Akhirnya Ke Jakarta (2) "Monas"

Saya (Saver) di halaman tugu Monas
Selamat hari minggu buat Anda sekalian. Apa kabarnya ? Saya yakin, Anda semakin fresh, bersemangat, lantaran baru saja melewati libur lebaran. Berlibur bisa diibaratkan charger, meningkatkan kembali semangat atau daya kita agar lebih sehat lagi, semangat, sukses, bahagia, dalam apa pun aktivitas/pekerjaan yang kita jalani. Hari ini adalah hari terkhir libur bagi sebagian besar orang. Berita arus balik di TV terus menjadi laporan utama. Maklum, esok senin (4/8), merupakan hari kerja atau anak sekolah mulai kembali belajar.
Sebagaimana Anda, saya juga menggunakan waktu liburan semaksimal mungkin. Seperti yang pernah saya ceritakan dalam postingan  terdahulu, selama libur lebaran tahun ini dihabiskan di Jakarta. Kali ini saya akan melanjutkan cerita pengalaman saya selama berada di Ibukota RI tersebut.

Monas: Segera Dikunjungi Sebelum Menggantung Koruptor

Saya pernah menyinggung dalam cerita sebelumnya, soal kakak yang tinggal di Jakarta bersama suaminya. Ia, namanya Ka Ellyn dan Ka Paul. Saya menginap di rumah mereka. Mereka berdua juga rela menjadi tour guide selama saya berada di sana. Bukan hanya itu, semua biaya transportasi selama perjalanan dibayari mereka pula. Semakin lengkaplah kebahagiaan liburan kali ini. Saya sangat senang.

Ka Ellyn dan Ka Paul sangat tau mana tempat-tempat yang harus dikunjungi oleh pendatang baru di Jakarta. Hari itu, Sabtu 26/7, kami bersepakat mengunjungi Monas (Monumen Nasional). Dalam benak saya bergumam: "beruntung hari ini saya bisa kunjungi Monas sebelum benar-benar patah akibat menggantung Anas Urbaningrum".
Saya (Saver) di Bundaran HI Jakarta
Dari Bekasi, -kota dimana kami tinggal- kami berangkat dengan menggunakan transportasi jenis bus. Seperti biasa, saya selalu memilih tempat paling dekat dengan jendela. Tidak ingin saya lewatkan pemandangan di sepanjang ruas jalan yang dilewati. Kagum saat melihat bangunan yang menjulang ke langit, tapi kadang-kadang miris juga dengan daerah tertentu yang masih jorok/kumuh, kotor dipenuhi sampah. Gaya hidup masyarakatnya pun berbeda-beda. Ada yang 'woowww', ada pula yang biasa saja, bahkan jauh dari layak.
Lama saya melamun tentang baik dan buruk hidup di Jakarta, tanpa terasa, ternyata saatnya kami harus turun di salah satu halte. Saya lupa nama haltenya, tapi seingat saya dekat dengan bundaran HI. Siapa yang tidak tidak tahu atau belum pernah mendengar nama tempat itu. Bagi saya, bundaran HI begitu sering mendengar dan melihat via TV. Di sana biasanya menjadi tempat berkumpul bagi para pendemo jika melakukan long march . Tidak hanya saat demonstrasi saja, pernah juga saya membaca berita, di sana juga biasa menjadi tempat dilaksanakannya car free day. Saya masih ingat, saat mengikuti berita tentang pilpres 2014, di sana pula tempat berkumpul para relawan dari masing-masing pasangan calon.
Saya (Saver) bersama Kak Ellyn di Bundaran HI
Mengingat hal tersebut di atas -terkenalnya bundaran HI-, saya meminta kesediaan Ka Ellyn dan Ka Paul untuk singgah sebentar, sekedar foto-foto di sana. Kebiasaan inilah yang sering saya lakukan tiap jalan-jalan ke mana saja. Ritual foto menjadi hal penting dan utama. Maklum, lagi trend  narsis, hehehe...
Saya (Saver) bersama Kak Paul di Bundaran HI
Setelah merasa cukup berfoto dari berbagai angel, dengan berbagai pose, kami meneruskan perjalanan ke tempat tujuan awal, ke Monas. Dari bundaran HI ke Monas tidaklah jauh. Dengan menggunakan taksi, biaya yang tertera di argometer, tidak lebih dari 10 ribu rupiah. Dekat kan ?

