CABE (Bukan Cabe-Cabean)

Sebelum berangkat ke kampus tadi, saya singgah di Pertamina buat isi bensin motor. Awalnya saya cukup kaget, hanya dengan uang 15 ribu tangki motor sudah penuh terisi. Biasanya harus mengisi senilai 20 ribu baru bisa sepenuh itu.
Saya baru ingat, ternyata harga BBM sudah turun. Saya sempat membaca berita online tentang kabar tersebut. Tapi, tidak ramai dibicarakan seperti saat kenaikan dulu. Apa tidak bersyukur ya ? Minimal jadi tranding topic di FB lah sebagai bentuk kegembiraan.
Saya coba menelusuri beberapa group diskusi di FB dan portal berita online, cukup kaget menbaca komentar yang bukannya disyukuri malah tetap diprotes. Aduh...,apa ada yang salah ya di dunia ini ? "Atau jangan-jangan ini dampak negatif dari membuat cita-cita 'setinggi langit' yang diajarkan guru saat SD ?" pikiranku berkecamuk.
Maksudnya begini, seingat saya, saat guru-guru bertanya tentang cita-cita, banyak juga yang mengatakan ingin jadi Presiden. Entalah, apakah mereka serius atau hanya sekedar menjawab saja, biar tidak ditanyakan terus. Saya menduga, kejadian ini terjadi di semua tempat di Indonesia. Akibat, begitu sekarang tidak tercapai cita-cita tersebut, obsesinya tidak ikut hilang. Semua masih merasa seperti Presiden. Gejalanya sangat jelas, setiap Pak Jokowi mengeluarkan keputusan/kebijakan, selalu saja dinilai salah. "Harusnya begitu, harusnya begitu", begitu banyak celotehan yang dimuntahkan. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana nasib negera ini kalau mereka jadi Presiden. Apa mereka betul-betul bisa ?
Kembali pada topik turunnya harga BBM. Salah satu argumen yang dilontarkan oleh orang yang merasa tidak bersyukur tadi, adalah: "Percuma harga BBM turun kalau harga kebutuhan pokok tidak ikut turun harga. Beras, sayur, tahu-tempe, cabe/lombok, dll tetap mahal". Saya sangat tertarik membahas soal cabe, apalagi kalau 'cabe-cabean'.
Apakah harga cabe behubungan dengan harga BBM ?
Begitu tiba di kampus, ternyata Dosen yang saya cari belum datang. Biar tidak jenuh menunggu, saya duduk di gazebo kampus sambil menikmati fasilitas internet (wi-fi) gratis. Tidak lama duduk, pandangan saya tertuju pada salah satu sudut gazebo. Saya cukup kaget, merasa tidak percaya, sebatang pohon cabe/lombok tumbuh subur di antara himpitan paving blok (bukan langsung di tanah loh...). Itulah hebatnya pohonnya cabe, bisa tumbuh dan hidup di mana saja. (Foto pohon cabe terlampir)
Pohon cabe tumbuh di antara himpitan paving blok.

Nah..., kalau misalnya kita tebarkan bibit di halaman rumah, atau pada salah satu pot saja, tidak mungkin tidak tumbuh. Pasti tumbuh. Dicoba saja dulu ! Selama hidup di kampung (Manggarai), saya dan semua orang di sana tidak pernah membeli cabe. Pohon cabe tumbuh di mana-mana tanpa harus ditanam secara khusus, tanpa perawatan apapun. Tugas kami hanya tinggal memetik buahnya sesuai kebutuhan. Jadi, menanam lombok itu sangatlah mudah.
Kalau masing-masing kita ada pohon cabe, apa harga cabe di pasar masih tinggi ? Sangat tidak mungkin. Malahan, tidak ada lagi yang menjual cabe seperti kehidupan di kampung saya.
Lalu, benarkah harga cabe dipengaruhi harga BBM ? Memangnya pohon cabe disiram dengan bensin atau solar biar tumbuh subur ? Saya belum menemukan jawaban yang meyakinkan dan masuk akal terkait hubungan keduanya.
Ahhh.....,cabe-cabean ini bikin ruwet saja.
Bisa juga baca di dinding facebook atau Kompasiana. Salam Sejuta Mimpi..!!!

Posting Komentar

0 Komentar