(Catatan: Tulisan ini pernah saya muat di Blog Kompasiana tanggal 12 Mei 2014)
Florence Nightingale: Pelopor Keperawatan Modern
Florence Nightingale: Pelopor Keperawatan Modern
Hari ini, 12 Mei 2014, komunitas perawat seluruh dunia merayakan International Nurses Day, sekaligus mengenang hari kelahiran dari tokoh keperawatan modern Florence Nightingale. Bagi
siapapun yang menjatuhkan pilihannya dalam pendidikan tinggi
keperawatan, pasti akan mendengar tentang kisah Florence Nightingale.
Saya mulai mengenal kurang lebih sejak tahun 2009 silam lewat mata
kuliah Konsep Dasar Keperawatan (KDK). Hingga kini, tidak terhitung lagi
sudah berapa kali saya membaca biografi beliau. Sangat impresfi kisah
hidupnya, membawa dampak yang luar biasa bagi dunia keperawatan dan
kesehatan pada umumnya hingga kini.
Sebagaimana
dikisahkan, beliau lahir 194 tahun silam di kota Florence-Italia,
tepatnya pada tanggal 12 Mei 1820. Nama depannya diambil dari kota
kelahiran. Hidup dalam keluarga yang kaya (Ayahnya tuan tanah di
Inggris) dan dari keturunan terpandang (Ibunya keturunan Ningrat) tidak
membuatnya terlena dan mau hidup gampang. Lain hal dengan kakaknya yang
sudah merasa nyama dengan keadaannya hingga tidak peduli lagi dengan
lingkungan sekelilingnya.
Berawal
dari jalan-jalan mengunjungi sebuah rumah sakit di Jerman, Florence
terpesona akan komitmen dan kepedulian yang dipraktekkan oleh perawat
(biarawati) kepada pasien. Ia jatuh cinta pada pekerjaan sosial keperawatan, serta pulang ke Inggris dengan membawa angan-angan tersebut.
Meski
awalnya dilarang oleh orang tua dan kakaknya lantaran citra perawat
saat itu sangat jelek, beliau tetap gigih memperjuangkan keinginan
tersebut. Apalagi saat itu kebetulan belajar dari para biarawati,
sehingga kesan buruk menjadi berkurang. Dan akhirnya beliaupun belajar
keperawatan di Jerman. Ia rela meninggalkan kemewahan demi mengurus
hal-hal yang berisifat kemanusiaan, bahkan saking ngotot, lamaran
menikah juga ditolaknya.
Setelah
belajar, beliau pulang kembali ke Inggris dan mengabdikan diri sebagai
perawat. Hingga akhirnya beliau ikut dalam merawat para tentara korban
perang Krimea. Banyak hal fundamental yang dilakukan saat itu, hingga
kini menjadi pola perawatan di rumah sakit, yang mana memperhatikan
betul penataan dan kebersihan lingkungan pasien (sanitasi), sirkulasi,
dan kebutuhan nutrisi. Tidak hanya menunggu di barak perawatan prajurit,
tak kala transport prajurit korban pertempuran sulit, beliau juga
dengan berani terjun ke medan pertempuran saat malam hari dengan bekal
sebuah lentera untuk menolong yang terluka. Atas usahanya tersebut, ada
gelar tambahan yang identik dengannya, yakni: “The lady with the lamp”.
Satu
lagi hal yang menarik dari kisah Florence Nightingale adalah
kebiasaannya menulis. Diceritakan bahwa, saat relawan (perawat) dan
pasien beristirahat pada malam hari, beliau justru mengisi waktu dengan
menulis pengalamannya merawat pasien dan mencatat obat-obatan yang dia
tahu selama merawat pasien. Kumpulan tulisan tersebutlah menjadi bahan
ajar dalam sekolah perawat saat itu dulu. Selain itu, buku tersebut
menjadi buku populer bagi masyarakat umum.
Sehabis
pertempuran, Florence kembali ke Inggris. Dengan bekal pengetahuan dan
keterampilannya beliau mendirikan sekolah perawat dan kebidanan. Semua
dunia tertarik pada aksinya, lalu mengirimkan utusan terbaik untuk
sekolah di sana. Sepulang ke negara masing-masing mereka mendirikan
sekolah perawat juga. Mungkin itulah alasan disebutkan bahwa Florence
Nightingale sebagai pendiri/pelopor keperawatan modern.
Atas jasa-jasanya tersebut di atas, International Council of Nurses (ICN) atau Dewan Perawat Internasional merayakan hari perawat internasional bertepatan dengan tanggal lahirnya, 12 Mei.
Kisah Saya Menjadi Perawat.
Kalau
mau membandingkan saya dengan Florence Nightingale, sangatlah mustahil.
Bagaikan bumi di langit. Saya di bumi, beliau melangit. Jauh sekali.
Saya bahkan keliru menilai profesi perawat sebelum mempelajarinya.
Ada beberapa kisah yang mendorong saya kuliah dalam bidang keperawatan. Pertama,
saat masih SMA Ayah saya pernah sakit hingga harus rawat inap kurang
lebih 10 hari di rumah sakit. Kami membagi jadual untuk menjaga ayah di
RS. Saya biasanya dapat giliran malam hari. Setelah sembuh, ayah
kemudian merekomendasikan saya untuk kuliah menjadi perawat saja.