Wow...,melihat Monas, kebiasaan berfoto semakin menggila. Dari pintu gerbang memasuki wilayah tugu Monas, kamera pocket  selalu stand by di tangan. Sedikit-sedikit, 'klik'.
Saya (Saver) bersama Kak Ellyn di depan tugu Monas
Jika kita ingin melihat bagian dalam tugu Monas hingga ke puncaknya, mesti melewati beberapa tahapan. Pertama, tentunya kita harus membeli tiket masuk terlebih dahulu. Tempat penjualan tiket berada di ruangan bawah tanah. Ada terowongan di sana, menghubungkan tempat penjualan tiket hingga bagian dasar tugu Monas. Saya tidak tau berapa harga tiket masuk ke sana, soalnya dibayarin sama Kakak, hehehe..
Loket pembelian tiket
Tugu Monas terbagi menjadi 3 bagian besar. Ada bagian dasar, cawan, dan puncak. Hal pertama yang kami 'observasi' adalah bagian dasar. Di sana, kita bisa menikmati berbagai pameran tentang sejarah perjalanan bangsa Indonesia. Seingat saya, dimulai dari masa pra sejarah dimana bentuk tubuh manusia belum berevolusi. Diteruskan dengan kerajaan-kerajaan yang ada di Indonesia zaman dahulu, kedatangan para penjajah, zaman pengusiran penjajah hingga meraih kemerdekaan. Jika tidak salah ingat, pada bagian akhir pameran tersebut, ada miniatur saat Indonesia resmi menjadi anggota PBB. Pokoknya kalau Anda mau belajar sejarah perjalanan bangsa Indonesia saat dahulu, hanya dengan mengelilingi pameran minitur tersebut, sudah bisa menangkap inti sarinya. Bagian ini dinamakan museum sejarah nasional.
Saya (Saver) bersama Kak Paul di lantai dasar tugu Monas atau Museum Sejarah Nasional
Sehabis dari lantai dasar, kami terus menuju ke bagian cawan dan puncak. Perlu diketahui, perjuangan menuju ke puncak tidaklah gampang. Kami harus mengantri dulu. Hari itu, pengunjung lamayan banyak, meski menurut Ka Ellyn dan Ka Paul kondisi tersebut masih terbilang sepi dibanding hari libur lainnya. Karena lagi lebaran, banyak warga Jakarta yang mudik ke kampung masing-masing.

Lift yang digunakan menuju ke cawan dan bagian puncak tugu hanya ada satu saja. Ukuran dan kapasitas mengankut pengunjung juga relatif kecil. Kurang lebih 10 orang tiap kali jalan. Itulah yang membuay antrian panjang. Sekitar 2 jam kami harus menunggu giliran. Saya memang betah menunggu, soalnya niat untuk melihat bagian puncak tugu sangat tinggi. Apalagi ini pertama kalinya. Saya kasihan sama Ka Ellyn dan Ka Paul, rela berdiri lama mengantri demi saya. Mereka pasti sudah bosan ke Monas.

Kesabaran selalu membawa keindahan/kebahagiaan. Tiba juga giliran kami. Saya begitu gembira. Saat itu kami tidak singgah pada bagian cawan, tapi langsung menuju puncak tugu. Saya mau melihat, mungkinkah jika menggantung seorang Anas Urbaningrum.
Melihat Kota Jakarta dari puncak tugu Monas dengan bantuan teropong
Wowww.., luar biasa, mantap... Itulah beberapa kata yang terucap saat tiba di puncak. Dari sana, kita bisa melihat kota Jakarta dari atas. Ada juga fasilitas teropong di sana. Gedung yang menjulang tinggi tampak indah dilihat dari sana. Apalagi daerah sekeliling Monas merupakan pusat pemerintahan RI. Kita bisa melihat gedung MK, yang akhir-akhir ini sering disebut di TV lantaran kubu Prabowo-Hatta belum bisa menerima hasil pemilu yang sudah disahkan oleh KPU. Istana merdeka juga bisa dilihat dari sana, dan masih banyak lagi.
Salah satu view Kota Jakarta dari puncak tugu Monas
Setelah merasa cukup, kami pun bersepakat pulang. Tapi, bukan pulang ke rumah. Masih ada satu tempat wisata yang akan kami sambangi hari itu. Saya akan menceritakan pada tulisan berikutnya. Ke manakah perjalanan kami selanjutnya ? Ikuti terus kisahnya di sini, di Blog Sujuta Mimpi. Demikian saja, salam Sejuta Mimpi....
Sebelum meninggalkan tugu Monas, foto sekali lagi

Posting Komentar

2 Komentar

  1. Balasan
    1. Makasih Ka Udin sdh mau membaca....Sekedar cerita pengalaman perjalanan selam libur lebaran kemarin. Sukses selalu....

      Hapus