Belajar Memandu Talkshow dari Kak Bara

Talkshow Catatan Najwa: Literasi untuk Kebhinekaan di Aula El Tari, Kupang (11/8/2017)

Pemandu talkshow (moderator) acara Catatan Najwa: Literasi untuk Kebhinekaan yang berlangsung di Kota Kupang kemarin (11/8), sempat menjadi pembicaraan hangat netizen. Sependek yang saya pantau, ada dua pengguna facebook mengulas buruknya performa sang moderator. Hal itu diamini pula oleh pengguna facebook lain yang ikut berkomentar. Bahkan, saking kakunya suasana, -pada pertengahan acara- Mbak Najwa sempat berkomentar kurang lebih seperti ini: “Saya ambil alih saja diskusinya, percuma dibayar, hehehe...”, sambil menatap moderator.
Tulisan ini tidak bermaksud merendahkan atau merundungi sang moderator. Jujur, secara umum moderator sudah berupaya tampil dengan baik. Saya sangat mengapresiasi keberaniannya memimpin diskusi akbar seperti itu. Namun, sebagai pembelajar, kita juga harus jujur atau objektif, banyak kekeliruan yang dilakukannya.
Saya tertarik mengomentari beberapa kekeliruan tersebut, untuk dijadikan bahan pelajaran bersama. Saya akan membedah talkshow tersebut dengan patokan berbagai talkshow yang biasa kita tonton di TV, khususnya program Mata Najwa.

Sekilas Tentang Moderator

Saya baru tahu sang moderator untuk pertama kalinya dari selebaran acara yang beredar. Namanya Bara Pattyradja dengan atribusi sebagai penyair Indonesia. Setelah banyak yang membicarakan performanya yang buruk, saya coba mencari tahu lebih jauh tentangnya lewat facebook. Saya temukan akun atas nama beliau beserta foto dirinya, persis dalam selebaran tadi.
Dia menuliskan dalam bio-nya sebagai penulis. Beberapa postingan yang sempat saya jelajahi memang banyak yang berkaitan dengan penulisan puisi. Bahkan beliau sudah menerbitkan beberapa buku puisi.
Temuan itu menunjukkan beliau bukanlah sosok yang sembarangan. Sudah sepantasnya dipercayakan sebagai moderator.  Namun, sebagaimana pengalaman saat debat pilpres atau pilgub di TV, bila dipandu seseorang yang bukan presenter murni (bukan berprofesi sebagai presenter), tampak kaku dan kurang mengesankan. Akhirnya mengundang banyak komentar negatif dari penonton.

