![]() |
Main bersama Gibran |
(*Tulisan ini diambil dari catatan facebook tanggal 3 Oktober 2017)
Hal tidak penting, tapi selalu dibahas. Ģibran itu mirip siapa, bapaknya atau ibunya ? Bukan hanya saya dan istri, teman-teman yang bertemu langsung maupun komentar via media sosial juga seringkali membahas hal yang sama. Saya selalu berharap-harap cemas, semoga soal kegantengan selalu dikaitkan dengan bapaknya, hehehe...
Meski sering dibahas, bukan berarti itu hal yang sangat serius buat kami. Kami (saya dan istri) adalah sama-sama sebagai perawat. Setiap perawat, selalu memandang manusia sebagi sosok yang unik. Tiap orang berbeda, baik bentuk fisik, keinginan dan kemampuannya. Begitu pun kami memandang Gibran, dia juga tentunya sangat unik. Sulit rasanya menyamakan dengan ibunya, atau dengan saya sebagai bapaknya. Gibran, ya Gibran.
Kalaupun ada kemiripan dengan saya atau ibunya, itu hanyalah kebetulan semata. Orisinalitasnya sebagai Gibran tidak bisa ditutupi dengan cara apapun. Kami juga berharap agar dia menjadi dirinya sendiri. Tidak harus dipaksakan ikuti gaya orang lain.
***
Setiap hari, bila memungkinkan saya akan memperhatikan Gibran. Saya perhatikan saat dia terlelap, tampak tenang sekali. Mulutnya terbuka, membentuk wajah yang lucu serta menggemaskan. Saya kadang tersenyum sendiri melihatnya.
Bila hendak bangun, saya agak khawatir. Dia tidak segera membuka mata dengan tenang. Tangan dan kakinya digerak-gerakan terlebih dahulu, seperti sedang memukul kasur. Kemudian dia mengucek matanya. Prosesnya kurang lebih 2 menit, barulah dia membuka mata. Saya merasa proses dia bangun tidur tidak segampang seperti orang pada umumnya.
Bila kelopak matanya sudah terbuka, saya ajak berkomunikasi. Dia biasanya membalas dengan senyuman atau tertawa. Respon itulah yang membuat saya tidak bosan mengajaknya berinteraksi. Gejet sudah pasti dijauhkan. Kami membina hubungan yang berkualitas.
Setelah bangun itu, Gibran akan terus menggerakan kaki dan tangannya. Aktif sekali. Hati-hati, bila tidak bercelana, pancaran pipisnya bisa mengenai muka kita bila posisinya terlalu dekat dan searah. Kadang setelah pipis dia kentut, bunyinya lumayan besar. Saya tidak bisa menahan tawa bila dia kentut, sebab itu mengingatkan kebiasaan saya sendiri tiap pagi.
Ada juga hal lain yang mirip saya, mudahnya dia berkeringat. Cuaca di Kupang memang panas, tidak heran bila sering berkeringat. Apalagi saya, bahkan seluruh keluarga kami, keringatnya berlebihan. Kayaknya hal itu diturunkan juga sama Gibran. Setiap bangun tidur, pakaiannya terasa lembab oleh keringat. Bau khas keringat akan mudah tercium saat menggendongnya sehabis tidur yang lama.
Keseringan keringat itulah yang membuat dia juga tidak begitu nyaman dengan baju yang tebal. Makanya saat siang, dia tampak lebih nyaman dengan singlet saja. Saya pun demikian, siang-siang bertelanjang dada dan suka tiduran di lantai. Kami berdua biasa melakukan aktivitas itu bersama-sama. Sambil bermain, sambil berpelukan. Mamanya iri karena tidak ikut dipeluk.
0 Komentar