Gibran Suhardin |
(*Tulisan ini diambil dari catatan facebook tanggal 9 November 2017)
Anak Gibran akan berusia 6 bulan pada tanggal 18 nanti. Artinya, sebentar lagi periode ASI eksklusif akan berakhir. Dia sudah bisa menerima asupan makanan lain.
Selama ini, kami hanya memberinya ASI (Air Susu Ibu). Kecuali bila sakit, ya kami berikan obat juga. Selain itu, tidak ada lagi makanan atau minuman lain yang kami berikan. Eksklusif, hanya ASI saja.
Sependek ini, saya semakin yakin dengan teori-teori yang menjelaskan manfaat ASI bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi. Hal itu saya observasi langung dari Anak Gibran. Saya bandingkan pertumbuhan dan perkembangan normal dalam buku, malah Gibran lebih baik dari seharusnya.
Misalnya, saat ini dia sudah bisa duduk dengan bertumpu pada tiga ekstremitas (duduk dengan topangan salah satu tangan). Bisa memindahkan benda dari satu tangan ke tangan lain. Dia juga sering bergumam/berceloteh dan mulai mengucapkan, "Mama" dan "Bapa", meski belum begitu tegas intonasinya.
Manfaat ASI untuk imunitas (kekebalan tubuh) juga sangat terasa. Sependek yang kami alami, Anak Gibran juga jarang sakit. Hanya batuk-pilek yang sekitar 3 kali terjadi selama ini. Itupun tidak berlangsung lama. Paling lama 3 hari minum obat-obatan dari puskemas, dia sehat kembali.
Banyak manfaat ASI ekslusif lainnya yang kami rasakan, persis seperti yang tertulis dalam buku atau poster kesehatan yang tertempel di fasilitas pelayanan kesehatan (PKM, Rs, dll). Secara umum, manfaat ASI adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan ikatan kasih sayang dengan ibu
2. Memberikan perlindungan imunologi
3. ASI memiliki kandungan anti-infeksi
4. Menurunkan insiden dan keparahan diare
5. Menurunkan insiden asma, otitis media, meningitis bakteri, botulisme, infkesi saluran kemih.
6. Meningkatkan kemungkian perkembangan kognitif
7. Menurunkan insiden obesitas di akhir masa kanak-kanak (Kyle & Carman, 2014).
Manfaat untuk ibu atau keluarga juga sangat banyak, tapi tidak saya tuliskan di sini.
Masih dari sumber yang sama, ternyata manfaat di atas dapat diperoleh karena kandungan ASI memang sangat bagus. ASI mengandung laktosa, lipid, asam lemak tak-jenuh ganda dan asam amino. Selain itu, ada pula kandungan antibodi atau imunitas dari ibunya.
Rasanya, kita tidak perlu lagi meragukan manfaat ASI. Kita pun tidak punya alasan untuk tidak memberinya secara eksklusif 6 bulan. Sangat disayangkan bila tidak diikuti.
Oh iya, saya menemukan fakta baru yang belum ditulis dalam buku atu laporan penelitan selama ini. Yah, memang apa yang saya ungkapkan ini tidak melalui proses ilmiah, hanya berupa hipotesis saja. Sekedar dugaan yang perlu kita cari kebenarannya.
Sependek yang saya observasi, ASI mungkin memiliki zat atau komponen yang membuat orang mengantuk atau tertidur. Dugaan itu muncul dari pengalaman Anak Gibran. Setiap kali dia menyusui, paling lama 5 menit kemudian dia tertidur. Hampir selalu begitu.
Saya pun mengambil kesimpulan sementara, ASI dapat menyebabkan kantuk. Orang akan tertidur pulas sesaat setelah minum ASI atau menyusui.
Observasi yang saya lakukan memang pada bayi. Apakah ini bisa terjadi juga pada orang yang lebih tua atau orang dewasa ? Saya belum tahu banyak hal soal ini.
***
Pengalaman memberikan ASI dengan maksud agar anak segera tidur ini seringkali dilakukan setiap hari. Hal itu saya perhatikan langsung dari Gibran dan ibunya.
Bila Gibran terbangun tengah malam, ibunya segera memberi ASI, lalu dia tertidur lagi. Hal itu terjadi berulang-ulang dan hampir selalu berhasil.
Namun, ada saat tertentu yang terjadi di luar perkiraan. Gibran terbangun pukul 00.00 dan bermain sendiri. Dia mengoceh sendiri, bolak-balik guling di tempat tidur. Tentu saja kami ikut terbangun dengan rasa malas. Rasa kantuk sangat menyerang pada jam-jam seperti itu.
Saya biasanya menyarankan ibunya agar Gibran segera diberi ASI. Saya menyarankan sambil terus memejamkan mata karena sangat ngantuk. Meski begitu, saya masih mendengar suara Gibran dan ibunya.
Eh, Gibran malah menolak disusui. Dia lebih memilih bermain. Padahal sudah tengah malam. Ibunya terus membujuk.
"Ayo Gibran, mimi sudah ! Kalau tidak mau, saya kasi bapa miminya".
Saya tentunya gembira dan hampir mau bangun. Tapi, saya segera ingat cerita seorang bapak tua yang duduk di samping ibu menyusui dalam bus dari Kupang menuju Atambua. Mestinya bapak tua ini turun di Niki-Niki, tapi karena diberi harapan palsu mendapatkan ASI, dia pun ikut sampe Atambua dengan perasaan yang tidak menentu. Ternyata ibu itu hanya membohongi anaknya. Eh, bapak tua itupun ikut tertipu.
Saya tentunya tidak mau ditipu dengan modus yang sama. Unta saja tidak pernah jatuh di lubang yang sama. Lagian, saya tetap mengantuk. Saya sudah biasa terlelap tanpa menyusui sejak lama.
*Sumber bacaan: Kyle, Terri & Carman, Susan. (2014). Buku Ajar Kepeawatan Pediatri. Jakarta: EGC
0 Komentar