Oleh: Saverinus Suhardin, S.Kep.,Ns
(Perawat, pengajar di Akper Maranatha Kupang)
![]() |
Tema Hari Aids Sedunia Tahun 2017 (Gambar diambil dari sini) |
Pendahuluan
Saat ini, faktor risiko orang mengidap HIV-AIDS begitu
masif terjadi. Hasil penelitian terbaru menunjukkan 18% remaja NTT terjebak
seks bebas (Pos Kupang, 14/10/2017). Apakah itu mengejutkan ?
Bisa saja kita menganggap itu hal yang biasa-biasa saja. Sebab
temuan serupa sudah diketahui sejak lama. Tahun 2006, survei menunjukkan 31
persen remaja di Kota Kupang sudah pernah melakukan hubungan seks[1]. Survei
lanjutan yang dilakukan oleh lembaga yang sama pada tahun 2014 juga menunjukkan
hasil yang hampir sama, 29-31% remaja NTT melakukan hubungan seks pranikah[2].
Faktor risiko lain yang cukup mengkhawatirkan juga adalah
penguna narkoba, khususnya yang menggunakan jarum suntik. Pusat Penelitian
Kesehatan UI melaporkan pengguna narkoba di NTT beradasarkan survei mereka pada
tahun 2014 mencapai 51.298 orang[3].
Jumlah berbagai faktor risiko tersebut, berbanding lurus
dengan jumlah pengidap HIV/AIDS. Saat ini penderita HIV/AIDS di NTT mencapai
5.160 orang dan 1.259 diantaranya telah meninggal akibat penyakit yang
menyerang kekebalan tubuh manusia tersebut[4].
Secara nasional, laporan yang terinfeksi HIV antara Oktober-Desember 2016
mencapai 13.287 orang dan 3.812 orang yang mengidap AIDS[5].
WHO (2017), melansir jumlah penderita HIV/AIDS di seluruh dunia hingga tahun
2016 mencapai 36,7 juta. Jumlah penderita baru yang terinfeksi selama tahun
2016 mencapai 1,8 juta orang[6].
Sebagai warga Manggarai Barat yang tergabung dalam Ikatan
Mahasiswa Pelajar Lembor (IMAPEL) Kupang,
kita perlu mengetahui kondisi penyebaran HIV/AIDS di daerah sendiri. Sejak
2005 hingga Juli 2017, tercatat ada 50 orang pengidap HIV/AIDS di Manggarai
Barat. Dari jumlah tersebut, 28 orang diantaranya mendapat pengobatan, 20 orang
meninggal dunia, dan 2 orang pindah ke luar daerah. Fakta menarik lain dari
data tersebut dirinci sebagai berikut: pengidap lebih didominasi laki-laki (30
orang); paling banyak berusia antara 21-30 tahun (64%); paling banyak bekerja
swasta (52%), lalu disusul PSK (28%); dan paling banyak berada di wilayah kerja
puskesmas Labuan Bajo (34 orang)[7].
Lalu, bagaimana dengan wilyah Lembor Raya ? Ada 3 orang
yang terdata, masing-masing 1 orang di PKM Waenakeng, 1 orang di PKM Nangalili,
dan 1 orang di PKM Orong. Apakah hanya itu ? Hingga saat ini belum dapat
dipastikan. Bisa jadi ada yang luput dari pendataan petugas. Bila masyarakat
tidak mau memeriksakan dirinya secara sukarela (VCT), maka akan terjadi
fenomena gunung es. Pengidap HIV itu akan tampak sehat-sehat saja secara kasat
mata, tapi sudah bisa menularkan kepada orang lain. Orang seperti itu hanya
bisa diketahui mengidap HIV bila diperiksa darahnya. Pengidap HIV akan
menunjukkan gejala klinis bila virusnya semakin banyak (Sekitar 3-10 tahun
setelah terpapar).
