Bandung #7: Fasilitas Publik

Kali ini saya ingin mengulas tentang fasilitas umum di Kota Bandung. Sebagai pendatang, tamu yang tinggal beberapa hari, tentunya punya kesan atau pandangan tersendiri tentang Kota Bandung, khususnya yang berkaitan dengan fasilitas umum. Ada tiga poin saja yang akan saya bahas, diantaranya taman (ruang terbuka hijau), dan angkutan umum.
 
Monumen Bandung Lautan Api
Taman Bertema
            Mengenai taman bertema di Kota Bandung, beberapa kali sudah saya sentil pada tulisan sebelumnya (Klik di sini). Informasi ini sudah menjadi buah bibir di berbagai media massa. Pak Ridwan Kamil (Walikota Bandung) pernah membicarakannya di acara Ini_Talkshow @NET TV yang dipandu Kang Sule dan Andre.
            Sejauh yang saya lihat selama mengelilingi Kota Bandung, ada taman musik, taman lansia, taman foto, taman jomblo, dan lainnya. Taman tersebut menambah keindahan dan keunikan Kota Bandung. Itulah ciri khas Bandung. Selain itu, kehidupan di kota besar memang membutuhkan ruang terbuka hijau yang cukup banyak. Coba perhatikan saja di kompleks perumahan masyarakat biasa (bukan kalangan elit), hampir sudah tidak ada lagi halaman untuk tempat bermain bagi anak-anak. Bagaimana nasib anak-anak di masa depan jika tidak bisa bermain dengan baik ?
Taman foto, salah satu taman bertema di Bandung
            Kehadiran taman menjadi space yang nyaman bagi masyarakat untuk bersosialisasi, bermain, dan aktivitas rekreatif lainnya. Paling tidak, keberadaan taman bisa mereduksi stressor yang biasanya tinggi di daerah dengan penduduk yang padat. Sebagai pendatang, saya merasa takjub melihat taman yang tertata dengan rapi seperti itu. Salut bagi yang memiliki ide cemerlang dalam menciptakan taman dengan tema tertentu.

Gelora ‘Lautan Api’ di Tegalega
            Lapangan Tegalega merupakan salah satu ruang terbuka hijau yang sempat saya kunjungi selama berada di Kota Bandung. Dua hari berturut-turut, Sabtu (24/1) dan Minggu (25/1) pagi saya bermain ke sana. Setiap saya datang pasti selalu ramai dipadati oleh penduduk yang ingin berolahraga, belanja, mengikuti event tertentu atau hanya sekedar jalan santai di pagi hari.
Situasi di salah satu sudut Tegalega
            Jika ingin masuk ke dalam area taman, kita mesti membeli tiket masuk seharga seribu rupiah. Sangat murah tentunya. Dari pintu masuk, warga yang datang sudah berjubel. Di sekeliling lapangan yang luas itu ditumbuhi pohon yang sudah besar, tinggi nan rindang. Lapangan yang luas di bagian dalam dikelilingi oleh jalan umum, dan dipagari. Sepanjang jalan di luar lapangan itulah berderat para pedagang. Macam-macam dagangannya. Ada pakaian, peralatan dapur, obat-obatan tradisional, buah-buahan, dan masih banyak lagi.
Saya dan Dion (baju hitam) bermain badminton di Tegalega

Lapangannya sendiri sangat luas. Ditengahnya berdiri kokoh tugu Bandung Lautan Api. Lapangan itu sering digunakan untuk olahraga senam, badminton, futsal, bersepeda, jogging, dan jenis yang lain. Selain itu, biasa juga dijadikan tempat konser, acara-acara dari beberapa stasiun TV, dan pertunjukkan seni lainnya. Pokoknya multifungsi.
Neng Vita (kiri) dan Neng Sinta (kanan) juga bermain badminton
Selama 2 kali berkunjung ke sana, selain sekedar melihat barang-barang yang dijual, satu hal yang paling saya suka adalah main badminton. Di sana sudah disediakan begitu banyak lapangan mini dengan net sederhana. Kita hanya menyewa 2 raket dengan kok (bola badminton) seharga Rp. 5.000. Hanya itu, selebihnya kita bebas main sepuasnya. Tidak ada batas waktu penggunaan lapangan dan alat permainan. Hanya rasa lelah yang membatasi kita untuk segera mengakhiri permainan, namun selama Anda masih kuat, silahkan main sesukanya. Pengalaman seperti itu merupakan hal baru bagi saya, dan tentunya sangat menyenangkan. Seandainya saya berdomisili dalam waktu yang lama di Bandung, mungkin di sanalah tempat saya memulai hari yang luar biasa. Jiwa semakin bergelora layaknya lautan api. Sama seperti semangat yang dipesankan oleh monumen yang ada ditengahnya.

Angkutan Umum
            Angkutan umum yang saya maksudkan di sini adalah bemo angkutan kota (ankot) yang beroperasi di Bandung. Sebenarnya saya sangat penasaran dengan mobil wisata gratis “Bandros : Bandung Tour On Bus ”, yang pernah diperkenalkan oleh Pak Ridwan Kamil di berbagai media massa. Namun, menurut informasi dari sahabat saya Lalonk, Bus tersebut hanya melewati jalur tertentu saja. Itulah yang membuat kami lebih memilih angkot saat berkeliling Kota Bandung.
Stiker sosialisasi surat edaran Walikota Bandung tertempel di pintu angkot
            Berpergian dengan angkot di Bandung cukup menyenangkan. Pertama, biayanya murah. Sangat cocok untuk pelancong dengan anggaran pas-pasan seperti saya. Kedua, jumlah angkot banyak dengan rute tertentu. Hampir semua jalan pasti dilewati angkot, sehingga memudahkan kita bermobilisasi. Ketiga, Pemkot Bandung sudah menerapkan aturan yang menambah kenyaman angkot. Seperti yang saya lihat, di pintu angkot tertempel stiker edaran dari Walikota tentang aturan mewajibkan setiap angkot menyediakan tempat sampah dan larangan merokok di dalam angkot. Saya tidak tahu, apa saat itu hanya kebetulan saja, memang setiap angkot yang sempat saya tumpangi memiliki tempat sampah. Saya tidak melihat ada yang merokok dalam angkot, entah itu penumpang maupun sopirnya. Saya pikir, kondisi tersebut sangat ideal dan perlu ditiru oleh daerah lain di Indonesia.
Tampak tempat sampah mini dalam angkot (di tengah anak-anak)
            Itulah beberapa hal umum yang membuat saya terkesan di Kota Bandung. Mungkin masih banyak yang luput dari pantauan saya atau tidak sempat saya narasikan di sini, namun secara garis besar saya berpikir, memang ‘Bandung Juara’ sesuai dengan jargonnya. Saking bagusnya, banyak pendatang atau wisatawan yang berkunjung ke sana. Dan saya tidak heran jika masalah macet menjadi salah satu persoalan yang sering dibicarakan oleh Walikotanya.

            Sekian saja, semoga suatu saat nanti bisa berkunjung lagi ke sana. Kota Bandung, banyak hal yang buat rindu selalu merundung. Salam Sejuta Mimpi..!!! Tulisan ini bisa juga dibaca di Kompasiana.

Posting Komentar

0 Komentar