Semangat Kerja

Sawah samping rumah di kampung
Mama Sin kirim foto dari kampung kemarin. Sawah yang hanya beberapa petak saja di samping rumah, kabarnya sebentar lagi sudah bisa dipanen. Puji Tuhan.

Sawah ini cukup spesial. Pertama, tidak begitu luas sebagaimana biasanya orang mengerjakan sawah, minimal 1/4 ha untuk mendapatkan hasil yang cukup memuaskan. Kalau ini, cuma 5-6 petak saja. Biasanya menghasilkan sekitar 4-5 gabah kering.

Kedua, jenis padi yang ditanam akan menghasilkan beras merah. Tentunya Anda tahu, beras merah lebih mahal dibandingkan beras biasanya. Sebab konon katanya, kandungan nutrisinya lebih baik. Selain itu, rasanya juga lebih nikmat saat disantap. Teksturnya lembut dan baunya menimbulkan sensasi harum yang khas.

Ketiga, sawah ini lokasinya cuma lima langkah dari rumah. Jadi, rumah kami cukup mewah alias mepet sawah. Keuntungannya lebih mudah dikontrol dari berbagai gangguan: hama, binatang liar, dll.

Keempat, sawah ini hanya dikelolaj sekali setahun, saat musim hujan. Sebab, sawah ini termasuk golongan tadahan (tadah air hujan). Pengelolaannya sangat bergantung pada curah hujan yang cukup stabil. Itulah sebabnya musim hujan di kampung masih dianggap sebagai anugrah, mukan sebagai musibah sebagaimana di kota besar yang selalu banjir.

Sudah ya, cukup 4 saja keistimewaan yang perlu saya ceritakan dari sawah ini, meski sebanarnya masih banyak jika mau mengarang indah lagi.

Sawah ini cukup memoreable, sebab tahun lalu saya berkesempatan ambil bagian -meskipun sedikit saja- dalam mengelolanya. Saya membantu Mama Sin saat siram pupuk. Atas jasa-jasa itulah, begitu panen tiba, Mama Sin mengirim 1 paket beras merah untuk saya di Kupang.

Berkat yang sungguh luar biasa. Paling tidak saya bisa mengaburkan kualitas jelek dari beras murah yang sering dibeli di pasar. Beras kualitas pas-pasan tersebut, kalau dicampur sedikit saja dengan beras merah, maka tampilannya lebih menawan. Rasanya pun, sudah lebih nikmat.

Begitu melihat foto yang dikirim, saya langsung telepon dengan Mama Sin. Tentu saja pakai bahasa daerah, tapi di sini saya tulisakan dalam bahasa Indonesia.

"Oe Mama, luar biasa kita punya padi e....?" kata saya meyakinkan.
"Ia e Nana, lumayan".
"Waduh, saya menyesal sekali tidak bisa bantu kerja ini tahun e...", nada suara merendah biar terdengar sedih.
"Tenang kat ta Nana, masih dapat jatah nanti..."
"Alhamdulillah..,hehehee...."
Bungkusan beras merah yang biasa dikirim Mama Sin
***
Kalau mau jujur, salah satu yang patut saya syukuri dari kedua orang tua saya adalah keteladanan mereka dalam bekerja. Mama Sin dan Bapa Thadeus sama-sama pekerja yang rajin. Keduanya memiliki jiwa kerja yang tekun. Bagi keduanya, terasa jenuh bila waktu luang tidak digunakan dengan kegiatan produktif. Semangat itu pulalah yang selalu ajarkan kepada kami anak-anaknya. Tapi maaf, saya kadang patuh kadang juga bandel dengan nasehat mereka.

Bapa Thadeus dan Mama Sin adalah guru SD di kampung. Biasanya, guru melakukan aktivitas di luar mendidik anak sekolah seperti bertani atau beternak, hanyalah kegiatan sampingan. Artinya bisa dilakukan sebisanya saja, tidak perlu terlalu serius.

