![]() |
Seorang nenek memberi makanan kepada kucing liar |
(*Tulisan ini diambil dari catatan di Facebook tanggal 5 September 2017)
Saya terbangun pukul 04.47 subuh. Duduk sebentar, lalu berdoa. Saya sadar, saat ini sedang berada di lingkungan baru.
Saya berdiri, melepaskan celana panjang yang saya gunakan saat tidur semalam, kemudian diganti celena pendek selutut. Hal itu mestinya saya lakukan sebaliknya, saat tidur menggunakan celana pendek, saat keluar kamar barulah bercelana panjang. Tapi saya tidak peduli. Saya lebih menikmati keganjilan itu, sebab tidak banyak juga yang tahu apalagi memprotesnya.
Saya ke kamar mandi, membuang apa yang seharusnya dibuang sepagi itu. Perlu kita 'mengosongkan diri' agar bisa diisi dengan hal-hal yang lebih fresh pada hari yang baru.
Setelahnya saya gelisah. Tidak jelas apa penyebabnya. Mondar-mandir. Bingung. Apa yang sebaiknya dilakukan sepagi ini di kota yang tidak biasa ini ?
Makin saya diam, makin gelisah. Saya pamit dengan teman sekamar, lalu ke muka rumah. Di luar, pencahayaan masih remang-remang. Matahari belum tampak.
Saya belok kanan, berjalan keluar dari komplek perumahan Manyar Airdas. Saya berpapasan dengan beberapa orang, perkiraan saya mereka sudah lansia, berjalan beriringan menggunakan baju putih. Laki-laki menggunakan kopiah hitam, sedangkan wanita menggunakan jilbab putih. Mungkin pulang Sholat subuh berjamaah di Masjid atau Mushola.
Tiba di Jalan Menur, saya belok kanan. Setelah jalan beberapa meter, saya menyeberang ke bagian kiri jalan. Saya jalan di trotoar sambil melihat pemandangan di sekitar.
Orang-orang sudah mulai sibuk. Seorang pak tua mengayuh becaknya dengan mimik serius. Tempat duduk bagian depan belum berpenumpang. Dia menatap saya tanpa senyum. Saya hanya menunduk dan terus berjalan.
Hiruk-pikuk sebuah kota besar mulai terasa. Pemilik warung kopi mulai menata lapaknya. Tampak sudah ada pelanggan mereka yang tengah menikmati kopi atau minuman lain dengan penganan beraneka macam. Yah, memulai hari tentunya membutuhkan energi yang cukup. Lalu-lalang kendaraan makin ramai. Saya harus jalan hati-hati.
Sampai di perempatan, saya belok kiri, masuk ke Jalan Pucang Jajar Tengah. Saya berpapasan dengan cewek berkulit putih, berambut panjang yang diikat dengan karet gelang, dan menggunakan kacamata. Dia sudah tampak berpeluh, dan sedang terus berlari santai. Saya berusaha tersenyum, tapi dia tetap serius. Apakah dia jogging atau mengejar sesuatu ?, keluh saya dalam benak.
Perhatian saya kemudian teralih pada seorang bapak tua. Entah apa yang dikerjakannya, saya tidak mengerti. Dia menimba air di got atau saluran dengan jerigen yang sudah dibelah jadi dua dan diberi gagang pegangan, kemudian airnya disiram di trotoar hingga sebagian air masuk ke jalan. Tercium bau yang kurang sedap. Saya menutup hidung dengan tangan kiri. Dia terus melakukannya. Entah untuk apa ?
Saya tiba di pertigaan, lalu belok kiri. Setelah jalan beberapa meter, langsung belok kanan, masuk ke jalan Pucang Anom. Saya melihat satpam yang duduk di pos sebuah sekolah swasta. Tampaknya dia sedang melamun. Ada gelas dengan sisa ampas kopi di hadapannya. Mungkin dia lelah, dan berharap sejawat shift berikut segera datang menggantikannya di sana.
Seeorang ibu sedang menyapu di halaman, tepatnya di bawah pohon ketapang. Daun yang gugur telah bercampur dengan sampah lainnya. Rumahnya terlihat elok karena sudah bersih.
Tidak jauh darinya, seorang laki-laki berpakain lusuh, menarik sebuah gerobak besar. Ukuran gerobaknya mungkin 30 kali lipat dari tubuhnya. Setelah saya perhatikan, isinya sampah. Dia mengambil sampah dari rumah ke rumah. Dia melakukannya dengan sungguh-sungguh. Bersih. Saya pernah mendengar, kota ini dikenal sebagai sebagai kota yang bersih dengan taman yang indah. Mengingat akan hal itu, wajah laki-laki tadi ikut terbayang.
Saya tiba di jalan yang sangat lebar (jalan Kertajaya). Saya agak gugup saat hendak menyeberang jalan. Begitu kendaraan tampak sepi, saya lari sekencang-kencangnya. Saya tidak ingin ada kendaraan yang lebih cepat menyentuh tubuh yang lemah ini. Tidak ada orang yang berharap dengan kejadian buruk pagi-pagi seperti ini. Begitu pula saya.
Napas saya terengah-engah setelah tiba di seberang jalan. Saya urungkan niat beristirahat. Terus berjalan. Hingga tiba di depan pasar Pucang, saya melihat ada sebuah kursi kosong di bawah pohon teduh. Ada seekor kucing yang tidur dengan gaya malas di sana.
Saya dekati kursi itu, kemudian duduk di samping kucing yang sedang rebahan. Saya kira dia akan lari, ternyata tidak. Saya mengambil hp, kemudian foto. Dia bergeming. Santai sekali.
Sepanjang saya berjalan pagi ini, baru kucing itulah makhluh Tuhan yang masih terlihat santai. Saya berpikir, senangnya menjadi seperti kucing itu. Tapi, apakah dia menikmatinya benar-benar ? Saya juga tidak tahu.
Sementara saya berpikir soal kucing, lewatlah seorang ibu tua di hadapan saya. Dia menggunakan pakaian yang agak lusuh dan kotor, sambil meneteng sebuah keranjang plastik. Kulitnya sudah tampak berkeriput, rambutnya banyak yang rontok hingga terlihat sebagian kulit kepalanya. Dia sudah sangat renta.
Kucing yang sedari tadi tidur langsung menyambut ibu tua itu. Dia pun duduk sekitar 1 meter, tepat di bawah tiang listrik. Entah dari mana, sudah terlihat dua kucing di sana.
Ibu tua itu membuka keranjang plastiknya. Pertama, dia letakkan secarik koran bekas. Kemudian, di atasnya dia berikan nasi yang diambil dari kantong plastik yang sedari tadi tersimpan rapi dalam keranjang. Kedua kucing tampak berebut makan. Tampaknya mereka gembira. Ekornya terangkat tinggi sambil dikibas-kibas.
Saya terenyuh melihat adegan nyata itu. Hanya berjalak satu meter saja, bahkan mungkin kurang. Saya mau melakukan sesuatu, tapi tidak tahu, apa yang sebaiknya dilakukan. Saya hanya bisa mengambil kamera, lalu foto.
Saya lihat hasil fotonya, kemudian saat mengangkat muka lagi, ibu tadi sudah jalan, masuk ke dalam area pasar. Saya coba terus mengikutinya dengan padangan, tapi dia cepat sekali menghilang di balik lapak penjual.
Perasaan saya bercampur aduk setelahnya. Entah Tuhan mau memberi pesan apa lewat peristiwa pagi ini ? Saya benar-benar belum tahu apa maksudnya. Satu hal yang saya rasakan, menyesal kenapa harus jalan pagi hari ini.
0 Komentar