![]() |
Membaca novel "Cinta tak pernah tepat waktu" |
(Tulisan ini diambil dari catatan facebook tanggal 21 September 2017)
Saya baru selesai membaca novel ketiga Puthut EA, yang berjudul seperti judul catatan ini. Urutan 'ketiga' itu bukan berdasarkan kronologi penerbitan buku-bukunya. Tapi, dari semua koleksi buku yang dia tulis, itu urutan ketiga yang saya baca. Sebelumnya, saya juga sudah membaca "Para Bajingan yang Menyenang" dan "Seorang laki-laki yang keluar dari rumah".
Sama seperti novel sebelumnya, gaya khas Mas Puthut bercerita, kesannya selalu dari kisah nyata hidup sehari-hari. Kesan itu bersumber dari setiap postingan atau informasi di facebooknya. Contohnya, dia menulis "Detektif partikelir" sebagai pekerjaannya di profile fb. Tokoh aku dalam novel ini pun mengaku berprofesi yang sama. Selama membaca, saya selalu berpikir ini pengalaman pribadi penulisnya.
Tapi, pada bagian akhir kisah ini barulah saya paham kalau kisah ini terinspirasi kisah cinta sahabatnya sendiri. Pada bagian itu kita juga tahu bagaimana proses kreatif atau perjuangan dibalik munculnya novel ini. Saya kira tidak semua penulis bisa kreatif seperti ini.
Novel ini sederhananya mengisahkan pengalaman seseorang yang sulit mendapatkan jodoh. Pacar banyak, ada di mana-mana. Tapi, tidak satu pun yang bisa dijadikan istri. Penyebabnya cuma satu: Tidak tepat waktu.
Saat proses pendekatan, cewek minta ketemuan jam 15.00 misalnya. Dia malah terlambat dapat informasi hingga gagal bertemu. Berkali-kali seperti itu, cewek pasti ogah. Ini orang kurang komitmen. Masa mau bertemu saja tidak tepat waktu.
Tidak tepat waktu yang lain. Saat laki-laki sedang sibuk dengan kariernya, ada cewek yang berusaha mendekat. Tentu saja laki-laki tidak begitu perhatikan, karena ada proyek besar yang harus disukseskan. Cewek merasa diabaikan, lalu memilih laki-laki lain.
Masih banyak pengalaman-pengalaman lain tokoh 'aku' dalam novel tersebut yang menunjukkan cinta yang tidak tepat waktu. Pada bagian akhir novel, tokoh 'aku' bertemu dengan seorang wanita yang selalu membuat jantung berdegup kencang saat berdekatan. Deg ! Deg ! Deg...
Dia yakin sekali, itu jodohnya. Kali ini dia berupaya sebaik mungkin agar tidak gagal lagi. Dia mau menjadikan wanita itu sebagai istri. Semua cara dipersiapkan dan dilakukan dengan baik. Saat melakukan pendekatan, apa yang terjadi ? Cewek itu ternyata sudah bersuami. Tidak tepat waktu lagi.
***
Hal yang saya kagùmi dari penulis, meski ini novel tentang cinta (usaha mencari pacar/istri), dia tidak hanya menulis semata-mata kisah cinta. Tapi, semua sisi dari semua orang manusia itu lengkap dikisahkan.
Lewat novel ini, kita tidak hanya disuguhkan kisah rumitnya mencari jodoh. Kita juga dibawa dalam petualangan aktivitas tokoh 'aku' sebagai detektif partikelir. Tidak hanya itu, kita pun tahu golongan pekerjaan tidak biasa yang dilakoninya, dari yang paling dasar hingga paling puncak sebagai dewa laut.
Kita akhirnya tahu bagaimana golongan buku menurut tokoh 'aku' yang dikenalkan berprofesi sebagai penulis. Ternyata ada kategori buku A, buku B, buku C, buku D, dll. Ada kriteria yang unik tiap kategorinya.
Selain itu, kita juga bisa paham bagaimana melakukan meditasi dam yoga yang baik dan benar; bagaimana perjuangan seorang penulis menghasilkan karyanya;
dan bagaimana bisa berani menerbitkan buku. Jadi, tidak hanya cerita cinta yang diperoleh. Banyak informasi lain yang bermanfaat dalam novel ini.
Hal lain yang saya kagumi dari penulis adalah kepiawaiannya membuat dialog yang tidak biasa, dibalut narasi yang membuat pembaca seolah melihat langsung kejadiannya. Emosi saya sebagai pembaca juga ikut larut dalam cerita ini. Seolah-olah apa yang dirasakan tokoh 'aku', dirasakan juga oleh saya, meski hanya dengan membaca.
Sekali lagi, saya senang dialog antara tokoh 'aku' dengan beberapa cewek yang ia dekati. Saya pun mengingat pada masa lalu, saat pertama kali berpacaran semasa SMP. Waktu itu, kami biasanya bersurat untuk mengungkapkan perasaan.
Menulis surat cinta itu gampang. Kita bisa tulis seenaknya tanpa rasa malu. Rangkaian kata puitis berderet memenuhi kertas. Kadang, ada beberapa kalimat yang kurang dipahami maksudnya, terus saja ditulis. Pokoknya semua perasaan disampaikan lewat tulisan, penuhi halaman kertas berwarna-warni serta harum.
Tapi, begitu mau bertemu langsung, gugupnya minta ampun. Bingung, nanti apa yang akan dibicarakan. Tidak tahu apa kalimat yang harus dikatakan saat pertama kali bertemu. Jangankan bicara, saling menatap saja malunya minta ampun.
Saya pun menyesal, kenapa tidak sedari dulu membaca novel (cinta). Kalau sering membaca novel, paling tidak bisa dijadikan referensi atau sumber ide untuk memulai pembicaraan dengan cewek yang kita sukai.
Karena selalu gugup, kadang-kadang harus minum sopi (alkohol) dulu agar percaya diri. Ini contoh buruk, tidak usah ditiru. Tapi, mabuk bukan berarti kita bisa bicara dengan baik. Malah makin hancur. Contohnya seperti ini:
"Asa koe kina dite, kom sehat ?" (Bagaimana babi peliharaannya, masih sehat ?).
"Eng, sehat. Bo kole dite, pisad sina kandang ?" (Ia, sehat. Kamu punya juga pasti baik, ada berapa di kandang ?)
"Sisa suad koe, wai taung. Eme manga koe laki dite, asi koe de tu'i. Kawing koe aku kina daku de" (Tinggal dua, betina semau. Kalau kamu punya jantan, tolong jangan dikebiri dulu. Nanti kawinkan dulu dengan babi saya)
"Bo laki ta enu, selalu siap..." (Kalau pejantan neng, selalu siap...), jawanya sambil mengerlingkan mata, diikuti senyuman penuh arti.
Entah bagaimana nasib cinta dengan percakapan seperti itu....
0 Komentar