![]() |
The singers Kupang |
(*Tulisan ini diambil dari catatan facebook tanggal 14 November 2017)
Saya perhatikan satu per satu lukisan yang dipamerkan semalam di Aula Paroki Sta. Maria Assumpta, Kupang. Meski tidak begitu paham menilai karya seni, saya berusaha manggut-manggut saja. Saya tidak mengerti bagaimana karya seni (lukisan) itu dikatakan baik atau tidak. Sebagai orang yang tidak tahu banyak hal tentang seni, saya menilai karya-karya semalam sangat baik. Saya cukup puas dengan #JalanMalam kali ini.
Karya yang dipamerkan itu ada lukisan, sketsa, dan karikatur. Pelukis atau pembuat karya tersebut begitu antusias menjelaskan karyanya bila ditanya pengunjung.
Beberapa karikatur yang dibuat Kak Mando Soriano, cukup menarik untuk dicermati. Dalam catatan yang disertakan, beliau menuliskan kalau karikatur itu merupakan gambaran yang muncul dalam pikirannya bila dipicu sebuah pertanyaan, "Seperti apa anak muda Kota Kupang saat ini ?" Dia mempresentasikan "wajah" anak muda kota ini dalam beberapa karikaturnya itu.
Misalnya, tampak seorang pemuda yang memegang hp di tangan kanan dan lambang sinyal wi-fi di tangan kiri. Saya kira, itulah realitas anak muda Kota Kupang saat ini, tidak bisa lepas dari gadget dan selalu mencari sinyal wifi gratis. Selalu online.
Ada yang lebih khas. Digambarkan seorang anak muda yang berpapasan dengan alien. Pemuda itu memegang botol (sopi/miras) di tangan kanan, dan sebuah gelas di tangan kiri sambil mengatakan, "Om alien, satu sloki dolo !?" Dia mengajak alien minum sopi. Saya kira, gambar tersebut menunjukkan kalau anak Kupang selalu mengawali pertemanan (dengan orang asing yang diwakili alien) dengan mengajaknya minum tuak bersama. Ini cukup khas, meskipun kadang kala menimbulkan dampak negatif.
Masih banyak karyanya yang lain. Biar tidak terlalu panjang, silakan cek di lini masa FB-nya. Ada banyak karikatur ciptaannya yang menarik untuk disimak karena mengandung pesan-pesan tertentu.
Saya juga sempat tanya-tanya kepada seorang pelukis muda dari Tarus yang bernama Robby. Dia mengaku senang sekali ada kegiatan pameran seperti ini.
"Kaka, saya punya lukisan selama ini hanya disimpan di rumah. Baru kali ini dilihat orang banyak", katanya dengan wajah bahagia.
Ungkapan jujur pelukis itu menunjukkan apresiasi karya seni dari warga kota ini belum begitu memuaskan. Meski begitu, dia mengaku tidak jera berkarya. "Meski tidak semua, pasti ada yang menyukai atau mengapresiasi karya kami ini", katanya dengan yakin. Saya pun mengamini sambil menepuk pundaknya, "Terus berkarya, Kaka".
Acara lain yang dinantikan pengunjung adalah konser dari sebuah vokal grup yang bernama "The Singers". Menurut informasi pembawa acara, kelompok paduan suara itu merupakan anak-anak muda Katolik (OMK) Paroki Sta. Maria Assumpta. Mereka biasa menyanyi setiap missa hari minggu di Gereja atau saat pemberkatan nikah. Saya kira umat paroki setempat tidak asing lagi dengan mereka yang telah eksis sejak setahun lalu.
Semalam, mereka menampilkan lagu-lagu yang tidak biasa. Saya pun hanya menikmati genre lagu seperti itu dari TV atau Youtube. Mereka membawakan lagu dan musik opera klasik barat.
Mereka cuman 10 orang termasuk pianisnya. Ada 9 orang yang bernyanyi. 3 orang sopran, 2 orang alto, 2 orang tenor dan 2 bass. Meski hanya 9, suara mereka cukup menggelegar dalam aula.
Konser terdiri dari 2 sesi. Pertama, mereka membawakan 10 lagu. Setiap lagu dibawakan oleh setiap anggotanya. Ada yang dibawakan secara solo, ada pula yang duet.
Lagu-lagu yang mereka bawakan cukup asing bagi saya. Mereka membawakan lagu-lagu opera dari Jerman, Rusia, Italia dan ada juga dari Indonesia. Meski agak asing, saya tetap bisa menikmati setiap lagu dengan khusuk. Kualitas suara, kemampuan teknik menyanyi dan dentuman piano musik klasik cukup menghipnotis saya dan penonton lainnya.
Pada sesi kedua, mereka tampil lengkap satu grup. Ada 4 lagu yang mereka bawakan. Lagi-lagi, saya kurang paham menilai orang yang bernyanyi. Tapi, setiap kali mereka selesai tampil, riuh tepuk tangan memenuhi gedung aula. Saya pikir, itu sudah menjadi indikator mereka telah tampil spektakuler semalam.
Menjelang akhir konser, saya sempat berdiskusi dengan seorang kawan mengenai genre musik yang mereka bawan, opera klasik. Menurut teman itu, kalau diibaratkan dengan olahraga, genre musik itu sejenis dengan golf. Musik yang bernilai tinggi (mahal) dan orang-orang tertentu saja yang menikmatinya.
Saya sepakat dengan teman tadi. Hanya saja, konser tadi malam kurang diminati warga Kota Kupang. Dari sekian banyak kursi yang disiapkan, hanya separuh saja yang terisi.
Bisa dimaklumi, hanya orang-orang tertentu saja (istimewa) yang suka dengan genre tersebut. Seperti pemain golf, tidak semua orang bisa atau mau bermain.
Saya salut dengan The Singer. Kumpulan anak muda yang berusia antara 19 hingga 20 tahun itu sangat berbakat. Mereka terlihat bersemangat dan berjanji mengadakan konser serupa tahun depan.
Kiranya apresiasi terhadap mereka semakin meningkat. Yahh..., memang kita akui, "Dangdut is the music of my country". Makanya kita hanya ramai saat ada konser dangdut. Apalagi kalau yang datang Via Vallen, kita ikutan goyang koplo sambil ikut bernyanyi:
Sayang...opo koe krungu,
Jerite ati ku,
Mengharap engkau kembali...dst.
0 Komentar