Memahami HIV dan Cara
Penyebarannya
HIV (Human
Immunodeficiency Virus) merupakan virus yang hidup dan berkembang biak pada
manusia, yang mengakibatkan penurunan sistem kekebalan tubuh. Bila virus telah
berkembang banyak dan tidak diberi terapi yang teratur, maka timbulah AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrom), dimana akan tampak kumpulan gejala infeksi yang diakibatkan semakin
melemahnya kekebalan tubuh (infeksi oportunistik). Seseorang akan mengalami
berbagai jenis infeksi, tergantung jenis kuman yang menyerangnya. Hal itulah
yang membuat kondisi penderita semakin lemah dan akhirnya mengakibatkan
kematian dalam 10 tahun setelah didiagnosis[8]
.
HIV hidup dalam darah,
semen/air mani, ASI, dan cairan vagina/serviks. Cara penularannya bisa melalui
hubungan seks dgn orang yg terinfeksi, tranfusi darah yang terkontaminasi, penggunaan
darah yg terkontaminasi, penggunaan jarum, semprit dan alat pemotong atau
pelubang yg tercemar darah yang terkontaminasi, darah ibu yang terinfeksi yang
mengkontaminasi bayi sewaktu kehamilan atau persalinan, susu ibu yang
terinfeksi sewaktu menyusui, dan sebagainya.
Seseorang yang tertular HIV
awalnya tidak menunjukkan tanda dan gejala yang khas. Setelah terinfeksi, 2
minggu hingga 6 bulan kemudian memasuki periode jendela. Gejala yang timbul
seperti orang yang mengalami flu. Selanjutnya memasuki periode asimtomatik
(tidak bergejala, seperti orang sehat pada umumnya), bisa berlangsung 3-10
tahun. Lalu memasuki periode AIDS, dimana gejala berbagai penyakit infeksi akan
tampak. Sejak pertama kali terinfeksi HIV, sejak saat itu pula seseorang bisa
menularkan kepada yang lain lewat kontak darah, kontak seksual, atau kontak
ibu-bayi.
Mewaspadai
HIV/AIDS
Bila tidak pernah melakukan
tindakan berisiko (seks bebas, kontak darah, dsb), HIV/AIDS bukanlah hal yang
menakutkan. Kita bisa bebas bergaul atau orang yang terinfeksi sekalipun,
asalkan –sekali lagi- tidak terjadi kontak seksual atau kontak darah dengan mereka.
HIV tidak sembarangan
menyebar. HIV tidak ditularkan melalui cairan tubuh seperti air mata, liur,
keringat dan air seni; Kontak pribadi seperti ciuman dimulut, pelukan, jabat
tangan; Kontak sosial seperti sewaktu kerja, di sekolah, bioskop, restoran, dan
sauna; Air atau udara seperti bersin,
batuk, kolam renang, berenang dilaut; Barang – barang seperti barang rumah
tangga, pena, toilet, handuk, selimut, sabun; dan Serangga seperti gigitan
nyamuk atau serangga lainnya.
Misalkan sudah terinfeksi HIV
pun, tidak perlu terlalu dikhawatirkan. Asalkan mau memeriksakan diri dan mengikuti
pengobatan ARV (Antiretroviral) secara rutin, niscaya akan bertahan hidup lebih
lama dan kualitas hidup lebih baik. Dalam konferensi IAS 2013 di Kuala Lumpur-Malaysia,
dilaporan bahwa penggunaan ARV telah menurunkan 4,2 juta angka kematian dan
meningkatkan harapan hidup ODHA[9].
Beranikan diri secara sukarela untuk periksa HIV (VCT) ke pelayanan kesehatan
yang ada. Bila terinfeksi, ikuti program terapi yang dianjurkan petugas
kesehatan. Selain mendapat pengobatan, di sana akan diberikan juga bimbingan
konseling agar mampu mengelola stres dengan baik.
Upaya
Mengurangi Stigma
Stigma atau anggapan negatif
pada ODHA juga menjadi masalah yang cukup serius. Stigma sangat merugikan ODHA.
