ?"
"Nah, begitu dong. Apa sebaiknya kamu mengambil pulpen dan kertas dulu, supaya mencatat hal penting ini".
"Ah, omong saja. Ingatan saya belum error".
"Baiklah. Makanan kesukaan saya itu sederhana saja, tahu dan tempe. Cara buatnya juga sederhana, digoreng saja tanpa campur apa-apa. Tidak usah diberi garam, tepung, atau bumbu".
"Kamu rasa seperti itu, enak ?"
"Nah, memang rasanya hambar. Tapi, ada satu lagi pelengkapnya, yaitu sambal. Saya mendambakan sambal yang pas dengan lidah saya. Selama ini saya selalu mendapat sambal yang bermasalah, kadang terlalu asin; kadang terlalu manis; kadang terlalu asam; kadang terlalu pedis; kadang seperti tanpa cabe; kadang terlalu berminyak; pokoknya selalu tidak pas. Barangkali itu yang perlu kita lakukan eksperimen bersama".
"Baiklah, itu saja ?"
Saya hanya mengangguk, kemudian memberi tanda. Dia tersenyum, juga memberi kode. Saya paham sekali apa maksudnya. Kami sama-sama tersenyum, lalu tidur.
***
Hari-hari selanjutnya diisi dengan eksperimen membuat sambal terbaik. Pertama, dia namakan sambal itu "sambal mentah". Saya tidak begitu suka. Esoknya diganti lagi, namanya "sambal goreng", lagi-lagi belum pas di lidah saya. Hari ketiga, keempat, kelima, keenam, juga mengalami hal yang sama. Kami belum mendapatkan formulasi sambal yang tepat.
Pada hari ketujuh, kebetulan saat itu juga hari minggu, saya dikagetkan dengan rasa sambal yang begitu enak. Cocok sekali dengan apa yang saya impikan selama ini.
Sambalnya berwarna agak kecoklatan. Menurut istri, warna itu berasal dari terasi. Kekentalannya juga pas, tidak terlalu kering dan tidak terlalu basah atau berminyak. Harumnya pas, rasanya juga pas. Perpaduan antara asin, manis dan gurih yang sulit dideskripsikan dengan baik. Hanya lidah yang memahami semua rasa itu.
Saya langsung deklarasikan, "Ini sudah sambal kesukaan saya, pertahankan !".
Istri tampak tersenyum bangga. Dia mengedipkan mata satu kali. Saya mengerti apa yang mesti saya lakukan kalau tanda itu ditunjukkan.
"Apa saja resepnya ?" tanya saya kemudian.
"Ya, biasa saja. Ada cabe, bawang, tomat, terasi, gula, garam, penyedap, dan kecap. Seperti sambal pada umumnya".
"Ah, saya tidak percaya. Pasti ada resep rahasianya, toh ?"
Dia tersenyum, "Ada 2 bumbu rahasianya: cinta dan kasih sayang".
Saya ternganga beberapa saat. Kemudian buyar saat dia mengedipkan mata bukan hanya 2 kali, tapi 3 kali. Saya paham apa yang mesti kami lakukan kemudian.
***
Hari ini, sebagaimana biasanya, saya tetap #JalanPagi. Setelah Jogging, saya ke pasar untuk berbelanja keperluan harian. Pertama, saya singgah di Pasar Penfui. Semua penjual saya tanyai, tapi tidak ada yang menjual apa yang saya cari. Saya terus berjalan ke Pasar Oesapa, di sana pasarnya lebih besar dan biasanya lebih lengkap. Hampir semua kebutuhan rumah tangga, ada terjual di sana.
Saya berkeliling di sana, tidak ada juga. Saya sangat kecewa. Semua penjual di pasar tidak ada yang menjual "Cinta dan Kasih sayang". Saya marah dengan penjual yang tidak memahami pembeli. Saya hampir baku pukul dengan penjaga parkir, saking emosinya.
Ah, mungkin "Cinta dan Kasih sayang" itu sudah ada di rumah. Tidak perlu repot-repot cari di pasar lagi.
0 Komentar