PERAWAT SAPI MENJADI NERS

Foto 3 tahun lalu di Kampung Pela-Manggarai Barat-Flores

Foto yang saya bagikan di atas, merupakan kenangan 3 tahun lalu. Waktu itu baru saja liburan di Kampung Pela. Setelah berapa tahun kuliah di Kupang, baru sekali itu liburan ke kampung. Agak kurang normal. Saat sebagian besar orang ingin pulang kampung setiap liburan kuliah, saya malah betah di rantauan. Entahlah, mungkin karena wejangan "Lalong bakok du lakon, lalong rombeng du kolen" bagi kami orang Manggarai, makanya pantang pulang sebelum menang. Belum mau pulang kalau tujuan belum tercapai.

Saking lama meninggalkan kampung, ada perasaan aneh begitu kembali. Termasuk salah satunya, saya begitu excited saat melihat sapi. Makanya saat bertemu sapi, langsung diajak foto bersama. Saat itu kosa kata "selfi" belum terdengar.

Menggembalakan sapi adalah aktivitas terbesar dari hidup saya saat sebelum kuliah. Bisa dikatakan, setiap hari urusannya dengan sapi-sapi. Bangun pagi, menembus embun pagi yang dingin, menggiring sapi-sapi ke padang berumput hijau. Agak siang, saat terik matahari menyengat, kembali saya pindahkan sapi ke pohon rindang, sekaligus memberi mereka air. Selepas menghindari terik dan melepas dahaga, kembali mereka digiring ke rumput hijau yang lebat.

Jika sudah berada di tempat yang banyak rumput, saya paling suka memperhatikan sapi makan. Menggunakan lidah yang berkontur agak kasar, helaian daun dimasukkan dalam rongga mulut, lalu gigi-gigi yang kokoh dan tajam memotong dengan mudahnya. Sekali gigitan, sekumpulan rumput langsung terpotong.

Tidak ada proses penguyahan makanan saat itu. Rumput yang dimakan tadi, langsung ditelan begitu saja, tersimpan di kerongkongan. Menurut informasi yang saya baca, tempat penyimpanan makanan sementara itu namanya "RUMEN".

Saat merasa makanannya cukup, sapi akan merebahkan tubuhnya di tempat paling nyaman. Sambil tiduran, melepas lelah, sapi mulai mengunyah kembali rumput yang tersimpan di rumen hingga benar-benar lembut, lalu ditelan menuju saluran pencernaan berikutnya. Misalnya saya diminta menjadi sapi, mungkin saat itulah momen paling indah dan menyenangkan. Kunyah makanan sambil merem-melek.

Tau tidak, sapi juga paling senang kalau digaruk atau dielus-elus tubuhnya. Semakin sering dielus, semakin jinak sapi tersebut. Ada salah satu sapi yang saya gembalakan dulu paling jinak. Saya berani katakan, dari semua sapi yang ada di kampung, cuma itu yang paling jinak.

Ukuran jinaknya sangat sederhana. Cuma itu sapi yang bisa ditunggangi.Tidak lasim sapi bisa ditunggangi. Kalau kerbau dan kuda, sudah biasa terlihat di mana-mana. Saat menggembalakan, saya selalu duduk di punggungnya. Kadang sambil membaca buku cerita atau menghayal tentang masa depan.

Karena sapi tersebut sangat spesial, saya sampai meminta sama orang tua agar tidak menjualnya. Mereka mengiyakan saat itu. Bahkan, mama sempat berjanji akan minta seorang yang memiliki kodak (sebutan yang paling familiar untuk kamera) di kampung, agar saya difoto di atas punggung sapi. Saat itu (SD), kamera masih sangat langka.

Namun, dengan alasan belum beli roll film yang baru, pemilik kodak tadi selalu menunda untuk foto. Saking lamanya, bosan juga menunggu, kemudian lupa begitu saja. Saat masuk SMP, saya memilih sekolah yang cukup favorit di kota, sehingga harus tinggalkan kampung. Begitu kembali waktu liburan semester, sapi tadi sudah terjual. Mau bilang apa lagi. Hingga kini, impian foto di atas punggung sapi belum bisa terwujud.

Sapi-sapi generasi selanjutnya, tidak ada lagi yang bisa ditunggangi. Memang pada umumnya masih sangat jinak. Saat kita mendekat dan mengelus tubuhnya, sapi tersebut akan diam. Dengan mudah saya arahkan untuk "selfie" bersama. Saat mencoba ditunggangi, sapi tersebut malah melompat. Saya tidak berani mencoba lagi. Pupus sudah impian foto sambil duduk di atas punggung sapi.

Indahnya pengalaman menggembalakan sapi saat di kampung. Merawat sapi dengan setulus hati, sehingga berkembang biak dengan baik.Lumayan, dapat penghasilan tambahan dari hasil penjualan. Setelah masa anak-anak dan remaja dilewati dengan merawat sapi, entah mengapa (?), Tuhan menggiring saya untuk merawat orang sakit (jadi Perawat/Ners). Tidak apalah, intinya tetap merawat.

Posting Komentar

0 Komentar