Bila mereka terkucil gara-gara stigma, maka kemauan untuk berobat akan menurut. Hal itu tentu saja
akan berdampak buruk, angka kesakitan dan kamatian semakin meningkat.
Selain itu, ODHA juga
merupakan sesama manusia yang mesti kita hormati. Lagi pula tidak ada yang
ditakutkan dari mereka. Bila kita paham dengan proses penularan HIV seperti
penjelasan pada bagian sebelumnya, maka kita akan menganggap hal biasa saat
bergaul dengan ODHA.
Seorang guru saya (penulis)
yang sehari-hari bekerja merawat ODHA pernah memberi pemahaman seperti ini.
ODHA itu memiliki beberapa kesamaan dengan penderita penyakit lain seperti
hipertensi. ODHA perlu mendapat terapi yang berkelanjutan. Begitu juga dengan
hipertensi, perlu diobati secara rutin untuk menjaga kestabilan tekanan darah. Jadi,
tidak perlu ada rasa kekhawatiran yang berlebihan terhadap ODHA. Apalagi sampai
memberi stigma yang buruk, itu tidak mendukung mereka untuk sembuh, malah
membuat mereka makin tidak berdaya.
Upaya pengurangan stigma
terhadap ODHA juga sering menjadi seruan internasional lewat perayaan Hari Aids
Sedunia yang dirayakan tiap 1 Desember. Tahun 2017 ini, organisasi kesehatan
dunia (WHO) mengangkat tema: “Everybody counts. End AIDS”. Tema itu bisa
kita terjemahkan secara sederhana menjadi: “Setiap orang dihitung. Akhiri AIDS
!” Tema tersebut menggambarkan upaya yang sedang diperjuangkan oleh masyarakat
seluruh dunia agar setiap ODHA itu dihitung atau dihargai sama seperti yang
lainnya. Setiap orang berhak untuk sehat, sehingga setiap orang diberi
kesempatan mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik dan berkualitas, dengan
fokus pada kombinasi tindakan pencegahan HIV, deteksi dini penyakit dan akses
yang cepat mendapatkan ARV. Penatalaksaan yang tepat merupakan kunci mengakhiri
AIDS, sehingga cita-cita bersama negara seluruh dunia yang tergabung dalam WHO “Menghentikan
epidemi tahun 2030” bisa terwujud[10].
Mimpi besar itu akan terwujud bila semua komponen yang berwenang termasuk
masyarakat saling bekerjasama, bahu-membahu melakukan berbagai upaya untuk
mengakhiri penularan HIV/AIDS.
Peran
Mahasiswa (IMAPEL) Mengakhiri Epidemi HIV/AIDS
Sebagai bagian dari
masyarakat, mahasiswa juga memiliki peran yang sangat strategis dalam upaya
mengurangi -atau bahkan mengakhiri- kejadian HIV/AIDS. Peran penting mahasiswa
tersebut tidak dapat dilepaskan dari karakteristik yang mereka miliki, yaitu:
intelektualitas, jiwa muda, dan idealisme. Apalagi mahasiswa/i yang tergabung
dalam IMAPEL Kupang, sebuah organisasi yang bertujuan sebagai tempat bersemainya ilmu pegetahuan dan
berkumpulnya manusia-manusia kritis dalam mengontrol jalannya pemerintahan, sudah
tentu siap mengabdi kepada masyarakat. Salah satu caranya bisa dengan menjadi penyuluh
kesehatan, khususnya yang berkiatan dengan HIV/AIDS. Penulis memiliki beberapa
rekomendasi yang bisa ditempuh untuk mendukung penyelesaian masalah di atas.
Pertama, mahasiswa (IMAPEL) harus
memahami dan menerapkan cara pencegahan HIV/AIDS yang direkomendasikan selama
ini dengan nama/akronim: ABCDE. A (Abtinensia), puasa seks atau tidak
melakukan hubungan seks sebelum menikah; B (Be-faithfull), setia dengan
pasangan, jangan sampai gonta-ganti pasangan; C (Condom), gunakan kondom
bila melakukan hubungan seks berisiko; D (Don’t drugs), jangan
menggunakan narkoba; dan E (Education), pelajari tentang HIV/AIDS dari
sumber yang terpercaya.
