Pintu Masuk Floating Market Lembang |
Cerita sebelum berakhir saat pulang dari puncak Tangkuban Parahu (baca disini). Saya meminta Lalonk berhenti di warung makan yang ada di sepanjang
jalan. Tapi dia diam saja. Padahal jam sudah menunjukkan pukul 14.00. Sudah
waktunya untuk makan siang. Saya sangat lapar, apalagi dengan cuaca yang
dingin. Tubuh selalu berdaptasi dengan lingkungan sehingga membentuk mekanisme
kompensasi. Saat dingin, tubuh tetap mempertahankan suhu inti tubuh (suhu organ
dalam tubuh) dengan mekanisme menggigil. Kegiatan itu meningkatkan metabolisme
(pembakaran zat makanan), sehingga cadangan makanan dalam tubuh menipis. Gejala
yang sering terasa, kita mulai ingin makan (lapar).
Lalonk terus melaju. Saat bertanya arah
jalan sama polantas yang sedang bertugas, barulah saya ingat, kami sudah
berencana mengunjungi tempat wisata lain lagi. Kali ini, lokasinya di Lembang. Kebetulan
sedang melewati wilayah tersebut, tidak ada salahnya memanfaatkan peluang lain.
Inilah yang dinamakan “sekali dayung, 2-3 pulau terlampau”.
Danau Floating Market Lembang |
Kami mengunjungi tempat wisata yang
tidak kalah unik dan sudah dikenal luas. Namanya Floating Market Lembang. Di sama
terdapat pasar apung pada sebuah kolam buatan yang didesain dengan menarik. Selain
itu, kita juga akan disuguhi pemandangan taman yang indah, miniatur kehidupan
kampung leuit, dan lainnya.
Perahu yang disewa pengunjung |
Pengunjung ramai ke sana. Saat memasuki
gerbang masuk saja sudah terjadi antrian mobil (bus) dan motor pengunjung. Jika
menggunakan sepeda motor, kita harus membayar biaya masuk Rp. 35.000, sudah
termasuk tiket untuk dua orang dan biaya parkir.
Pusat Jajanan
Dari tempat parkir, kita langsung
memasuki arena wisata. Telihat perahu di pinggir kolam, dimana menjadi tempat
orang berjualan makanan. Di sana tersedia juga tempat duduk yang disediakan
khusus bagi pengunjung yang ingin makan.
Penjual menjajakan makanan di atas perahu |
Kami tidak langsung membeli makanan.
Saya ajak Lalonk untuk jalan mengelilingi kompleks wisata, sembari memantau
jenis makanan yang tersedia beserta informasi harga tiap porsinya. Dari pinggir
danau kami menyaksikan banyak pengunjung yang menyewa perahu kecil untuk menyusuri
setiap sudutnya. Selain untuk pasar terapung, kolam tersebut juga dimanfaatkan
untuk memelihara ikan. Banyak pula pengunjung yang membeli pakan ikan demi
melihat serunya mereka berebut makanan. Semuanya terlihat indah dan seru.
Ikan peliharaan di kolam Floating Market Lembang |
Kampung Leuit
Seperti yang telah saya singgung
sebelumnya, tempat wisata ini dikuatkan dengan desain taman yang tertata rapi,
bunga-bunga dari berbagai varietas, ukiran, lukisan, dan berbagai aksesoris
lainnya. Hampir semua pengunjung berfoto di sana, termasuk saya dan Lalonk.
Dari tempat penjual makanan, lalu
melewati jalan setapak dengan taman yang indah tadi, tibalah kami pada kompleks
Kampung Leuit. Apa lagi itu ? Menurut cerita, Leuit adalah tempat penyimpanan
padi masyarakat Sunda zaman dulu. Karena bangunan tersebut sudah tidak terlihat
lagi pada era modern ini, maka dibuatlah miniturnya di Floating Market. Suasananya
persis seperti kehidupan di dusun terpencil.
