Jalan Malam (7)*


Jalan Malam (7)
Selamat HUT MPC NTT
(*Tulisan ini diambil dari catatan facebook tanggal 24 November 2017)

Komunitas Secangkir Kopi (KSK) Kupang, sebagai bagian -kita menyebutnya sayap kanan- dari Media Pendidikan Cakrawala (MPC) NTT, tentu saja turut berbahagia dan mengambil bagian dalam perayaan ulang tahun ke-4 MPC. Bila diibaratkan dalam relasi keluarga, MPC itu ibu dan KSK itu anak. Mustahil bila keduanya tidak saling mendukung, saling berbagi, serta yang paling utama sebagai landasan itu semua adalah: saling mencintai. Mungkin itulah sebabnya Pimpinan Umum MPC, -Kaka Richarno Gusty- mengenakan kaos khusus pada momen bahagia itu yang bertuliskan: "Sa butuh ko pu' cinta".
Memang tidak disampaikan secara khusus soal makna tulisan pada baju tersebut. Tapi, bila kita renungi baik-baik, justru tulisan itu sangat cocok dijadikan tema HUT MPC. Sebab, semua gerakan selalu didasari cinta. Kalau tidak benar-benar cinta, biasanya orang kurang bergairah dalam bekerja. Perjalanan MPC NTT yang eksis hingga tahun ke-4 menunjukkan kalau semua orang yang terlibat di dalamnya sangat mencintai apa yang mereka kerjakan. Begitupula dengan gerakan sayap kanannya (KSK), bisa bertahan dan berusaha menunjukkan eksistensi, semuanya karena cinta. MPC dan KSK, sama-sama cinta dengan literasi.
Sa butuh ko pu cinta
Sederhana Tapi Bermakna
Kemarin (23/11) kami diundang untuk makan malam di pondok KSK. Itu artinya, saya harus #JalanMalam lagi. Seperti biasa, jalan malam selalu menantang. Saya harus izin minta restu dari "orang rumah". Bersyukur, proses perijinan yang lebih rumit bila dibanding mengurus KTP di dispenduk itu, akhirnya mendapat jawaban yang menyenangkan.
Pondok sudah ramai saat saya tiba sekitar pukul 19 lebih sedikit. Mereka memilih duduk santai di belakang pondok sambil menikmati jajanan lokal dan tentu saja secangkir kopi ada di hadapannya. Santai. Tidak ada dekorasi bernuansa ulang tahun. Tidak ada balon. Tidak ada kue dan lilin khusus ulang tahun.
Namanya juga pondok, nuansanya sederhana saja. Meski begitu, nuansa kebahagiannya tetap terasa. Setiap pembicaraan serius atau diskusi yang berisi, selalu diselingi candaan yang membuat kami terkekeh bersama. Meski sederhana, tetaplah bermakna.
Makan bersama mensyukuri HUT MPC-NTT ke-4
Perjalanan MPC-NTT
Sesaat sebelum makan, Ka Gusty mengisahkan secara singkat perjalanan MPC-NTT hingga berusia 4 tahun.
Singkatnya, beliau mengakui proses menjalankan sebuah media itu tidak mudah. Banyak sekali tantangannya. Tapi, tidak mudah bukan berarti tidak bisa. Kerja sama atau berkolaborasi merupakan roh atau sudah menjadi budaya kerja MPC. Selain itu, kecintaan akan literasi yang diformulasikan dalam cita-cita luhur, -"Menyambut generasi emas NTT 2050 dengan mengakarkan gerakan literasi"- selalu mengganggu pikiran setiap anggota yang membuatnya terus bergerak, terus beraksi nyata.
Suatu waktu, Ka Gusty pernah menunjukkan kepada kami bentuk majalah MPC edisi yang perdana. Kalau dibandingkan dengan edisi terbaru, tentu saja sangat jelek. Tapi, terbitan pertama itu penuh kenangan. Itulah awal mula MPC lahir hingga terus bertumbuh hingga saat ini. Kalau tidak ada terbitan pertama itu, semalam tidak mungkin kami bisa berkumpul. Serta yang paling penting, dengan adanya terbitan pertama yang sederhana itu, kini mereka selalu fokus menyoroti masalah pendidikan di NTT dan melakukan upaya perbaikan lewat kerja kolaborasi dengan stakeholder terkait.
MPC-NTT telah memulai dan terus menggaungkan gerakan literasi di NTT. Yah, memang tidak ada yang mencatat, siapa penggerak literasi pertama di NTT. Itu tidak penting. Apalagi berpikir untuk menentukan hari literasi NTT. Tidak perlu.
Nampaknya MPC juga tidak pernah (mungkin tidak suka) mengakui peran yang telah mereka kerjakan. Mereka fokus berkerja dalam "sunyi". Saya belum menemukan mereka bicara di media yang isinya: "Kami sudah begini..., kami sudah begitu...dsb".
Justru pengakuan itu datangnya dari luar. Misalnya saja, kami pernah berdiskusi dengan seorang guru (penilai angka kredit) di Sumba Timur. Beliau mengakui, banyak guru yang bisa naik pangkat di sana berkat bimbingan MPC. Begitupula dengan dengan gerakan literasi di sana sudah sangat baik hingga dideklarasikan sebagai kabupaten literasi.
Contoh kedua, Kaka Maksimus Masan Kian -tokoh penggerak literasi di Flores Timur- yang sosoknya diulas dalam rubrik "Tamu Kita" di Pos Kupang hari minggu lalu. Dalam ungkapan rasa syukur dan terima kasihnya lewat facebook, beliau mengakui peran MPC-NTT sangat membantu gerakan literasi di daerah mereka.
Sudah, cukup dua contoh saja. Kalau semua dituliskan, tidak cukup dinding milik Mark Zuckerberg ini. Intinya, sebagai orang yang mengamati dari luar serta berkesempatan melihat sedikit lingkungan dalamnya, saya pikir MPC-NTT sudah berjalan dengan baik. Mereka hebat dan perlu dijadikan contoh. Itulah mengapa saya ikut KSK, supaya bisa belajar lebih banyak dengan tokoh-tokoh muda NTT yang berkiprah di MPC.
Ka Gusty juga sempat menyampaikan harapan selanjutnya dari MPC. Nanti MPC akan memantapkan majalah versi online sehingga lebih mudah diakses oleh pembaca. Kita doakan semua harapan baik mereka bisa tercapai / sukses.
Selanjutnya, setiap yang hadir diberi kesempatan berbicara tentang harapan atau pun sedar mengucapkan selamat ulang tahun. Lalu kami berdoa dan makan bersama. Cara makannya cukup unik. Semua makanan kami letakkan di atas meja yang beralaskan daun pisang, lalu kami duduk melingkar dan makan hingga ludes.
Sehabis makan malam, kami lanjutkan dengan diskusi santai. Banyak isu menarik yang dibahas oleh orang-orang luar biasa seperti Kak El Roby KapitanRian SeongMax Eddy LamawatoYan Usnabu KastiakLodia LahtangHerman Efriyanto Tanouf, dan yang lainnya.
***
Sekali lagi saya mengucapkan Selamat HUT ke-4 MPC-NTT. Kiranya terus berjaya dan menjadi cakrawala yang selalu menaungi pendidikan di NTT.
Kaka, intinya saya mau katakan, "Sa butuh ko pu' cinta".

Posting Komentar

0 Komentar