Kedua, mahasiswa (IMAPEL) membagikan
pengetahuannya yang telah terverifikasi kebenarannya (bukan hoaks) kepada orang
lain. Bisa melalui media sosial atau secara lisan. Saat berlibur ke kampung
atau setelah lulus dan tinggal di kampung, diharapkan memberi edukasi kepada
keluarga, tetangga, dan masyarakat sekitar. Informasi yang benar dan memadai,
diyakini bisa mengubah perilaku masyarakat untuk hidup sehat.
Ketiga, mahasiswa (IMAPEL) menjadi
contoh (role model) bagi masyarakat dalam beperilaku hidup sehat. Mahasiswa atau
lulusan sarjana menjadi contoh tidak melakukan seks pranikah, seks bebas, menggunakan
narkoba, dan sebagainya. Masyarakat cenderung mengikuti gaya hidup orang
berpendidikan tinggi.
Keempat, mahasiswa (IMAPEL) mesti
memiliki rasa peduli dengan penderita HIV/AIDS. Lakukan advokasi bila menemukan
kasus, sehingga penderita mendapat pengobatan yang baik serta hak-haknya tidak
diabaikan.
Kelima, jadilah pelopor untuk
menghentikan stigma terhadap ODHA di masyarakat. Beri pemahaman yang baik,
sehingga keluarga penderita dan masyarakat sekitar bisa menerima kondisi
tersebut. Motivasi masyarakat agar memberi dukungan positif kepada penderita
untuk berobat rutin dan tidak melakukan tindakan berisiko lagi dengan orang
lain.
Penutup
Mahasiswa (IMAPEL) memiliki
pengetahuan dan kreativitas yang tidak terbatas. Penulis meyakini mereka bisa
memiliki rumusan lain yang lebih baik tetang penanggulangan HIV/AIDS, selain
yang telah dibahas di atas. Semuanya itu dipadukan menjadi suatu metode yang
efektif dan efisien diterapkan di masyarakat, khususnya di Lembor Raya.
Hal sederhana yang
membahagiakan adalah berguna bagi sesama. Menjadi berguna bagi sesama, paling
sederhana dapat dilakukan dengan saling berbagi informasi atau pengetahuan. Jadilah
mahasiswa (IMAPEL) yang bermanfaat bagi sesama.
***
*Disampaikan pada
kegiatan Masa Penerimaan Anggota Baru (MPAB) Ikatan Mahasiswa Pelajar Lembor
(IMAPEL) Kupang, di Aula Sanlima-Penfui pada tanggal 1 Desember 2017.
[1] Berdasarkan survei Perkumpulan Keluarga
Berencana Indonesia (PKBI) NTT pada tahun 2006. Beritanya bisa baca di sini: https://goo.gl/r3rijz
[4] Data HIV/AIDS di NTT itu sesuai keterangan
sekretaris KPA NTT kepada media massa, yang dibaca di sini: https://goo.gl/iUy8RF
[5] Laporan Ditjen PP & PL Kemenkes RI
tahun 2016, bisa dibaca lebih lengkap di: https://goo.gl/K5e8jT
[6] informasi mengenai data dan tema perayaan
hari AIDS sedunia bisa diakses di: https://goo.gl/fqjHUZ
[7] Informasi mengenai data ini didapat
langsung dari Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Mabar
[8] Corwin, Elizabeth J. (2009). Patofisiologi: buku saku.
Ed.3. Jakarta: EGC, Hal.169
[9] Diambil dari makalah Samsuridjal Djauzi
(Perhimpunan Dokter peduli AIDS Indonesia) tahun 2014 yang berjudul: Penatalaksanaan
HIV Pelayanan Primer.
[10] Informasi mengenai hari aids sedunia tahun
2017 diakses lewat website WHO, bisa cek di sini: http://www.who.int/life-course/news/events/2017-world-aids-day/en/
0 Komentar