Pelajaran Penting dari Kak Bara

Pertama, kita membahas bagian pembukaan talkshow. Acara talkshow kemarin, pembukaannya agak melempem. Narasumber dan moderator bersamaan naik ke panggung. Pak Frans Lebu Raya (FLR) dan Najwa Shibab (NS) tampak canggung dan bingung. Mau duduk, tapi belum dipersilakan oleh moderator Bara Pattyradja (BP). Pak BP tidak memperhatikan situasi tersebut. Tampaknya dia lebih berkosentrasi pada mikrofon, memastikan sudah nyala atau belum. Akhinya Pak FLR dan Mbak NS duduk tanpa dipersilakan lagi oleh Pak BP.
Saat narasumber telah duduk di panggung, Pak BP masih berdiri dengan posisi sedikit agak maju. Dia mendeklamasikan sebuah puisi cukup lama. Setelahnya, dia duduk dan mulai mengawali talkshow dengan menjelaskan kondisi keberagaman di NTT. Kalimat yang digunakannya tidak populer. Tampaknya dia bangga sekali menyampaikan beberapa pemikiran filsuf yang cukup rumit dipahami oleh seluruh peserta.
Nah, bagian pembukaan itu sangat buruk bila kita bandingkan talkshow yang lazim terjadi selama ini. Biasanya, seorang moderatorlah yang pertama kali memasuki panggung. Saat memasuki panggung itulah saat yang tepat bagi BP mendeklamasikan sajaknya. Meskipun sajak itu dikritisi beberapa netizen lantaran terlalu panjang dan isinya tidak koheren dengan tema diskusi.
Setelah itu, moderator menyapa hadirin sekaligus menjelaskan sedikit mengenai kegiatan yang akan berlangsung. Perkenalkan dan panggil narasumber satu per satu. Tidak peduli narasumber tersebut seorang publik figur, tetap saja diperkenalkan, khususnya hal yang berkaitan dengan kapasitasnya sebagai pembicara. Saat tiba di panggung, salami narasumber lalu persilakan duduk. Setelah itu, barulah mulai masuk pada inti diskusi.
Moderator juga perlu menjelaskan, kenapa satu narasumber tidak hadir. Sebab, dalam spanduk acara maupun selebaran telah diinformasikan ada 3 narasumber. Penonton perlu tahu, apalagi bila narasumber tersebut memiliki kapasitas yang strategis berkiatan dengan tema diskusi. Kemarin, moderator tidak melakukan hal tersebut.
Satu lagi, saat memberikan beberapa pernyataan pengantar, usahakan menggunakan kata atau kalimat populer. Ingat, talkshow itu menghadirkan penonton dari berbagai lapisan masyarakat. Gunakan bahasa yang mudah dipahami, sehingga penonton dapat memaknai tema diskusi dengan baik. Moderator bertugas menghubungkan pesan dari narasumber ke audiens, begitupun sebaliknya.
Kedua, pada bagian inti acara. Kesannya, moderator tidak menguasai berbagi informasi atau fakta tentang tema yang dibicarakan. Bukannya mengarahkan narasumber untuk menjelaskan kepada audiens seperti apa hubungan antara literasi dan kebhinekaan, malah dibiarkan terfragmentasi. Narasumber dibiarkan berbicara soal literasi, kemudian berpindah pada masalah kebhinekaan. Moderator tidak berusaha memancing narasumber untuk mengaitkan keduanya (literasi dan kebhinekaan).
Hal lain yang membuat saya sangat gemas, saat bertanya atau saat narasumber menjawab, moderator tidak mempertahankan kontak mata yang baik. Hal itu saya perhatikan berulang-ulang. Padahal, saat BP berbicara, NS mengarahkan pandangan kepadanya serta mencondongkan kepala lebih dekat. Kontak mata dan bahasa tubuh Mbak NS itu menunjukkan dia begitu ingin mendengarkan moderator. Sialnya, saat NS mulai bicara, moderator malah berlaku sebaliknya, tidak mempertahankan kontak mata. Bahasa tubuhnya malah menunjukkan kegelisahan, tidak berniat mendengarkan.
Kunci utama yang perlu diperhatikan moderator saat bertanya: (1). Siapkan pertanyaan yang terstruktur, tuliskan pada catatan bila perlu; (2). Pertahankan kontak mata dengan lawan bicara; (3). Bahasa tubuh, seperti mencodongkan kepala kepada lawan bicara, menunjukkan kita sangat berminat dalam interaksi tersebut.
Akibat kecanggungan yang dilakukan moderator, selama beberapa saat, Mbak NS mengambil alih tugasnya. Anda bisa menebak, suasana diskusi menjadi lebih hidup. Saat sesi tanya jawab dengan audiens pun, Mbak NS tetap menjadi pemandu. Tidak salah bila NS berceletuk kalau moderatornya percuma dibayar
Ketiga, mari kita bahas bagian penutup. Setelah menjawab beberapa pertanyaan para penonton, Mbak NS membacakan catatannya terkait manfaat membaca. Seperti biasa, tepuk tangan hadirin riuh rendah setelah NS mengakhiri catatannya. Tanpa membuat kesimpulan atau menyampaikan kalimat penutup, moderator langsung melimpahkan acara kepada MC. Talkshow akbar itu berakhir antiklimaks.
Lazimnya, pada bagian akhir talkshow, pamandu mengarahkan narasumber untuk memberi pesan atau kalimat penutup yang berkesan kepada hadirian. Kemudian dilanjutkan kesimpulan oleh moderator, sehingga hadirian makin paham dengan maksud atau tujuan diskusi. Semuanya itu tidak dilakukan bahkan tidak terpikirkan oleh moderator. Sangat disayangkan.
***
            Pengalaman mengikuti talkshow itu membuat saya semakin yakin bahwa, menjadi seorang moderator bukanlah tugas yang enteng. Butuh persiapan yang matang. Butuh latihan sesering mungkin. Mulailah berlatih dari kegiatan kecil di sekitar kita, sebelum tampil pada acara akbar. NS bisa memandu talkshow dengan sangat baik, tentunya berkat latihan yang tekun dan konsisten. Kuncinya terus belajar. Belajar dari siapa pun, termasuk belajar dari Kak Bara. Terima kasih Kak Bara...


Posting Komentar

0 Komentar