Pintu masuk miniatur kampung leuit |
Memasuki pintu gerbang kampung
leuit, terdapat pameran lukisan kehidupan mereka zaman dulu. Mulai dari alat
musik, jenis bangunan tempat tinggal, dan berbagai jenis tanaman pertanian yang
mereka kembangkan.
Lebih lanjut, kita memasuki suasana kampung sesungguhnya. Terdapat hamparan
sawah, padinya sudah mulai menguning. Meski tidak begitu luas, pemandang seperti
itu sudah merepresentasi suasana kehidupan suatu kampung. Selain itu, tanaman
lain yang lazim ada di kampung juga ada di sana. Misalnya pohon pisang, bambu,
berbagai jenis sayuran dan buah-buahan. Ada juga tambak mini yang dijadikan
tempat mancing bagi pengunjung yang sudah membeli tiket khusus untuk itu. Di antara
berbagai tanaman tadi, terdapat pula pondok atau gubuk tempat beristirahat.
Tempat Bermain
Floating Market (FM) juga menyediakan fasilitas bermain
bagi anak-anak. Jika ingin mengelilingi kompleks FM bersama sang buah hati,
bisa menggunakan kereta jika tidak ingin jalan kaki. Ada juga becak mini yang
bisa disewa. Saya perhatikan banyak anak-anak bersama orang tua atau pendamping
menikmatinya.
Seorang anak memberi makan kelinci |
Ada juga kandang kelinci, menjadi
tempat favorit bagi anak-anak. Mereka diperbolehkan masuk untuk memberi mereka
makan berupa wortel. Pancaran kebahagiaan anak terlihat dari wajahnya. Mereka senang
bermain dengan kelinci yang berperawakan manis, lembut dan terkesan lucu
menggemaskan. Kelinci-kelinci juga nampak girang diberi makanan gratis. Mereka lompat
sana-sini, menggoda anak-anak agar diberikan wortel.
Alat Tukar Khsusus
Tempat penukaran koin |
Setelah menyusuri hampir sebagian
besar kompleks FM, kami memutuskan untuk makan. Meski masih dalam wilayah NKRI,
para penjual tidak menerima uang rupiah yang biasa kita pakai sehari-hari. Jika
mau membeli makanan, kita mesti menukar uang kita pada tempat yang telah
disediakan. Nantinya, kita akan menerima uang berbentuk koin dengan jumlah
nominal yang sama. Uang 50 ribu, tetap akan diganti dengan jumlah yang sama. Bentuknya
saja yang berbeda. Penukaran uang ini tidak semacam penukaran uang dari rupiah
menjadi dollar, dimana harus mengeluarkan rupiah dalam jumlah yang banyak demi
mendapat satu dollar saja.
Bentuk uang koin, alat tukar yang berlaku FM Lembang |
Saat itu, saya dan Lalonk menukar
uang rupiah menjadi koin masing-masing senilai Rp. 30.000. Cukup lama saya
menentukan makanan yang akan dibeli. Pilihan sangat bervariatif. Awalnya saya
dan Lalonk mencari makanan yang ada nasi putihnya, namun sulit bahkan tidak
ada. Akhirnya kami membeli jajanan sesuai selera masing-masing. Minuman tidak
dibeli lagi, kami mendapatkan kopi secara gratis dengan menukar tiket masuk
pada petugas. Maka, lengkaplah sudah santapan siang itu.
Sehabis menikmati jajanan FM Lembang |
Saya menyimpulkan, Floating Market
Lembang ini merupakan wisata kuliner. Jika Anda ingin makan dengan nuansa
berbeda (makan sambil mengelilingi danau dengan perahu; makan sambil meinkmati
indahnya taman, dll), datanglah ke sana. Sekian saja cerita kali ini, masih ada
yang belum ditulis. Ditunggu saja kelanjutannya. Terima kasih... Salam
Sejuta Mimpi !!!
Tulisan ini bisa juga dibaca di Kompasiana.
Top, sedaaapp…. |
0 Komentar