Jalan Malam (3)*

Jalan Malam (3)
Seoang anak (SEKAMI) sedang berdiri memimpin doa Rosario
(*Tulisan ini diambil dari catatan facebook tanggal 26 Oktober 2017)

Kemarin (24/10), saya berniat #JalanMalam untuk menghadiri pesta syukuran wisuda dari beberapa lulusan Akper dan Stikes Maranatha Kupang. Ternyata tidak semudah yang dibayangkan, saya mesti berada di rumah, tidak boleh jalan malam. Gibran dan ibunya tidak bisa ditinggal sendiri saat malam.
Sebagai gantinya, saya #JalanMalam ke rumah salah satu tetangga se-KUB, tempat Doa Rosario dilaksanakan. Saya perhatikan jam, lalu bergegas ke sana agar tidak terlambat.
Lagu pembukaan ibadah hampir selesai saat saya tiba di rumah yang dituju. Saya buru-buru mencari tempat duduk yang kosong, lalu duduk dan mengambil sikap beŕdoa. Saya menundukkan kepala sambil memejamkan mata. Sikap doa seperti itu memungkin kita bisa lebih tenang, meski kadang-kadang saya juga bisa tertidur.
Saya agak terkejut saat mendengar suara pemimpin ibadah yang cempreng, seperti suara anak-anak. Saya mengangkat muka, mencari sumber suara. Ternyata benar, seorang anak yang berusia sekitar 10 tahun, berdiri dengan percaya diri memimpin Doa Rosario. Memang di lingkungan KUB tempat saya tinggal, anak-anak sering dididik atau dibina dalam wadah SEKAMI.
Sementara ibadah, pikiran saya melambung jauh, kembali pada memori masa kecil. Saat seusia anak pemimpin ibadah itu, saya sangat takut bila disuruh tampil di muka umum. Mendaraskan Doa Salam Maria saja masih diliputi rasa cemas. Saya selalu deg-degan sesaat sebelum giliran berdoa Salam Maria. Apalagi kalau diminta memimpin ibadah, itu merupakan siksaan yang hebat.
Saat itu pula, di kampung saya belum ada atau belum diaktifkan kegiatan SEKAMI. Saya tidak tahu apa kepanjangan dari kata tersebut. Hal yang saya tahu, anak SEKAMI memiliki kegiatan bernyanyi lagu-lagu rohani. Selebihnya saya tidak tahu apa saja aktivitas anak-anak SEKAMI yang sesungguhnya. Meski tidak begitu paham, Saya menyesali diri karena tidak pernah merasakan jadi anak SEKAMI. Masa kecil yang kurang bahagia.
Saya perhatikan lagi anak pemimpin doa itu. Dia memegang sebuah buku tulis. Sepertinya dia sudah menulis susunan doanya dalam buku tersebut. Hal itu terlihat dia selalu tunduk membaca pada catatannya.
Meski cara bacanya agak tersendat serta kurang menghayati, saya tetap ancungi jempol anak tersebut. Dia tampil dengan percaya diri. Raut wajahnya terlihat tenang. Saya tidak melihat kegelisahan dari sorot matanya. Dia benar-benar berani dan percaya diri.
Seperti biasanya, Ketua KUB selalu memberi pengumuman setelah ibadah berakhir. Malam itu, banyak hal yang dibicarakan oleh beliau. Hal yang paling pertama, beliau memberikan apreasiasi kepada anak pemimpin ibadah, termasuk orang tua dan guru Sekami.
Ketua KUB kurang lebih berkata seperti ini, "Malam ini, pemimpin ibadahnya tampil luar biasa". Kami bertepuk tangan tanpa komando. Anak itu tampak tersenyum malu. "Tampilan yang baik ini", lanjut ketua KUB, "Merupakan hasil dukungan dan bimbingan orang tua. Selama ini kita perhatikan, dia bersama ibunya rajin mengikuti ibadah. Tepuk tangan buat ibunya". Saya menoleh sambil bertepuk tangan. Seorang ibu tampak tersenyum sumringah. Guratan di wajahnya menunjukkan rasa bangga yang tidak terkira.
Ketua KUB meneruskan kalimatnya, "Kita juga beri apresiasi buat guru SEKAMI. Merekalah yang sudah meluangkan waktu/tenaga/pikiran untuk mempersiapkan anak-anak kita, generasi masa depan bangsa dan gereja". Kami pun bertepuk tangan lagi. Seorang ibu mengajak anak pemimpin ibadah, "Ayo, kita toss atau tepuk SEKAMI". Keduanya melakukan dengan sangat riang.
Saya berpikir, inilah contoh yang baik. Pelajaran penting atau berharga, bisa kita dapatkan dari kelompok kecil di lingkungan tempat tinggal. Ketua KUB sedang mengajarkan bagaimana praktik regenerasi yang baik. Anak-anak disiapkan menghadapi masa depan dengan diberikan bimbingan serta kesempatan yang sama dengan orang dewasa dalam hal mengembangkan diri.
Selain itu, kebahagiaan itu juga bisa tercipta dari aktivitas sederhana. Bayangkan, hanya dengan berkumpul untuk doa bersama, kami semua bisa tertawa bahagia. Apalagi anak pemimpin doa, ibunya, serta guru Sekami-nya. Mereka tentu saja sangat bahagia dan bangga.
Pada akhir pengumumannya, Ketua KUB mengarahkan pandangan pada saya, "Pak Saverinus, esok tanggal 26/10 siap-siap memimpin ibadah rosario". Tentu saja saya kaget dan hanya bisa ternganga sambil mengangguk ragu. Mungkin saya terlihat pucat saat itu. Saya cek kembali jadwal doa rosario, ternyata benar, ada nama saya di sana.
Waduh, saya sudah lama tidak memimpin ibadah secara kelompok. Terakhir, mungkin 4 tahun lalu. Saya agak cemas. Apalagi selama ini saya mendengar banyak syair lagu atau doa yang telah direvisi. Itu artinya saya harus mencari buku petunjuk doa yang terbaru.
Saya merasa tertantang saat mengingat anak pemimpin ibadah tadi. Masa dia berani tampil, sementara saya tidak. Apa kata dunia / gereja ??? Setiba di rumah saya langsung mencari buku doa yang entah tersimpan di mana. Sudah lama tidak menyentuh apalagi membaca buku tersebut.

Posting Komentar

0 Komentar