Nasehat Nikah

Romo Alo sedang memberikan berkat pernikahan

Saya terkesan dengan beberapa nasehat penting yang disampaikan Romo Alo Gambur -Pastor Paroki Cancar- dalam sebuah pembekalan khusus sebelum misa pernikahan dilangsungkan.

Pembekalan itu dinamakan pembekalan kanonik. Saya tidak begitu paham, mengapa dinamakan demikian. Mungkin karena pembekalan tersebut, fokus membicarakan hukum atau aturan dalam agama Katolik tentang pernikahan. (Kalau ada pembaca yang lebih paham, tambahkan di kolom komentar).

Pagi hari tanggal 11 Juli 2017, sekitar pukul 08.00 kami (saya dan istri) sudah berada di sekitar lingkungan pastoran Paroki Cancar. Sepagi itu kami ingin bertemu dengan Romo Alo. Bukan main, tamu yang ingin bertemu beliau cukup banyak. Kami harus mengantri.

Setelah cukup lama mengantri dengan tamu yang lain, kami diterimanya dengan ramah. Beliau menyilakan kami masuk ke ruang tamu pastoran. Sebelum masuk ke pintu, saya berusaha menanggalkan sepatu. Romo Alo melarang dengan cepat, "Biar dipakai saja", katanya seperti memaksa. Saya bersyukur, sebab bila melepas sepatu, ruang tamu paroki bisa menjadi tidak sedap lagi dihirup udaranya.

Romo Alo tidak bertele-tele, langsung pada inti pertemuan. Kami sangat memaklumi itu sebab, masih ada tamu lain yang mesti ditemui, atau pekerjaan lain yang harus diselesaikan.

Setelah berkenalan singkat, beliau membuka sebuah map yang dipegangnya sejak kami datang. Pada akhirnya saya tahu, ternyata map itu berisi data diri kami dan sejumlah pertanyaan (kuesioner) yang harus kami jawab satu per satu. Kami ditanyai tentang komitmen dengan keputusan menikah. Pertanyaan itu cukup banyak, tentu saja tidak saya hafal. Beberapa yang saya ingat, kami ditanyai apakah menikah karena paksaan; apakah menikah dengan syarat tertentu (misalnya kalau tidak sejahtera nantinya, maka berpisah); apakah masih ada hubungan darah dengan pasangan; dan lain sebagainya.

Kami diberi kesempatan menandatangi kuesioner tersebut, sebagai tanda, apa yang telah kami jawab dan tulis, merupakan jawaban yang serius dan siap dipertanggungjawabkan. Romo Alo juga membubuhkan tanda tangan sebagai saksinya.

Setelah itu, Romo Alo memberi beberapa nasehat. Singkat, namun berisi poin-poin penting. Sederhana, tapi bermakna. Nasehat-nasehat itu, tentu saja tidak bisa saya ingat sempurna. Kurang lebihnya, beliau berpesan seperti ini:

Pertama, kalian berdua saling mendoakan. Berdoalah secara rutin, dan sebutkan nama orang yang ingin anda doakan secara jelas. Sebut namanya, serta apa harapannya. Percaya saja, cepat atau pun lambat, Tuhan pasti menjawab doa-doa itu.

Lewat berdoa atau saling mendoakan tadi, antara suami - istri dan anak-anak akan terjalin ikatan antara tubuh, jiwa dan roh. Unsur-unsur itu bisa disatukan dengan cara saling mendoakan. Jika ikatan itu sudah terjalin, apa yang terjadi pada pasangan, bisa kita rasakan meski tinggal berjauhan.

Kedua, tidak ada keluarga yang bebas dari masalah. Jika kalian dihadapi suatu masalah, diskusilah berdua dan minta pertolongan Tuhan lewat doa bersama. Ingat, jangan sampai kalian lebih dahulu menceritakan masalah itu kepada orang lain (orang tua, sahabat, dll) lalu mengabaikan pasangan hidup-mu sendiri. Percayalah sama pasangan, dan curhatlah sama pasangan sendiri.

Ketiga, setiap kita selalu dihadapkan dengan banyak godaan. Itu wajar saja, kami sebagai pastor pun, sering mendapat banyak godaan. Jika Anda digoda atau merasa tergoda, ceritakan sama pasangan. Pasangan pun tidak perlu cemburu atau marah bila pasangannya jujur. Selanjutnya, doa bersama agar kuat menghadapai berbagai godaan tersebut.

Keempat, ....
Ah, saya sudah lupa, entah berapa poin yang Romo Alo nasehati saat itu. Saya menyesal sekali karena tidak merekam atau mencatat sebagaimana biasanya. Paling tidak, itulah beberapa nasehat yang terus saya ingat hingga saat ini.


Lebih lanjut, saat misa pernikahan, Romo Alo juga memberi nasehat tambahan dalam khotbahnya. Banyak hal yang dibicarakannya saat itu, tapi saya cukup menuliskan dua hal berikut:

Pertama, soal penggunaan media sosial yang telah menjadi sebuah kebutuhan. Beliau mengingatkan, jika ada masalah apa pun, silakan diceritakan antar suami-istri. Bukan malah curhat di Facebook, twitter, dll. Semuà orang di media sosial akan bersyukur dengan persoalanmu.

Kedua, soal kasih sayang terhadap anak. Jangan sampai salah memaknai kasih sayang terhadap anak. Tidak dibenarkan bila kasih sayang itu ditandai dengan seberapa sering kita membeli jajan (mie, kacang, permen, dll) untuknya. Selain jajanan itu kurang sehat, kebiasaan itu akan membentuk pola anak menjadi peminta. Jika tidak diberikan, maka akan ngambek. Itu tidak mendidik.

***
Itulah beberapa nasehat nikah yang selalu saya ingat hingga saat ini. Motivasi saya menuliskan ini, tentu saja sebagai pengingat bagi diri sendiri. Bila suatu saat membutuhkan pedoman, tinggal saya search kembali di kotak pencarian. Saya tidak bermaksud menasehati Anda, Tuan dan Puan yang budiman. Tapi, bila Anda memiliki nasehat lain tentang pernikahan, tuliskan di kolom komentar. Sebagai keluarga baru, kami butuh banyak petunjuk, terima kasih.

Posting Komentar

0 Komentar