![]() |
Memandikan Gibran |
(*Tulisan ini diambil dari catatan facebook tanggal 28 Oktober 2017)
Apa yang kita tahu atau pernah pelajari, kadang-kadang tidak dipraktikkan semuanya. Alasannya bermacam-macam.
Sebagai contoh, sewaktu menjalani praktik profesi ners, saya berulangkali memandikan bayi di rumah sakit. Kebiasaan itu membuat saya makin tahu teknik memandikan bayi dan cukup terampil melakukannya. Hal yang sama juga berlaku pada istri saya yang juga seorang perawat.
Tapi, saat Gibran lahir, tidak serta merta semua urusan perawatan kami lakukan secara mandiri. Semua keluarga kami ingin berpartisipasi dalam hal perawatan (memandikan) Gibran. Orang yang paling sering adalah Oma Lin di Cancar.
Karena keseringan, saya dan istri malah menganggap tugas memandikan Gibran sudah menjadi tanggungjawab Oma Lin. Saya menyadari hal itu kurang baik, tapi tidak bisa berbuat apa-apa juga. Hal itu berlangsung kurang lebih 4 bulan selama tinggal di Cancar.
Saat harus hijrah ke Kupang, barulah kami mulai belajar kembali memandikan bayi. Saya dan istri berusaha mengingat kembali teori atau langkah-langkah memandikan bayi. Kami juga berusaha mengingat cara yang dilakukan Oma Lin saat memadikan Gibran.
Setiap memandikan Gibran, kami selalu melakukannya bersama. Kecuali kalau saya tidak sedang di rumah (kerja), istri terpaksa melakukannya sendiri. Meski agak susah, tetap masih bisa diupayakan dengan baik.
Setiap Gibran mau mandi, kami berbagi tugas. Ada yang menyiapkan air hangat, ada yang menyiapkan sabun, pakaian, dll. Bila semua alat dan bahan sudah siap, kami segera melakukannya bersama juga.
Istri yang paling sering memandikan Gibran. Saya lebih banyak memberi arahan, "Bukan begitu ! Tapi begini, dst". Kadang instruksi seperti itu membuat istri malah marah karena merasa digurui. Saya tidak peduli. Saya harus memberikan arahan bila menemukan hal-hal yang tidak benar. Itu sudah menjadi prinsip hidup saya.
Bila "hari baik" itu datang, saya menawarkan diri memandikan Gibran. Bahkan saya paksa kalau istri menolak karena dia merasa itu sudah menjadi tanggungjawabnya. Setiap kita berkewajiban memandikan anak, suami dan istri sama saja. Itu juga menjadi prinsip saya.
Pengalaman memandikan Gibran itu menyenangkan sekali. Anak itu sangat suka dimandikan. Terlihat dari mimik wajahnya, selalu tersenyum dan tertawa bila terkena air. Dia jarang sekali bahkan tidak pernah menangis saat mandi. Dia benar-benar menikmati prosesnya dengan sukacita. Beda sekali dengan saya -ayahnya- yang kadang-kadang malas mandi.
Hal yang paling dia nikmati itu saat bilas setelah disabuni. Kami biarkan dia duduk dalam baskom berisi air, kemudian membilas busa sabun dari kepala hingga kaki. Gibran semakin girang, kaki-kakinya digerakan makin menjadi-jadi dalam air. Bila saya yang mandikan, Gibran dibiarkan berlama-lama dulu bermain air dalam baskom. Kalau istri sudah mulai marah karena takut kedinginan, barulah saya angkat dan menyelimutinya dengan handuk. Selesai.
Cuaca Kota Kupang yang cukup panas membuat Gibran sering berkeringat. Tentu saja hal itu juga berdampak pada kebiasaan mandinya. Terpaksa dia dimandikan 3 kali sehari, pagi-siang-sore.
***
Setiap kali memperhatikan ekspresi kegembiraan Gibran bila dimandikan, saya pun berpikir, salah satu sumber kegembiraan adalah dimandikan orang. Barangkali kita yang sudah dewasa ini perlu sekali-sekali dimandikan orang juga biar selalu gembira. Jangan tunggu sakit/lumpuh barulah orang dewasa dimandikan.
Mari kita saling memandikan, dan bergembiralah...
0 Komentar