Sayapun setuju saja karena dengan pertimbangan yang kedua berikut ini. Kedua,
sejak kecil hal yang saya pahami menjadi perawat mempunyai wewenang
dalam pengobatan. Pemahaman tersebut didasari pengamatan cara kerja
perawat (Mantri) di desa saya dulu, memberi obat, menyuntik secara
bebas. Saya tidak memahami profesi kesehatan yang lain, yang paling
diketahui cuma perawat saja.
Dengan
persepsi demikian, masuklah saya pada salah satu kampus keperawatan di
Kota kupang-NTT tahun 2009 silam. Cukup kaget saya saat diperkenalkan
pertama kali oleh Dosen mengenai peran dan fungsi perawat, hubungan
perawat dengan profesi kesehatan lain, aturan perundang-undangan yang
berlaku, dan masih banyak lagi yang pada intinya berbeda dengan persepsi
awal tadi. Sempat berpikir untuk mundur, tapi tidak tega juga lantar
banyak biaya yang telah digelontorkan orang tua. Sejak itu, saya belajar
memahami profesi ini, kemudian mencoba mencintainya dan kini sudah enjoy
bersamanya. Tahun 2012 lalu, saya diwisuda dari pendidikan diploma
keperawatan. Sekarang sedang melanjutkan pendidikan di program
pendidikan Ners Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga. Begitulah
perjalanan saya dalam dunia keperawatan.
Generasi perawat: sumber vital kesehatan Indonesia.
Tema yang diusung pada perayaan International Nurses Day 2014 pada hari ini adalah Nurses: A Force fo Change – A vital resource for health.
Mahasiswa keperawatan Indonesia, melalui foto/poster yang disebar lewat
media sosial, menerjemahkannya menjadi “Generasi perawat: sumber vital
kesehatan Indoensia”.
Kalau
merujuk pada arti leksikal, kata vital berarti sangat penting (untuk
kehidupan dan sebagainya). Vitalkah perawat dalam sistem pelayanan
kesehatan di Indonesia ? Itulah pertanyaan lanjutan yang perlu kita
renung. Saat ini saya pun belum mampu memberi jawaban yang pasti.
Biarlah masyarakat sebagai pengguna atau penerima pelayanan yang
menilai.
Vital
atau tidaknya perawat dalam pelayanan kesehatan bergantung peran dan
fungsinya. Seorang perawat mesti memiliki pengetahuan dan keterampilan
sesuai wewenang dan tanggung jawabnya. Dan yang paling penting, perawat
tidak merasa paling hebat sendiri dalam pelayanan. Ingat, pelayananan
keperawatan terintegrasi dalam pelayanan kesehatan pada umumnya.
Berbicara pelayanan kesehatan, ada banyak profesi yang berperan di
dalamnya dari berbagai disiplin ilmu kesehatan. Ada dokter, bidan,
farmasi, ahli nutrisi, fisioterapist, psikiatrik, dan lain-lain. Bagi
saya, letak kevitalan perawat dapat dilihat dari kemampuan perawat dalam
menggunakan semua potensi yang ada (SDM Kesehatan) dan teknologi
kesehatan dalam berkolaborasi untuk menentukan pelayanan yang tepat bagi
pasien, efektif dan efisien.
Menulis: vital bagi perawat
Dari
semua teladan dalam cerita Florence Nightingale tadi, satu hal menarik
perhatian saya adalah ketekunannya dalam menulis. Bisa dibayangkan jika
saat itu beliau tidak menulis, maka kisah/pengalaman luar biasa beliau
dalam merawat pasien tidak bisa dipelajari oleh generasi setelahnya,
termasuk saya pada saat ini. Akan menjadi sia-sia perjuangan kemanusiaan
beliau tanpa menulis. Bisa saja ada manfaat pemulihan bagi prajurit
saat itu, namun berhenti di situ saja, tidak berlanjut pada manfaat
dalam mendidik generasi perawat berikutnya. Dan mungkin perkembangan
pendidikan keperawatan modern tidak terjadi.
Mengenai
kemampuan menulis, saya tidak bilang sudah paling jago. Tetapi saya
sudah mulai melatihnya. Walau masih banyak kekurangan di sana-sini, saya
tidak akan berhenti. Kalau saya tidak bisa meneladani semua apa yang
dilakukan Ibu Florence Nightingale dulu, minimal saya bisa berlatih
mengikuti kebiasaan beliau dalam menulis, itu sudah membanggakan secara
pribadi.
Banyak
cara bagi perawat agar menjadi gerasi vital kesehatan Indonesia. Pada
momen IND kali ini, hemat saya, salah satu cara untuk bisa menunjukkan
kevitalannya adalah melalui kebiasaan menulis. Lewat menulis artikel,
cerita/pengalaman, hasil penelitian, dan bentuk yang lainnya. Saya
yakin, lewat kebiasaan kecil ini suatu saat perawat akan lebih
berpengaruh perannya dalam sistem pelayanan kesehatan di Indonesia. Ibu
Florence Nightingale telah menunjukkan buktinya, mari kita coba mengkuti
jejaknya semaksimal.
Akhirnya,
saya mengucapkan selamat merayakan hari perawat internasional bagi
seluruh perawat, khususnya bagi generasi perawat Indonesia. Salam
Florence…!!! Maju Bersama, Sukses Bersama…
0 Komentar