Kalau saya perhatikan keduanya, malahan terbalik. Bagi saya, keduanya terlihat serius dalam beternak dan bertani. Seperti kegiatan mendidik anak sekolah (sebagai guru) hanyalah aktivitas sampingan saja. Meski begitu, bukan berarti keduanya tidak mengabdi dengan baik dalam mendidik. Mereka juga termasuk guru yang setia dengan pekerjaannya.

Bapa Thadeus memiliki kesenangan beternak sapi. Baginya, hidup itu selalu menyangkut sapi. Beliau biasa bangun jam 05.00, minum air putih secukupnya, lalu ke padang untuk memindahkan sapi ke lokasi yang berumput lebih hijau. Setelah beres, barulah sarapan dan siap-siap berangkat ke sekolah untuk mengajar.

Sepulang sekolah langsung makan siang dan beristirahat sejenak. Sekitar pukul 14.00, beliau kembali mengurusi sapinya. Semua sapi harus diberi minum dan berada di lokasi yang lebih teduh.

"Sapi itu tidak tahan dengan cuaca panas, makanya kita haŕus sering memindahkan ke tempat teduh dan memberinya air", kata beliau suatu saat gara-gara saya malas bantu.

Setelah sapinya puas minum, barulah dipindah ke tempat yang berumput lebih hijau lagi. Sesekali sapi tersebut diberi garam agar lebih jinak dan nafsu makannya meningkat.

Jika ada sapi yang terlepas dari talinya, Bapa Thadeus akan mencarinya hingga ketemu. Kami pun turut dikerahkan dalam misi tersebut. Pokoknya bagaimana pun caranya, sapi itu harua ditemukan kembali, dalam kondisi hidup atau mati.

Kisah beternak sapi ini sungguh panjang jika diceritakan semuanya. Mungkin dalam kesempatan lain akan saya ceritakan lebih rinci. Intinya, dari beternak sapi itulah makanya kami anak-anaknya bisa kuliah di mana saja sesuai kemauan masing-masing.

"Kalau kita hanya harap gaji sebagai ASN, tidak seberapa, tidak cukup membiayai kalian kuliah. Kalau bukan karena sapi, tidak mungkin kalian bisa kuliah sampai ke Jawa sana", kata beliau saat memberi kami nasehat tentang pentingnya tekun bekerja.

Mama Sin juga tidak kalah gesitnya. Mama Sin fokusnya pada urusan bertani (tanam apa saja) dan beternak babi. Selain mengurusi sawah, di sekitar rumah ada berbagai tumbuhan yang maha penting. Ada jambu, pisang, ubi kayu, bayam, daun kelor, kangkung, pepaya, kelapa, nenas, ubi jalar, ubi talas, daun sere, daun pandan, lombok, daun kemangi, jeruk nipis, tomat, dan sebagainya. Tumbuh-tumbuhan itu, selain dimakan sendiri, juga bisa diberikan untuk babi.

Mama Sin juga senang memelihara babi. Setiap bangun pagi, selain memastikan sarapan untuk sekelurga sudah tersedia di meja, beliau juga pasti sudah memastikan ketersediaaan sarapan bagi babi. Begitu pula sore hari. Selain menyiapkan makan malam bagi keluarga, tidak pernah dilupakan juga makan malam buat babi.

"Kalau gaji sebagai ASN kami digunakan buat beli beras dan sayur untuk kebutuhan setiap hari, mana mungkin cukup lagi buat biaya sekolah kalian ?. Karena kita punyai sendiri, tinggal petik dan makan. Paling kita mengeluarkan uang untuk beli ikan, garam, bumbu dapur yang belum ada dan minyak goreng saja. Begitu pula dengan babi. Paling tidak kami tidak perlu membeli lagi saat kalian menikah nanti", kata Mama Sin suatu saat, gara-gara saya bilang "Mama ini terlalu sibuk, istirahat dulu..".

Kalau sedang malas bekerja seperti saat hari senin begini, saya cukup mengingat mereka berdua. Saya kembali bersemangat, dan siap bekerja lebih produktif lagi. Meski tidak sama persis bentuk kerjanya, asalkan sama semangatnya, saya sudah senang.

Baiklah, selamat hari senin dan selamat bekerja. Semangat.....

Posting Komentar

0 Komentar