Manusia dari Berbagai Dimensi

Cover Buku Manusia Pengembara
Hari tidak ada jadwal kuliah. Merasa jenuh di kost, saya akhirnya memutuskan jalan-jalan ke salah satu toko buku di Surabaya (Inisial: TB PTM). Tidak ada niat atau rencana membeli buku sebenarnya. Senang saja melihat buku-buku terpajang rapi di tiap rak, sekedar melihat cover dan membaca judul, melihat para pembeli, dan mendapat pelayanan yang ramah dari penjaga toko.

Kebiasaan saya masuk ke toko buku, tempat pertama yang dikunjugi adalah pada pajangan buku-buku kesehatan, khususnya disiplin ilmu keperawatan. Koleksinya banyak, ada yang ditulis perawat (paling banyak yang berprofesi Dosen) Indonesia, ada juga buku terjemahan dari bahasa asing. Saking banyaknya, saya bingung mau beli yang mana. Akhirnya tidak jadi beli, kemudian pindah ke bagian koleksi lain.

Hampir 1 jam saya berkeliling dari tiap koleksi yang terklasifikasi berdasar disiplin ilmu atau kategori buku. Hingga pada rak koleksi buku filsafat, tiba-tiba tertarik dengan sebuah buku, lantaran penulisnya tidak asing bagi saya. Beliau adalah sauadara kandung dari Ibu saya, sehingga saya memanggilnya Om Fransiskus Borgias M. Bukunya berjudul: "Manusia Pengembara: Refleksi Filosofis tentang Manusia".

Buku ini sebenarnya sudah lama saya tahu informasinya dari wall FB beliau. Bahkan kalau tidak salah ingat, beliau pernah berbagi sebuah foto atau tautan, dimana buku tersebut diresensi oleh seorang Yenny Wahid dan dimuat pada salah satu koran nasional. Baru kali ini saya menemukannya tiap jalan-jalan ke toko buku.

Kalau kita ke toko buku, biasanya buku dibungkusi oleh plastik yang menyulitkan kita melihat sepintas tentang isinya. Kadang penjaga toko melarang kita membuka plastik pembungkus tersebut. Sebelum membayar ke kasir, saya nekat membuka plastiknya sembunyi-sembunyi. Saya berpikir: "kalau samapai kedapatan penjaga toko, paling lansung dibayar saja". Apalagi sudah membulatkan tekat untuk beli sebenarnya.

Dalam hitungan menit, saya membaca bagian pengantar dan sebagian pada bab pendahuluan, langsung jatuh cinta dengan isinya. Bukunya berisi tentang beberapa kajian tentang manusia -yang disebut sebagai pengambara- dari kacamata seorang penekun ilmu filsafat. Buku ini membahas misteri manusia dengan bahasa, manusia dengan kerja, manusia dengan waktu, manusia dengan kehendak, manusia dengan kerinduan, manusia dengan pengalaman mistik, dan terkahir mengenai fenomena paralelisme batin untuk mereka-reka peristiwa masa depan.

Kebetulan sebagai mahasiswa keperawatan, saya mempelajari objek kajian disiplin ilmu ini dengan berpusat pada manusia juga. Secara paradigma, komunitas perawat meyakini, dalam memberi pelayanan asuhan keperawatan pada pasien harus secara komprehensif meliputi dimensi bio-psiko-sosio-kulltural-spiritual. Namun, saya menilai dalam proses pembelajaran, porsi masing-masing dimensi tidak berimbang. Kajian biologis masih mendominasi dalam kurikulum dilihat dari jumlah SKS.

Saya belum selesai membaca sluruhnya saat tulisan ini diposting. Namun, saya meyakini buku "Manusia Pengembara" ini sangat membuka wawasan saya dalam melihat atau memahami manusia dari dimensi yang berbeda. Dengan pemahaman yang komprehensif, maka pelayanan keperawatan yang komprehensif pada pasien (baca: manusia) bisa terwujud. Atau paling tidak, sesuai harapan dari Penulisnya (Om Frans), setelah membaca buku ini saya bisa melakukan autokritik serta autorefleksi mengnai diri sendiri yang disebut sebagai manusia. "Kemampuan melakukan autokritik serta autorefleksi merupakan tanda kematangan dan kedawsaan sesorang sebagai pribadi", tulis Om Frans pada bagian pengatar buku tersebut.

Terlepas dari kualitas dan manfaat buku tersebut, hal yang mengganggu pikiran saya sekarang adalah sang penulisnya. Saya betul-betul mengagumi beliau, sudah menulis banyak buku, ada juga hasil terjemahan. Bagaimana tidak, dari semua keluarga besar, sepengetahuan saya hanya beliau saja yang menulis buku secara produktif. Memang bisa dipahami, karena beliau adalah Dosen filsafat di UNPAR Bandung.

Akhirnya, sayapun berkhayal, seandainya kemampuan berpikir khususnya menulis itu bisa diturunkan secara genetis, itu berarti dalam keluarga besar kami mengalir "darah penulis". Jika demikian, mudah-mudahan sebagian mengalir ke saya juga. #Berharap, hehehehehehe.....
Sedang membaca "Manusia Pengembara"


 Catatan: Tulisan ini pernah saya muat di wall Facebook, pada tanggal 9 Mei 2014. Selain itu, dimuat juga dalam Blog Kompasiana.

Posting Komentar

0 Komentar